31 JCH Mujamalah Tertahan di Malaysia

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Sejumlah kasus jemaah calon haji (JCH) mujamalah (furoda/undangan dari Arab Saudi) gagal berangkat terus bermunculan. Sebab, sampai saat ini Arab Saudi tidak kunjung menerbitkan visa haji mujamalah.

Misalnya, yang dialami rombongan jemaah haji mujamalah asal Sulawesi Selatan. Hingga, Ahad (3/7) rombongan yang berisi 31 orang itu masih tertahan di Kuala Lumpur, Malaysia. Mereka bahkan sempat diterbangkan ke Thailand, tetapi kemudian kembali lagi ke Kuala Lumpur.

- Advertisement -

Informasi dari salah satu keluarga JCH, rombongan tersebut sedang menunggu pesawat tujuan India. Mereka tetap berharap bisa berhaji dengan visa mujamalah. Sebab, mereka sudah menyetor ongkos haji sekitar Rp250 juta per orang.

Untuk rombongan lainnya, ada yang sudah mendarat di Jeddah. Tetapi, mereka tidak bisa keluar dari bandara. Petugas bandara tidak mengizinkan mereka keluar karena tidak bisa menunjukkan visa haji. Akhirnya, rombongan yang berisi 46 WNI itu dipulangkan kembali ke Tanah Air.

- Advertisement -

Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag Nur Arifin menuturkan, travel yang mengangkut 41 WNI tersebut tidak memiliki izin sebagai penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK). Dia menegaskan, haji khusus dan haji mujamalah hanya bisa dilaksanakan oleh PIHK yang berizin resmi dari Kemenag.

’’Berdasarkan hasil investigasi tim kami, pihak travel mendapatkan visa (haji) dari Singapura. Dan, ternyata visa itu palsu,’’ jelasnya.

Karena itu, sesampainya di Jeddah, otoritas Arab Saudi menolak mereka. Arifin mengatakan, pelaksanaan haji harus memenuhi aspek syariah. Salah satunya, tidak boleh ada unsur penipuan atau pelanggaran hukum. Menurut dia, berangkat haji kategori apa pun melalui travel tidak berizin resmi adalah pelanggaran Undang-Undang.

Dia menjelaskan, mujamalah adalah visa undangan dari raja Arab Saudi. ’’Mujamalah itu adalah tamu kehormatan raja Arab Saudi. Maka, pada dasarnya gratis karena seluruh biaya ditanggung Kerajaan Arab Saudi,’’ tuturnya.

Tetapi dalam perkembangannya, ada visa mujamalah yang tidak gratis. Bahkan, biayanya bisa mencapai Rp500 juta per orang. Visa mujamalah dengan biaya fantastis tersebut dimanfaatkan oleh oknum di Arab Saudi bekerja sama dengan travel lokal di Indonesia.

Sementara itu, kalangan PIHK di Indonesia mulai pesimistis bisa mengirim JCH mujamalah dengan visa resmi. Bahkan, ada sebagian yang sudah mengumumkan pembatalan. Jemaah yang sudah menyetor sejumlah uang dijanjikan diberangkatkan tahun depan. Atau bisa mengambil uangnya dengan beragam ketentuan.

Beberapa PIHK yang mengumumkan pembatalan keberangkatan itu tergabung dalam Serikat Penyelenggara Umrah dan Haji Indonesia (Sapuhi). Ketua Umum Sapuhi Syam Resfiadi mengatakan, dalam memberangkatkan haji mujamalah, mereka membentuk Konsorsium Sapuhi. ’’Ada 127 pax (JCH mujamalah, red),’’ kata Syam.

Syam mengakui tahun ini sangat sulit mendapatkan visa haji mujamalah. Apalagi waktu sudah mendekati closing date bandara Jeddah, yaitu 3 Juli 2022, pukul 23.59 waktu setempat. ’’Keberangkatan di-reschedule menjadi keberangkatan musim haji 2023,’’ katanya.

Bagi JCH yang tidak membatalkan keberangkatannya, akan diberikan kompensasi umrah gratis pada periode November 2022 atau Januari–Maret 2023. JCH juga bisa mengajukan pembatalan. Mereka tidak dikenai biaya atau denda terhadap ongkos hotel, manasik, dan seragam batik.

Syam mengatakan, sampai saat ini tidak ada alasan resmi dari Saudi mengapa penerbitan visa haji mujamalah sangat sulit. Dia menduga karena ada lonjakan JCH domestik atau dalam negeri. Dari target sekitar 150 ribu, jumlahnya meningkat menjadi 200 ribu jemaah.

Sementara itu, untuk mempermudah para jemaah ketika berada di Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna), petugas haji yang terdiri dari ketua dan pembimbing menerima gelang tasrih (izin) dari pengurus maktab. Gelang penanda tersebut menjadi syarat untuk dapat memasuki Armuzna.

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Riau Mahyudin mengatakan, gelang tasrih wajib dipakai JCH ketika memasuki Armuzna. “Jika ada jemaah yang tidak memakainya, maka tidak diizinkan memasuki  wilayah Armuzna," katanya.

Lebih lanjut dikatakannya, selain menerima gelang tasrih, para JCH juga terus melaksanakan manasik haji sebagai pemantapan jelang puncak haji. “Para jemaah terus dibekali terkait hal-hal yang terkait masalah teknis  pelaksanaan ibadah haji selama di Armuzna,’’ ujarnya.

"Di antara bekal ilmu yang diberikan adalah tentang persiapan barang-barang yang akan dibawa, pelaksanaan niat, pantang larang ihram, praktik pakai ihram, pelaksanaan melontar, dan lain-lainnya," tambahnya.

Pelaksanaan manasik ini, dikatakan Mahyudin dilakukan secara rombongan. Setiap rombongan terdiri dari 110 JCH. “JCH yang mengikuti kegiatan manasik sangat antusias. Terbukti dengan banyaknya pertanyaan dan hal-hal yang ingin diketahui lebih jauh terkait tentang persiapan Armuzna ini sehingga jemaah menjadi haji yang mandiri," sebutnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Budi Sylvana meminta jemaah haji memperbanyak istirahat tiga hari menjelang rangkaian ibadah wajib di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna).

Pasalnya, diperlukan kondisi fisik yang prima untuk dapat mengikuti rangkaian ibadah tersebut. Petugas haji pun ditugaskan untuk mengingatkan jamaah haji agar tidak melakukan aktivitas yang berlebihan menjelang puncak haji nanti. "Paling tidak tiga hari sebelum Armuzna. Perbanyak istirahat di hotel, pastikan stamina dan kesehatan terjaga sebelum puncak haji,’’ ujarnya.

Koordinator Promosi Kesehatan dr Edi Supriyatna menambahkan, pesan-pesan agar aktivitas fisik JCH disesuaikan dengan kondisi kesehatannya juga terus digaungkan. Materi promosi berfokus pada minum jangan tunggu haus, minum air dicampur elektrolit (oralit), minum obat secara teratur, hingga pemeriksaan kesehatan jemaah haji yang memiliki penyakit komorbid.

Sementara itu, seluruh calon jemaah haji reguler telah diberangkatkan. Ahad (3/7) dua kloter terakhir mendarat di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah. Yakni, kloter 44 Embarkasi Jakarta–Bekasi (JKS) yang berisi 255 orang dan kloter 43 Embarkasi Solo (SOC) dengan jumlah 360 orang. Untuk JCH khusus, masih ada pemberangkatan dalam beberapa hari ke depan.

