JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Menteri BUMN Erick Thohir mengubah sifat penerapan Sistem Manajemen Anti-Penyuapan (SMAP) di seluruh perusahaan pemerintah dari sukarela menjadi wajib. Namun, ada saja sejumlah oknum yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan kondisi ini.
Belakangan ini santer terdengar ada pihak yang menjajakan sertifikat SMAP seharga Rp11 juta di pasar online. Kabar itu juga telah dimuat di sebuah media nasional pada 27 Februari lalu.
Pihak perusahaan terakreditasi untuk sertifikasi, inspeksi dan pengujian, termasuk sertifikat SMAP, MUTU International mengatakan sangat menyayangkan jika benar ada praktik jual beli sertifikat antipenyuapan itu.
"Jika ada pihak yang menjual demikian mudah sertifikat antipenyuapan, ini tentu akan merusak langkah membangun kepercayaan bahwa BUMN telah antipenyuapan," ujar Presiden Direktur MUTU International Arifin Lambaga, dalam keterangan tertulisnya pada JawaPos.com di Jakarta, Ahad (1/3).
Ia menegaskan, praktik jual beli SMAP ini tidak benar dan harus segera dibrantas. Sebab untuk mendapatkan sertifikat SMAP yang asli, organisasi pemerintah ataupun swasta perlu menjalani prosedur sesuai standar.
Sertifikat SMAP, lanjutnya, dapat diberikan setelah suatu perusahaan menyatakan komitmennya, menjalankan syarat-syarat standar sistem manajemen, dan diperiksa secara berkala kepatuhannya terhadap tindakan anti penyuapan. Perlu waktu yang tak pendek sehingga perusahaan berhak memperoleh sertifikat itu.
Di Indonesia sistem manajemen ini diadopsi Badan Standardisasi Nasional (BSN), dengan seri yang sama ISO 37001 2016 : ABMS. Di dalamnya berisi standar-standar kepatuhan yang menolak tindakan suap, oleh suatu institusi baik pemerintah, BUMN maupun swasta.
Suatu perusahaan, semacam MUTU International dapat menerbitkan sertifikat SMAP bagi perusahaan lainnya, harus memenuhi syarat akreditasi. Di Indonesia kewenangan ini dijalankan oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Juga untuk memperkuat reputasi, suatu lembaga sertifikasi dapat memperoleh akreditasi dari lembaga-lembaga lain, bahkan di tingkat internasional.
Ini tujuannya, pengakuan terhadap sertifikat yang diterbitkan jadi luas. MUTU International telah menempuh itu semua, memperoleh akreditasi nasional maupun internasional. Karena untuk dapat menerbitkan sertifikat yang kredibel, ada kerja-kerja profesional yang terjaga.
"Itu semua bertujuan, agar sertifikat yang diterbitkan tidak hanya sekadar selembar kertas yang tak bernilai. Jantung sebuah lembaga sertifikasi adalah kredibilitas, kepercayaan publik. Dengan adanya jual beli sertifikat ini, kredibilitas sistem sertifikasi maupun lembaga sertifikasinya bisa hilang, tak lagi dipercaya publik," lanjut Arifin.
Untuk mencegah tertipunya masyarakat dengan adanya sertifikat yang dijajakan tanpa adanya akreditasi dari lembaga berwenang, Arifin Lambaga yang juga adalah mantan Ketua Komisi Teknis di Badan Standardisasi Nasional yang menangani standar SNI ISO 3700, menyarankan untuk memeriksa reputasi perusahaan penerbit sertifikat.
Selain itu langkah lain yang dapat ditempuh, dengan memeriksa lewat situs resmi Komite Akreditasi Nasional yang menginformasikan status akreditasi lembaga-lembaga penerbit sertifikat, beserta lingkup akreditasinya.
"Dari itu semua, perusahaan kami akan turut memperketat penerbitan sertifikat, baik yang kami tempuh secara internal maupun eksternal bersama dengan KAN dan Asosiasi Lembaga Sertifikasi Indonesia," pungkasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi