Sabtu, 27 April 2024

Akses Jalan Kampung Bata Pinggiran Kota Pekanbaru, Hujan Lumpuh Panas Berdebu

Kenikmatan tinggal di ibukota Provinsi Riau, Kota Pekanbaru sepertinya belum dinikmati warga yang tinggal di Kelurahan Tuah Negeri, Kecamatan Tenayan Raya dan Kelurahan Kulim di Kecamatan Kulim. Wilayah yang ada di pinggiran Kota Pekanbaru ini masih minim sentuhan pembangunan meski masuk wilayah perkotaan.

RIAUPOS.CO – DUA kawasan hasil pemekaran ini luput dari perhatian pemerintah. Kampung Bata, demikian kawasan perbukitan sekaligus lembah ini kerap disebut. Di sini warga tidak memperoleh akses jalan yang memadai. Infrastruktur dasar itu gagal menopang kehidupan puluhan kepala keluarga (KK) yang tinggal dan mengais rezeki di kampung ini. 

Yamaha

Mayoritas penduduk Kampung Bata merupakan buruh batu-bata, mengeluhkan kondisi jalan yang dari tahun ke tahun tak pernah mengalami perbaikan. Keadaan jalan yang tanpa pengaspalan ataupun beton, menjadi sumber penderitaan warga selama puluhan tahun.

Warga setempat menyebutnya sebagai jalan tanah liat, karena memang hampir tidak tersentuh pengerasahan. Hanya kendaraan berat lalu-lalang membawa bata, kayu bakar dan material tambang yang mengeraskannya secara alami. Maka tidak heran, saat hujan jalan akan berkubang, saat panas jalan akan berdebu.

Saat hujan turun, kondisi jalan bukan becek biasa. Kondisinya sampai kendaraan bermotor tidak bisa lewat.

- Advertisement -

Kondisi ini juga memaksa para petugas Pemilu 2024 lalu memikul Logistik Pemilu dengan berjalan kaki lebih dari 600 meter. Kondisi hujan pada Februari 2024 lalu itu membuat truk logistik KPU tidak bisa melewati jalan itu.

Kondisi parah itu terjadi di Jalan Budi Sejahtera atau yang lebih dikenal dengan Jalan Palombo, Kelurahan Tuah Negeri untuk Kecamatan Tenayan Raya. Lalu Jalan Ikhlas untuk Kelurahan Kulim, Kecamatan Kulim.

- Advertisement -
Baca Juga:  Tempat Rapid Test Ilegal Menjamur

Pantauan Riau Pos terakhir kali di Jalan Palombo, Senin (26/3) lalu,  yang kebetulan cuaca panas hampir sepekan, membuat kondisi jalanan terlihat lebih baik dari musim penghujan beberapa bulan lalu.

Menurut salah seorang warga yang memiliki usaha bata dan bermukim di sana, Mira, musim hujan yang terjadi akhir 2023 hingga awal 2024 merupakan salah satu kondisi terburuk yang pernah dialaminya. Pasalnya ekonomi masyarakat lumpuh

total selama empat bulan, karena jalan tak bisa dilewati kendaraan berat. Itu menurut Mira terjadi dari bulan Oktober 2023 hingga Januari 2024.

”Musim hujan tahun kemarin hingga awal tahun ini menjadi waktu-waktu terpahit kami. Karena jalanan kami putus total tidak bisa dilalui mobil pengangkut kayu bakar dan pengangkut batu bata. Bahkan untuk motor pun tak bisa keluar. Lumpurnya ada yang sampai lutut,” kata Mira ditemui di rumahnya, awal pekan ini.

Perekonomin masyarakat sekitar yang ditopang pabrik batu bata rumahan terhenti total. Pasalnya untuk mengolah tanah liat yang telah melalui proses pencetakan memerlukan tahapan pembakaran yang menggunakan kayu bakar. Namun kayu bakar saat itu tidak pernah sampai ke Kampung Bata. Yang terparah, batu-bata yang siap dijual juga tidak bisa keluar dari lokasi.

