JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Pemerintah menegaskan tak ada lagi relaksasi soal pembayaran tunjangan hari raya (THR). Tahun ini, THR wajib dibayarkan secara langsung tanpa dicicil kepada pekerja/buruh.
Hal tersebut disampaikan oleh Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI-Jamsos) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Indah Anggoro Putri, Senin (4/4).
Ia mengatakan, aturan soal THR 2022 ini akan disampaikan secara detail melalui surat edaran Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) yang diterbitkan dalam waktu dekat.
"THR tahun ini wajib dibayarkan. Tidak dicicil dan tidak ada relaksasi karena ekonomi sudah bergerak positif," tegas Putri.
Ketentuan itu pun berdasar pada hukum pembayaran THR Keagamaan yang sudah ada. Yakni, PP 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Dari aturan tersebut, maka THR wajib dibayarkan paling lama 7 hari sebelum hari raya keagamaan.
Guna memastikan pengusaha memenuhi kewajibannya, Kemenaker akan kembali membuka posko THR seperti sebelumnya. Di tahun lalu, setidaknya ada 776 laporan yang masuk ke posko terkait pembayaran THR. Jumlah tersebut terbagi dari 484 konsultasi THR dan 292 pengaduan THR.
Aduan pun datang dari berbagai kategori sektor usaha, di antaranya sektor ritel, jasa keuangan dan perbankan, konstruksi, manufaktur, migas, alat kesehatan, industri makanan dan minuman, dan lainnya.
Putri memastikan, apabila ada pelanggaran terkait pemberian THR ini maka pihaknya tak segan memberikan sanksi. Mulai dari teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, hingga pembekuan kegiatan usaha. "Sanksi-sanksi tersebut pengenaannya dilakukan secara bertahap," ungkapnya.
Pembayaran THR keagamaan sendiri wajib diberikan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus atau lebih. THR keagamaan juga diberikan kepada pekerja/buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu.
Jika mengacu pada SE Menaker sebelumnya, maka bagi pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, THR diberikan sebesar 1 bulan upah. Sementara, bagi pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus, tetapi kurang dari 12 bulan, THR diberikan secara proporsional. Perhitungannya, masa kerja dibagi 12 bulan kemudian dikali 1 bulan upah.(mia/jpg)
Laporan JPG, Jakarta