JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Unjuk rasa di berbagai daerah yang menuntut penghapusan berbagai fasilitas Dewan Perwakilan Rakyat Rebuplik Indonesia mulai direspons. Gaji dan sejumlah tunjangan fasilitas anggota dewan resmi dipangkas menjadi Rp65 juta per bulan, tepatnya Rp65.595.730 mulai bulan ini.
Anggota DPR periode 2024-2029 tak lagi mendapat tunjangan perumahan sebesar Rp50 juta yang disetop per 31 Agustus lalu. Gaji bersih atau take home pay para wakil rakyat tersebut sudah dipotong pajak penghasilan (PPh) 15 persen.
Total bruto gaji dan tunjangan anggota DPR mencapai Rp74,21 juta. Setelah dipotong pajak penghasilan sebesar 15 persen atau Rp8,61 juta, setiap anggota DPR membawa pulang (take home pay) sekitar Rp 65,6 juta per bulan.
Keputusan ini diambil melalui rapat pimpinan DPR bersama pimpinan fraksi-fraksi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (4/9). Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyampaikan pemangkasan dilakukan setelah evaluasi menyeluruh terhadap pos-pos pengeluaran yang dianggap tidak mendesak.
“DPR RI memangkas tunjangan dan fasilitas anggota DPR setelah evaluasi meliputi biaya langganan. Ada listrik dan biaya jasa telepon, kemudian biaya komunikasi intensif dan biaya tunjangan transportasi,” kata Dasco dalam konferensi pers di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (5/9).
Menurut Dasco, kebijakan ini bertujuan menyesuaikan pendapatan anggota DPR dengan kebutuhan konstitusional sekaligus merespons tuntutan masyarakat. Ia menekankan DPR mendengar aspirasi publik yang belakangan semakin keras menyuarakan kritik terhadap fasilitas mewah para wakil rakyat.
Selain itu, pimpinan DPR RI juga memastikan lima anggota dewan yang dinonaktifkan buntut unjuk rasa massa yang belakangan ini terjadi tidak mendapatkan gaji lagi.
Sebab, mereka dinonaktifkan terhitung sejak Senin, 1 September 2025. Anggota DPR RI yang telah dinonaktifkan oleh partai politiknya tidak dibayarkan hak-hak keuangannya,” tegasnya.
Mereka adalah Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Fraksi Partai Nasdem, Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio dan Surya Utama alias Uya Kuya dari Fraksi PAN, serta Wakil Ketua DPR Adies Kadir dari Fraksi Partai Golkar.
Namun, pimpinan DPR RI tidak mengambil langkah tegas berupa pemecatan terhadap mereka. Sufmi Dasco Ahmad menyatakan pihaknya menyerahkan proses penonaktifan terhadap lima anggota dewan kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk berkoordinasi dengan Mahkamah Partai Politik masing-masing anggota.
“Pimpinan DPR menindaklanjuti penonaktifan, beberapa anggota DPR RI yang telah dilakukan oleh partai politik melalui mahkamah partai politik masing-masing dengan meminta Mahkamah Kehormatan DPR RI untuk berkoordinasi dengan Mahkamah Partai Politik masing-masing yang telah memulai pemeriksaan terhadap anggota DPR RI dimaksud,” kata Dasco
Dalam rangka menjaga transparansi publik, lanjut Dasco, DPR akan mengedepankan teknologi digital dalam setiap pengambilan kebijakan dan hasil legislasi yang dilakukan DPR
“DPR RI akan memperkuat transparansi dan partisipasi publik yang bermakna dalam proses legislasi dan kebijakan lainnya,” ujarnya.(jpg)
Laporan JPG, Jakarta