Untuk saat ini keadaan jalan tersebut terlihat jauh lebih baik karena hujan hampir sebulan tidak mengguyur lokasi kampung bata. Keluhan mengenai akses jalan yang menjadi akses utama dan satu satunya masyarakat sekitar tidak hanya dikeluhkan oleh Mira.

Baca Juga:  Yudisium Fekon Unilak Terapkan Protokol Kesehatan Ketat

Warga lainnya Rina mengungkapkan, kondisi jalan yang memprihatinkan membuat material pembuatan batu-bata jadi mahal. Ini akan berdampak pada biaya produksi bata, sementara harga jual san margin keuntungan sangat rendah.

”Tempat kami ini terisolir, ditambah dengan kondisi jalan seperti ini penjual kayu bakar melebihkan harga jualnya ke kami dengan alasan jalan buruk dan lokasi yang jauh. Misalnya untuk kayu bakar di lokasi lain dijual dengan harga Rp2,4 juta dan penjual yang mau mengantarkan kayu ke tempat ini membandrol kayunya seharga Rp2,5 juta,” kata Rina.

Bahkan, tambah Rina,  selisihnya bisa lebih dari Rp150 ribu. Semakin parah kondisi jakan saat hujan makin mahal kayu kabar yang harus didapat. Ini diikuti pula dengan harga batu bata.

”Yang akan membeli batu kami menekan harga dari harga normal misalnya untuk harga batu permobil dijual oleh produsen Rp3 juta permobil dengan jumlah muatan 10.000, orang beli batu kami hanya Rp2,8 juta-Rp2,9 juta, tak pernah sama dengan tempat-tempat lainnya,” tambah Rina.

Kesenjangan yang terjadi antar pengusaha batu bata ini diakibatkan oleh keadaan jalan sekitar tempat produksi batu bata dilakukan. Masyarakat berharap agar pemerintah tidak hanya memusatkan perhatiannya di wilayah pusat kota saja, warga seperti Mira dan Rina juga butuh fasilitas jalan. Di saat warga kota mengeluh jalan rusak, warga Kampung Bata bahkan tak mengeceka jakan aspal.(end)

Laporan Hendrawan Kariman, Tenayan Raya

 

Kenikmatan tinggal di ibukota Provinsi Riau, Kota Pekanbaru sepertinya belum dinikmati warga yang tinggal di Kelurahan Tuah Negeri, Kecamatan Tenayan Raya dan Kelurahan Kulim di Kecamatan Kulim. Wilayah yang ada di pinggiran Kota Pekanbaru ini masih minim sentuhan pembangunan meski masuk wilayah perkotaan.

RIAUPOS.CO – DUA kawasan hasil pemekaran ini luput dari perhatian pemerintah. Kampung Bata, demikian kawasan perbukitan sekaligus lembah ini kerap disebut. Di sini warga tidak memperoleh akses jalan yang memadai. Infrastruktur dasar itu gagal menopang kehidupan puluhan kepala keluarga (KK) yang tinggal dan mengais rezeki di kampung ini. 

Mayoritas penduduk Kampung Bata merupakan buruh batu-bata, mengeluhkan kondisi jalan yang dari tahun ke tahun tak pernah mengalami perbaikan. Keadaan jalan yang tanpa pengaspalan ataupun beton, menjadi sumber penderitaan warga selama puluhan tahun.

Warga setempat menyebutnya sebagai jalan tanah liat, karena memang hampir tidak tersentuh pengerasahan. Hanya kendaraan berat lalu-lalang membawa bata, kayu bakar dan material tambang yang mengeraskannya secara alami. Maka tidak heran, saat hujan jalan akan berkubang, saat panas jalan akan berdebu.

Saat hujan turun, kondisi jalan bukan becek biasa. Kondisinya sampai kendaraan bermotor tidak bisa lewat.

Kondisi ini juga memaksa para petugas Pemilu 2024 lalu memikul Logistik Pemilu dengan berjalan kaki lebih dari 600 meter. Kondisi hujan pada Februari 2024 lalu itu membuat truk logistik KPU tidak bisa melewati jalan itu.

Kondisi parah itu terjadi di Jalan Budi Sejahtera atau yang lebih dikenal dengan Jalan Palombo, Kelurahan Tuah Negeri untuk Kecamatan Tenayan Raya. Lalu Jalan Ikhlas untuk Kelurahan Kulim, Kecamatan Kulim.

Baca Juga:  Tempat Rapid Test Ilegal Menjamur

Pantauan Riau Pos terakhir kali di Jalan Palombo, Senin (26/3) lalu,  yang kebetulan cuaca panas hampir sepekan, membuat kondisi jalanan terlihat lebih baik dari musim penghujan beberapa bulan lalu.

Menurut salah seorang warga yang memiliki usaha bata dan bermukim di sana, Mira, musim hujan yang terjadi akhir 2023 hingga awal 2024 merupakan salah satu kondisi terburuk yang pernah dialaminya. Pasalnya ekonomi masyarakat lumpuh

total selama empat bulan, karena jalan tak bisa dilewati kendaraan berat. Itu menurut Mira terjadi dari bulan Oktober 2023 hingga Januari 2024.

”Musim hujan tahun kemarin hingga awal tahun ini menjadi waktu-waktu terpahit kami. Karena jalanan kami putus total tidak bisa dilalui mobil pengangkut kayu bakar dan pengangkut batu bata. Bahkan untuk motor pun tak bisa keluar. Lumpurnya ada yang sampai lutut,” kata Mira ditemui di rumahnya, awal pekan ini.

Perekonomin masyarakat sekitar yang ditopang pabrik batu bata rumahan terhenti total. Pasalnya untuk mengolah tanah liat yang telah melalui proses pencetakan memerlukan tahapan pembakaran yang menggunakan kayu bakar. Namun kayu bakar saat itu tidak pernah sampai ke Kampung Bata. Yang terparah, batu-bata yang siap dijual juga tidak bisa keluar dari lokasi.

Untuk saat ini keadaan jalan tersebut terlihat jauh lebih baik karena hujan hampir sebulan tidak mengguyur lokasi kampung bata. Keluhan mengenai akses jalan yang menjadi akses utama dan satu satunya masyarakat sekitar tidak hanya dikeluhkan oleh Mira.

Baca Juga:  Poskowas Perbatasan Tak Miliki Tempat Istirahat

Warga lainnya Rina mengungkapkan, kondisi jalan yang memprihatinkan membuat material pembuatan batu-bata jadi mahal. Ini akan berdampak pada biaya produksi bata, sementara harga jual san margin keuntungan sangat rendah.

”Tempat kami ini terisolir, ditambah dengan kondisi jalan seperti ini penjual kayu bakar melebihkan harga jualnya ke kami dengan alasan jalan buruk dan lokasi yang jauh. Misalnya untuk kayu bakar di lokasi lain dijual dengan harga Rp2,4 juta dan penjual yang mau mengantarkan kayu ke tempat ini membandrol kayunya seharga Rp2,5 juta,” kata Rina.

Bahkan, tambah Rina,  selisihnya bisa lebih dari Rp150 ribu. Semakin parah kondisi jakan saat hujan makin mahal kayu kabar yang harus didapat. Ini diikuti pula dengan harga batu bata.

”Yang akan membeli batu kami menekan harga dari harga normal misalnya untuk harga batu permobil dijual oleh produsen Rp3 juta permobil dengan jumlah muatan 10.000, orang beli batu kami hanya Rp2,8 juta-Rp2,9 juta, tak pernah sama dengan tempat-tempat lainnya,” tambah Rina.

Kesenjangan yang terjadi antar pengusaha batu bata ini diakibatkan oleh keadaan jalan sekitar tempat produksi batu bata dilakukan. Masyarakat berharap agar pemerintah tidak hanya memusatkan perhatiannya di wilayah pusat kota saja, warga seperti Mira dan Rina juga butuh fasilitas jalan. Di saat warga kota mengeluh jalan rusak, warga Kampung Bata bahkan tak mengeceka jakan aspal.(end)

Laporan Hendrawan Kariman, Tenayan Raya

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari