JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana mengesahkan Rancangan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (RUU KPK). Rencana revisi ini terakhir digulirkan pada 2017, karena banyak penolakan dari masyarakat yang pada akhirnya rencana itu dibatalkan.
Kini, DPR memulai lagi wacana pembahasan RUU KPK lewat Badan Legislasi (Baleg). Tanpa diketahui kapan pembahasannya, Baleg tiba-tiba berencana membawa RUU KPK untuk disahkan menjadi pembahasan RUU usul DPR lewat rapat paripurna Kamis (5/9).
Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu menyatakan, usulan revisi itu sudah ada di Baleg DPR sejak 2017. Menurutnya, DPR dan pemerintah sepakat untuk merevisi UU KPK.
“Ya itu kan sudah, kasusnya kan sudah lama itu ada di Baleg. Dan pemerintah dan DPR kan sudah, 2017 lalu ya itu sudah menyepakati empat hal untuk dilakukan revisi terbatas terhadap UU KPK itu,” kata Masinton pada wartawan, Rabu (4/9).
Poin pasal-pasal yang akan direvisi juga tidak jauh beda dengan yang pernah diusulkan pada 2017 lalu. Perubahannya menyangkut pada beberapa hal, terkait dengan penyadapan, keberadaan dewan pengawas, kewenangan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan (SP3), serta status kepegawaian KPK yang nantinya akan disebut PNS.
Politikus PDI Perjuangan ini menilai, UU KPK memang sudah waktunya direvisi karena sudah 17 tahun berlaku. Sehingga perlu ada pembaharuan mengikuti perkembangan zaman.
“Ya UU itu kan, UU KPK itu kan sudah 17 tahun sejak tahun 2002. Maka DPR bersama pemerintah punya kewenangan untuk mereview, melakukan legislasi review terhadap seluruh produk perundangan-undangan, termasuk UU KPK. Apakah ini masih kompatibel sesuai dengan perkembangan zaman,” ucap Masinton.
Kendati masih menimbulkan pro kontra di masyarakat, Masinton meyakini rapat paripurna hari ini seluruh fraksi akan setuju untuk melakukan revisi. Pasalnya, sebelum dibawa ke rapat paripurna, revisi tersebut sudah disepakati seluruh fraksi DPR melalui pembahasan di Baleg.
“Iya, itu kan tentu sudah menjadi kesepakatan di Baleg kan,” jelasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif tidak menginginkan adanya revisi UU KPK. Komisioner KPK ini menolak rencana Baleg DPR yang mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
“Yang jelas KPK tidak membutuhkan perubahan UU KPK,” tegas Laode.
Hal senada pun dilontarkan juru bicara KPK Febri Diansyah, menurutnya KPK belum mengetahui adanya rencana pembahasan revisi UU KPK, karena tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan rencana revisi UU KPK. Sebab revisi UU KPK cenderung melemahkan kinerja pemberantasan korupsi.
“Bagi kami saat ini, KPK belum membutuhkan revisi terhadap UU 30 Tahun 2002 ttg KPK. Justru dengan UU ini KPK bisa bekerja menangani kasus-kasus korupsi, termasuk OTT serta upaya penyelamatan keuangan negara lainnya melalui tugas pencegahan,” ucap Febri.
Menurut Febri, kalaupun keputusan menjadi RUU inisiatif DPR tersebut akan tetap dilakukan pada Paripurna Kamis (5/9), maka tentu tidak akan bisa menjadi UU jika tanpa pembahasan dan persetujuan bersama dengan Presiden.
“Karena UU adalah produk DPR bersama Presiden,” tegas mantan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) ini.
Sumber: Jawapos.co
Editor: Edwir