PEKANBARU, (RIAUPOS.CO) – Buruknya pengelolaan sampah di Kota Pekanbaru menuai sorotan dari banyak pihak. Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru disebut membuat kebijakan ‘‘sampah’’ dalam mengelola sampah. Sementara itu, Agus Pramono direkomendasikan untuk di-non-job-kan dari jabatannya sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) oleh tim internal yang dibentuk Wali Kota Pekanbaru.
Wakil Ketua DPRD Riau Agung Nugroho yang berasal dari dapil Kota Pekanbaru, mengatakan, persoalan sampah yang sampai saat ini belum selesai menjadi tanggung jawab serta fokus Wali Kota (Wako) Pekanbaru Dr H Firdaus ST MT. Bahkan, kata dia, persoalan yang kini menjadi atensi seluruh masyarakat ini tidak hanya bisa ditumpukan kepada Kepala DLHK. Sebab, apa yang terjadi saat ini merupakan rentetan atas permasalahan administrasi yang terjadi jauh sebelum hari ini.
"Sebelumnya beberapa tahun lalu juga pernah terjadi permasalahan pengangkutan sampah. Kondisi sampah ang berserakan kurang lebih sama dengan saat ini. Belum lagi permasalahan sopir pengangkut sampah demo karena tidak dibayar. Jadi persoalannya itu tidak hanya satu, banyak. Maka hal ini menjadi tanggung jawab mutlak wako. Jangan buang badan, lalu salahkan pejabat," tegasnya, Kamis (25/2).
Sementara itu, pengamat kebijakan publik dari Universitas Riau, Saiman Pakpahan, menyebut dalam persoalan sampah tersebut Pemko Pekanbaru harus melihat secara komprehensif. Tidak bisa hanya sebagian saja apalagi dengan membuat kebijakan seperti membebastugaskan sejumlah pegawai di DLHK Kota Pekanbaru.
"Pemko jangan membuat kebijakan ‘sampah’ dalam persoalan sampah ini," ucap dia. Penanganan sampah di Kota Pekanbaru, sambung Saiman, masuk dalam Anggaran Pendapatan Daerah (APBD) Pekanbaru yang merupakan proses politik antara eksekutif dengan legislatif.
"Nah, kalau terjadi pengurangan anggaran yang semula dianggarkan dalam Rencana Kerja tahun 2021 di DLHK sebesar Rp60 miliar dan dikurangi menjadi Rp45 miliar atau lebih kecil dibanding nilai kontrak lelang tiga tahun sebelumnya 2018-2020, yakni sebesar Rp60 miliar, maka perumusan angka di APBD itulah yang menjadi persoalan," katanya.
Sedangkan yang merumuskan angka itu tentu mereka yang membahas terdiri dari Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) bersama Badan Anggaran (Banggar).
"Titik krusialnya di situ. Persoalan sampah sangat emergency harus dicarikan treatment khusus," jelasnya.
Kalau memang mau melakukan swastanisasi ke pihak ketiga dengan anggaran kecil, keputusan ada di TAPD dan Banggar. Pertanyaan muncul kenapa mengganggarkan lelang lebih kecil dibanding tiga tahun sebelumnya.
"Harusnya antara eksekutif dan legislatif ketika merumuskan anggaran penanganan sampah itu dibesarkan bukan malah dikecilkan. Melihat volume sampah yang sudah banyak di setiap sudut Kota Pekanbaru. Ditambah dengan carut marut masalah sampah yang tak selesai-selesai," imbuhnya.
Dalam situasi yang seperti ini, Saiman heran dengan langkah Wali Kota Pekanbaru yang malah membebastugaskan jabatan Kadis LHK dan beberapa bawahannya karena dianggap tidak selesai bekerja.
Padahal Kadis LHK itu hanya eksekutor yang mengeksekusi kebijakan politik antara eksekutif dengan legislatif. Eksekutif dikomandani tim TAPD dan legislatif di Banggarlah yang membahas tentang itu.
"Kepala dinas itu hanya menjalankan keputusan politik yang sudah selesai. Nah, kalau dia dianggap tidak mampu menyelesaikannya itu karena persoalan perumusan kebijakan di awal yang sudah memang tidak selesai. Itulah logis berfikirnya," kata Saiman.
Saiman menjelaskan, kalau keputusan di awalnya tidak selesai karena ada proses perumusan kebijakan yang diintervensi dan sebagainya, kemudian ketika dia selesai menjadi sebuah kebijakan publik, maka eksekutif sebagai lembaga yang mengeksekusi yang menjalankan kebijakan juga disandera oleh kebijakan yang seperti itu.
Dia menilai, secara politik wali kota punya tanggung jawab moral melimpahkan kesalahannya ke Kepala Dinas LHK dengan cara membebastugaskannya.
"Bukan itu poinnya. Harusnya dalam persoalan sampah itu wali kota memperkuat Kadisnya bukan malah membebastugaskan. Saking emergencynya masalah sampah ini kalau bisa Kadisnya ditambah dua, tiga atau bahkan sampai lima orang untuk bisa menyelesaikan sampah itu. Jangan mencopot hanya untuk menghindar dari masalah sampah,’’ tegasnya mempertanyakan.
Azwan Plt Kadis DLHK
Sementara itu, Kepala DLHK Pekanbaru Agus Pramono yang sebelumnya dibebastugaskan sementara, kini resmi non-job alias tak lagi menjabat. Ini merupakan rekomendasi dari tim internal Pemko Pekanbaru bentukan Wako.
Usai Agus tak lagi menjabat, Drs Azwan MSi yang merupakan Asisten I Bidang Pemerintah Sekretariat Kota (Setko) Pekanbaru ditunjuk menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Kadis LHK. Proses pembebastugasan Agus secara penuh dan ditempatkan sebagai fungsional di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pekanbaru berlangsung Jumat (26/2) pagi di Kantor Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Pekanbaru.
Sekretaris Kota (Sekko) Pekanbaru, H Muhammad Jamil MAg MSi saat dikonfirmasi wartawan, menyebutkan, ini merupakan hasil pemeriksaan tim yang sebelumnya sudah dilakukan. "Sudah ada hasil pemeriksaan tim. Saya kebetulan tidak bagian dari tim, namun laporannya sudah ada hasil. Hasilnya itu dilakukan pemberhentian (bebas tugas, red)," kata Jamil.
Sementara itu, Kepala BKPSDM Pekanbaru Baharuddin dikonfirmasi terpisah menyebutkan, Azwan langsung efektif menjabat Plt Kepala DLHK Pekanbaru. ‘‘Plt-nya Pak Azwan. Langsung efektif setelah Pak Agus Pramono dibebastugaskan,’’ jelasnya.
Kepada Riau Pos, Jamil menjelaskan lebih lanjut terkait Agus Pramono tersebut. ‘‘Ini (pembebastugasan, red) rekomendasi tim internal Pemko berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 53 tentang disiplin pegawai. Bukan dari KASN,’’ jawabnya.(ali/nda/yls)