PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) atas vonis bebas yang diterima Syafrudin. Kini, jaksa tengah menyusun memori kasasi sebelum diserahkan ke Mahakamah Agung melalui Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru.
Syafrudin merupakan terdakwa dugaan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) 20×20 meter di Jalan Yos Sudarso, Kecamatan Rumbai, Pekanbaru. Oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), kakek berusia 69 tahun dituntut pidana penjara 4 tahun dan denda Rp3 miliar.
Akan tetapi, majelis hakim yang ketuai, Sorta Ria Neva memvonis bebas bapak enam anak tersebut. Hal ini, karena majelis hakim menilai Syafrudin tidak terbukti tindak pidana sebagaimana dakwan kesatu dan kedua JPU.
Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Pekanbaru, Robi Harianto mengatakan, pihaknya telah menerima salinan putusan perkara karhutla atas terdakwa Syafrudin. Putusan ini, kata dia, baru diterima dari PN Pekanbaru, beberapa hari yang lalu. "Kami baru terima salinan putusan lengkapnya dari PN Pekanbaru," ungkap Robi kepada Riau Pos, Rabu (12/2) kemarin.
Saat ini, lanjut Robi, pihaknya tengah menyusun memori kasasi untuk diserahkan ke MA melalui PN Pekanbaru. Memori kasasi ini merupakan risalah pemohon kasasi yang berisi alasan atau keberatan terhadap putusan pengadilan. "Kami sedang menyusun memori kasasi. Kami berupaya merampungkan secepatnya," sebut Kasi Pidum Kejari Pekanbaru.
Ketika ditanya kapan memori kasasi itu diserahkan, Robi mengatakan, secepatnya. Karena disampaikan dia, pihaknya memiliki waktu selama 14 hari untuk menyerahkan memori kasasi sesudah putusan Pengadilan diberitahukan kepada JPU. "Secepatnya, kami serahkan memori kasasi itu," imbuh Robi.
Sebelumnya, Syafrudin dinyatakan tidak bersalah oleh majelis hakim yang ketuai, Sorta Ria Neva pada sidang beragendakan pembacaan amar putusan di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Selasa (4/2) lalu. Sorta menilai petani berusia 69 tahun tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dakwan kesatu dan kedua Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Hal itu berdasarkan pertimbangan hukum di antaranya, JPU tidak bisa menghadirkan saksi ahli dalam persidangan untuk menguatkan alat bukti berupa surat uji laboratorium mengenai dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air laut atau kriteria baku kerusakan lingkungan.
Karena keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan sebagaimana yang dimaksud dalam rumusan KUHAP Pasal 186. Dan hal ini, bertolak belakang dengan Surat Keputusan Mahkamah Agung No 36/KMA/SK/II/2013 Tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup.
Sebab, bukti berupa surat antara lain hasil laboratorium mesti dituangkan dalam bentuk tertulis dan dikuatkan dengan keterangan ahli di persidangan.
Perbuatan Syafrudin bukan tindak pidana mengingat kebakaran lahan tidak mencapai 2 hektare. Kemudian, Syafrudin membakar bukan untuk membuka lahan, melainkan untuk berladang atau menanam tanaman palawija yang telah dilakukannya sejak tahun 1993 lalu. Sehingga unsur kesengajaan yang didakwaan kepadanya tidak terpenuhi.
Perkara yang dihadapinya berawal pada Maret 2019 lalu. Kala itu, Syafrudin membersihkan lahan 20×20 meter yang telah digarapnya sejak 1993 untuk menanam tanaman palawija untuk menghidupi keluarganya. (rir)