Total ada 92.668 jemaah haji reguler yang berangkat. Dengan total kuota jemaah reguler 92.825 orang, ada 157 jemaah (0,17 persen) yang batal berangkat. Di antaranya, dengan alasan kesehatan atau sakit.(sol/wan/mia/c6/oni/jpg)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Sejumlah kasus jemaah calon haji (JCH) mujamalah (furoda/undangan dari Arab Saudi) gagal berangkat terus bermunculan. Sebab, sampai saat ini Arab Saudi tidak kunjung menerbitkan visa haji mujamalah.

Misalnya, yang dialami rombongan jemaah haji mujamalah asal Sulawesi Selatan. Hingga, Ahad (3/7) rombongan yang berisi 31 orang itu masih tertahan di Kuala Lumpur, Malaysia. Mereka bahkan sempat diterbangkan ke Thailand, tetapi kemudian kembali lagi ke Kuala Lumpur.

Informasi dari salah satu keluarga JCH, rombongan tersebut sedang menunggu pesawat tujuan India. Mereka tetap berharap bisa berhaji dengan visa mujamalah. Sebab, mereka sudah menyetor ongkos haji sekitar Rp250 juta per orang.

Untuk rombongan lainnya, ada yang sudah mendarat di Jeddah. Tetapi, mereka tidak bisa keluar dari bandara. Petugas bandara tidak mengizinkan mereka keluar karena tidak bisa menunjukkan visa haji. Akhirnya, rombongan yang berisi 46 WNI itu dipulangkan kembali ke Tanah Air.

Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag Nur Arifin menuturkan, travel yang mengangkut 41 WNI tersebut tidak memiliki izin sebagai penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK). Dia menegaskan, haji khusus dan haji mujamalah hanya bisa dilaksanakan oleh PIHK yang berizin resmi dari Kemenag.

’’Berdasarkan hasil investigasi tim kami, pihak travel mendapatkan visa (haji) dari Singapura. Dan, ternyata visa itu palsu,’’ jelasnya.

Karena itu, sesampainya di Jeddah, otoritas Arab Saudi menolak mereka. Arifin mengatakan, pelaksanaan haji harus memenuhi aspek syariah. Salah satunya, tidak boleh ada unsur penipuan atau pelanggaran hukum. Menurut dia, berangkat haji kategori apa pun melalui travel tidak berizin resmi adalah pelanggaran Undang-Undang.

Dia menjelaskan, mujamalah adalah visa undangan dari raja Arab Saudi. ’’Mujamalah itu adalah tamu kehormatan raja Arab Saudi. Maka, pada dasarnya gratis karena seluruh biaya ditanggung Kerajaan Arab Saudi,’’ tuturnya.

Tetapi dalam perkembangannya, ada visa mujamalah yang tidak gratis. Bahkan, biayanya bisa mencapai Rp500 juta per orang. Visa mujamalah dengan biaya fantastis tersebut dimanfaatkan oleh oknum di Arab Saudi bekerja sama dengan travel lokal di Indonesia.

Sementara itu, kalangan PIHK di Indonesia mulai pesimistis bisa mengirim JCH mujamalah dengan visa resmi. Bahkan, ada sebagian yang sudah mengumumkan pembatalan. Jemaah yang sudah menyetor sejumlah uang dijanjikan diberangkatkan tahun depan. Atau bisa mengambil uangnya dengan beragam ketentuan.

Beberapa PIHK yang mengumumkan pembatalan keberangkatan itu tergabung dalam Serikat Penyelenggara Umrah dan Haji Indonesia (Sapuhi). Ketua Umum Sapuhi Syam Resfiadi mengatakan, dalam memberangkatkan haji mujamalah, mereka membentuk Konsorsium Sapuhi. ’’Ada 127 pax (JCH mujamalah, red),’’ kata Syam.

Syam mengakui tahun ini sangat sulit mendapatkan visa haji mujamalah. Apalagi waktu sudah mendekati closing date bandara Jeddah, yaitu 3 Juli 2022, pukul 23.59 waktu setempat. ’’Keberangkatan di-reschedule menjadi keberangkatan musim haji 2023,’’ katanya.

