JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari 109 organisasi dan badan mahasiswa menilai somasi yang dilayangkan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko ke Indonesia Corruption Watch (ICW) merupakan bentuk pemberangusan demokrasi.
Ketua Bidang Advokasi YLBHI, Muhammad Isnur, mengatakan, Moeldoko telah mengabaikan sejumlah regulasi perihal hak menyampaikan pendapat sebagaimana yang dilakukan ICW dalam menyebarluaskan temuan dugaan praktik rente terkait distribusi obat Ivermectin.
"Menyikapi langkah Moeldoko, setidaknya ada dua isu yang tampak oleh masyarakat. Pertama, upaya pemberangusan nilai demokrasi," ujar Isnur di Jakarta.
Ia berpendapat langkah Moeldoko berpotensi besar menurunkan nilai demokrasi Indonesia yang sebelumnya sudah merosot. Mengutip The Economist Intelligence Unit (EIU), Indonesia menduduki peringkat ke-64 dunia dalam Indeks Demokrasi dengan skor 6.3. Kata Isnur, angka itu terendah yang diperoleh Indonesia dalam kurun waktu 14 tahun terakhir.
"Maka dari itu, praktik pembatasan hak berpendapat, terlebih kritik dari masyarakat perlu untuk dihentikan," imbuhnya.
Selain itu, Isnur berujar perbuatan Moeldoko melanggengkan praktik kriminalisasi terhadap organisasi masyarakat sipil.
Beberapa organisasi yang tergabung dalam koalisi ini di antaranya adalah YLBHI, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Imparsial, Greenpeace Indonesia. Kemudian, BEM STHI Jentera, BEM Universitas Indonesia, BEM KM Unnes, dan lain sebagainya.
Sebelumnya, Moeldoko meminta ICW membuktikan tuduhan keterlibatan dirinya dalam bisnis obat Ivermectin dan impor beras.
Jika ICW tidak bisa membuktikan, maka harus meminta maaf secara terbuka dan mencabut pernyataan. Apabila ICW tidak mampu melakukan itu semua, Moeldoko akan mengajukan laporan ke kepolisian.
Ia akan menggunakan pasal-pasal yang termuat dalam UU ITE dalam laporannya nanti.
ICW belum ingin memenuhi permintaan Moeldoko tersebut. LSM antikorupsi ini masih menunggu somasi tertulis terlebih dahulu.
"Hingga saat ini ICW belum menerima somasi resmi dalam bentuk tertulis dari pihak Moeldoko. Jadi, kami tidak mengetahui poin-poin apa saja yang menjadi keberatan," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana.
Kurnia menegaskan, pekerjaan ICW dalam mengungkap dugaan rente terkait distribusi Ivermectin merupakan bagian dari fungsi pengawasan terhadap proses pemerintahan.
"Selain itu, ini pun bukan kali pertama, sejak ICW berdiri, mandat organisasi memang sepenuhnya didedikasikan untuk memastikan penyelenggaraan pemerintahan terbebas dari praktik korupsi, kolusi, maupun nepotisme," tandasnya.
Sebelumnya, ICW mengungkap keterlibatan sejumlah politikus dalam peredaran obat terapi Covid-19 Ivermectin. Salah satu nama yang disebut ICW adalah Kepala Staf Presiden Moeldoko.
ICW menyebut Moeldoko punya hubungan dengan Wakil Presiden PT Harsen Laboratories, Sofia Koswara. PT Harsen Laboratories adalah perusahaan yang memproduksi Ivermectin.
Menurut ICW, Sofia adalah direktur dan pemegang saham di PT Noorpay Perkasa. Di saat yang sama, anak Moeldoko yang bernama Joanina Rachma adalah pemegang saham mayoritas di perusahaan tersebut.
Moeldoko sudah angkat suara. Dia membantah informasi yang dikeluarkan ICW ihwal keterlibatannya dalam bisnis obat Ivermectin.
"Itu tuduhan ngawur dan menyesatkan," kata Moeldoko, Kamis (22/7) lalu.
Sumber: JPNN/News/CNN/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun