JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak punya banyak pilihan dalam menyikapi polemik seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jokowi dituntut mengambil sikap tegas untuk menjawab tuntutan publik yang meragukan kinerja panitia seleksi (pansel) dalam menyaring kandidat pimpinan komisi antirasuah itu.
Anggota koalisi masyarakat sipil Asfinawati mengatakan Presiden punya kewenangan menolak atau menganulir nama-nama capim yang diduga bermasalah yang dihasilkan pansel. Presiden juga berhak meminta pansel melakukan seleksi ulang bila 10 nama yang disodorkan nantinya tidak memenuhi kualifikasi yang diharapkan publik.
Menurut Asfin, sapaan Asfinawati langkah presiden itu secara aturan diperbolehkan. Ada banyak celah perundang-undangan yang dapat digunakan Presiden sebagai landasan. Misal, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Dalam Undang-Undang itu mengatur persoalan konflik kepentingan. “Pansel sudah cacat dalam membuat keputusan karena ada konflik kepentingan itu,” kata Asfin kepada JPG, kemarin (31/8).
Dalam UU Administrasi Pemerintahan, konflik kepentingan adalah kondisi pejabat pemerintahan yang memiliki kepentingan pribadi untuk menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain dalam penggunaan wewenang sehingga dapat mempengaruhi netralitas dan kualitas keputusan.
Nah, merujuk data dan informasi yang dikumpulkan masyarakat sipil menyebut ada beberapa anggota pansel yang diduga terlibat konflik kepentingan atau conflict of interest dengan capim-capim tertentu. Dan capim yang dimaksud saat ini masuk 20 besar. “Jadi kalau mau menolak (nama-nama capim yang disodorkan pansel), presiden bisa pakai aturan itu,” terangnya.
Bukan hanya UU Administrasi Negara, Presiden juga bisa menggunakan UU KPK sebagai acuan menolak kinerja pansel. Menurut Asfin, dalam UU itu mengatur tentang penyampaian laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) bagi calon pimpinan KPK. Nah, aturan itu tidak dipatuhi pansel dengan berbagai alasan. “Pansel juga tidak mendengarkan masukan masyarakat,” imbuh Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) itu.
Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK Yudi Purnomo Harahap menambahkan gerakan menolak capim bermasalah semakin luas. Dan menyebar luas di berbagai daerah. Hal itu, kata dia, menunjukkan bahwa asa pemberantasan korupsi masih menyala. “Kami menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas dukungan ini karena pemberantasan korupsi perlu dukungan semua pihak,” ungkapnya.(tyo/jpg)
JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak punya banyak pilihan dalam menyikapi polemik seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jokowi dituntut mengambil sikap tegas untuk menjawab tuntutan publik yang meragukan kinerja panitia seleksi (pansel) dalam menyaring kandidat pimpinan komisi antirasuah itu.
Anggota koalisi masyarakat sipil Asfinawati mengatakan Presiden punya kewenangan menolak atau menganulir nama-nama capim yang diduga bermasalah yang dihasilkan pansel. Presiden juga berhak meminta pansel melakukan seleksi ulang bila 10 nama yang disodorkan nantinya tidak memenuhi kualifikasi yang diharapkan publik.
- Advertisement -
Menurut Asfin, sapaan Asfinawati langkah presiden itu secara aturan diperbolehkan. Ada banyak celah perundang-undangan yang dapat digunakan Presiden sebagai landasan. Misal, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Dalam Undang-Undang itu mengatur persoalan konflik kepentingan. “Pansel sudah cacat dalam membuat keputusan karena ada konflik kepentingan itu,” kata Asfin kepada JPG, kemarin (31/8).
Dalam UU Administrasi Pemerintahan, konflik kepentingan adalah kondisi pejabat pemerintahan yang memiliki kepentingan pribadi untuk menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain dalam penggunaan wewenang sehingga dapat mempengaruhi netralitas dan kualitas keputusan.
- Advertisement -
Nah, merujuk data dan informasi yang dikumpulkan masyarakat sipil menyebut ada beberapa anggota pansel yang diduga terlibat konflik kepentingan atau conflict of interest dengan capim-capim tertentu. Dan capim yang dimaksud saat ini masuk 20 besar. “Jadi kalau mau menolak (nama-nama capim yang disodorkan pansel), presiden bisa pakai aturan itu,” terangnya.
Bukan hanya UU Administrasi Negara, Presiden juga bisa menggunakan UU KPK sebagai acuan menolak kinerja pansel. Menurut Asfin, dalam UU itu mengatur tentang penyampaian laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) bagi calon pimpinan KPK. Nah, aturan itu tidak dipatuhi pansel dengan berbagai alasan. “Pansel juga tidak mendengarkan masukan masyarakat,” imbuh Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) itu.
Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK Yudi Purnomo Harahap menambahkan gerakan menolak capim bermasalah semakin luas. Dan menyebar luas di berbagai daerah. Hal itu, kata dia, menunjukkan bahwa asa pemberantasan korupsi masih menyala. “Kami menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya atas dukungan ini karena pemberantasan korupsi perlu dukungan semua pihak,” ungkapnya.(tyo/jpg)