Bagi JCH yang tidak membatalkan keberangkatannya, akan diberikan kompensasi umrah gratis pada periode November 2022 atau Januari–Maret 2023. JCH juga bisa mengajukan pembatalan. Mereka tidak dikenai biaya atau denda terhadap ongkos hotel, manasik, dan seragam batik.

Syam mengatakan, sampai saat ini tidak ada alasan resmi dari Saudi mengapa penerbitan visa haji mujamalah sangat sulit. Dia menduga karena ada lonjakan JCH domestik atau dalam negeri. Dari target sekitar 150 ribu, jumlahnya meningkat menjadi 200 ribu jemaah.

Sementara itu, untuk mempermudah para jemaah ketika berada di Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna), petugas haji yang terdiri dari ketua dan pembimbing menerima gelang tasrih (izin) dari pengurus maktab. Gelang penanda tersebut menjadi syarat untuk dapat memasuki Armuzna.

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Riau Mahyudin mengatakan, gelang tasrih wajib dipakai JCH ketika memasuki Armuzna. “Jika ada jemaah yang tidak memakainya, maka tidak diizinkan memasuki  wilayah Armuzna," katanya.

Lebih lanjut dikatakannya, selain menerima gelang tasrih, para JCH juga terus melaksanakan manasik haji sebagai pemantapan jelang puncak haji. “Para jemaah terus dibekali terkait hal-hal yang terkait masalah teknis  pelaksanaan ibadah haji selama di Armuzna,’’ ujarnya.

"Di antara bekal ilmu yang diberikan adalah tentang persiapan barang-barang yang akan dibawa, pelaksanaan niat, pantang larang ihram, praktik pakai ihram, pelaksanaan melontar, dan lain-lainnya," tambahnya.

Pelaksanaan manasik ini, dikatakan Mahyudin dilakukan secara rombongan. Setiap rombongan terdiri dari 110 JCH. “JCH yang mengikuti kegiatan manasik sangat antusias. Terbukti dengan banyaknya pertanyaan dan hal-hal yang ingin diketahui lebih jauh terkait tentang persiapan Armuzna ini sehingga jemaah menjadi haji yang mandiri," sebutnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Budi Sylvana meminta jemaah haji memperbanyak istirahat tiga hari menjelang rangkaian ibadah wajib di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna).

Pasalnya, diperlukan kondisi fisik yang prima untuk dapat mengikuti rangkaian ibadah tersebut. Petugas haji pun ditugaskan untuk mengingatkan jamaah haji agar tidak melakukan aktivitas yang berlebihan menjelang puncak haji nanti. "Paling tidak tiga hari sebelum Armuzna. Perbanyak istirahat di hotel, pastikan stamina dan kesehatan terjaga sebelum puncak haji,’’ ujarnya.

Koordinator Promosi Kesehatan dr Edi Supriyatna menambahkan, pesan-pesan agar aktivitas fisik JCH disesuaikan dengan kondisi kesehatannya juga terus digaungkan. Materi promosi berfokus pada minum jangan tunggu haus, minum air dicampur elektrolit (oralit), minum obat secara teratur, hingga pemeriksaan kesehatan jemaah haji yang memiliki penyakit komorbid.

Sementara itu, seluruh calon jemaah haji reguler telah diberangkatkan. Ahad (3/7) dua kloter terakhir mendarat di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah. Yakni, kloter 44 Embarkasi Jakarta–Bekasi (JKS) yang berisi 255 orang dan kloter 43 Embarkasi Solo (SOC) dengan jumlah 360 orang. Untuk JCH khusus, masih ada pemberangkatan dalam beberapa hari ke depan.

Total ada 92.668 jemaah haji reguler yang berangkat. Dengan total kuota jemaah reguler 92.825 orang, ada 157 jemaah (0,17 persen) yang batal berangkat. Di antaranya, dengan alasan kesehatan atau sakit.(sol/wan/mia/c6/oni/jpg)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya