Sabtu, 27 Juli 2024

PTPN V Targetkan Sertifikasi ISCC untuk Seluruh Unit Pabrik

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — PT Per­kebunan Nusantara V me­nargetkan meraih standar karbon internasional atau International Sustainability and Carbon Certification (ISCC) sampai dengan 100 persen dalam waktu dekat.

 

- Advertisement -

"Kami berkomitmen untuk terus menekan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari seluruh rangkaian kegiatan produksi perkebunan sawit. Sertifikasi ISCC ini menunjukkan produk yang kami hasilkan telah memenuhi standar energi terbarukan Uni Eropa (UE Renewable Energy Directive), serta komitmen kami sebagai produsen CPO yang bertanggung jawab terhadap lingkungan," kata Direktur Utama PTPN V Jatmiko Krisna Santosa di Jakarta, Kamis (7/11).

Menurut Jatmiko, sebagai anak perusahaan perkebunan nusantara yang merupakan perkebunan negara, PTPN V telah mengaplikasikan standar sawit berkelanjutan berupa Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) dan ISCC untuk menembus ekspor sawit ke Eropa.

Jatmiko mengatakan tidak ada cara lain bagi PTPN V untuk terus menekan limbah produksi dan emisi gas rumah kaca dengan cara memanfaatkan  seluruh bagian dari proses produksi  sawit, salah satunya menjadikannya sebagai energi.

- Advertisement -
Baca Juga:  Polisi Amankan Seorang Terduga Pelaku Curanmor 

"Seperti diketahui dari 100 ton kelapa sawit, hanya 24 persen saja yang dapat dimanfaatkan menjadi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), sedangkan sisanya berupa serat, cangkang, limbah cair, gas metan harus dicarikan solusinya," kata Jatmiko saat tampil sebagai pembicara dalam  seminar ILCAN Conference Series on Life Cycle Assessment mengenai pengelolaan kebun berkelanjutan di BPPT Jakarta.

Menurut Jatmiko salah satu yang tengah dimanfaatkan adalah limbah cair yang diolah menjadi gas metan untuk pembangkit listrik. Sampai saat ini produksi listrik itu masih dipergunakan untuk mendukung produksi perusahaan, peluang bersinergi dengan PLN juga kita sambut baik. "Dari sebanyak 12 unit pabrik, sudah ada tiga unit yang siap menghasilkan bio gas," ujarnya.

Dengan mengadopsi teknologi ramah lingkungan ini, produsen CPO akan mendapatkan tambahan insentif sebesar 12 sampai 13 dolar AS per ton di pasar Eropa. "Jadi pemanfaatan gas metan ini selain dapat menekan biaya juga mendapat nilai tambah," tambahnya.

Baca Juga:  Antisipasi Kenaikan Harga Jelang Idulfitri

Jatmiko mengatakan kalau mengacu kepada energi yang dihasilkan melalui teknologi bio gas ini perusahaan mendapatkan tambahan pendapatan Rp34 miliar per tahun dari insentif penjualan CPO bersertifikat.

Jatmiko juga menyampaikan PTPN V saat ini memiliki lahan seluas 86 ribu hektare tersebar di lima kabupaten Provinsi Riau yang menghasilkan 500 ribu ton CPO per tahun.

Jatmiko mengatakan perusahaan juga telah mengikuti Life Cycle Assessment (LCA) untuk mengukur penerapan produksi ramah lingkungan dengan melihat rantai produksi sebagai upaya mengurangi dampak emisi gas rumah kaca.

"LCA dapat menghitung berapa emisi yang dihasilkan mulai dari penggunaan traktor saat membuka lahan, kendaraan pengangkut serta apa saja yang telah diupayakan sebagai faktor pengurangnya," kata Jatmiko.(eca/ifr)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — PT Per­kebunan Nusantara V me­nargetkan meraih standar karbon internasional atau International Sustainability and Carbon Certification (ISCC) sampai dengan 100 persen dalam waktu dekat.

 

"Kami berkomitmen untuk terus menekan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari seluruh rangkaian kegiatan produksi perkebunan sawit. Sertifikasi ISCC ini menunjukkan produk yang kami hasilkan telah memenuhi standar energi terbarukan Uni Eropa (UE Renewable Energy Directive), serta komitmen kami sebagai produsen CPO yang bertanggung jawab terhadap lingkungan," kata Direktur Utama PTPN V Jatmiko Krisna Santosa di Jakarta, Kamis (7/11).

Menurut Jatmiko, sebagai anak perusahaan perkebunan nusantara yang merupakan perkebunan negara, PTPN V telah mengaplikasikan standar sawit berkelanjutan berupa Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) dan ISCC untuk menembus ekspor sawit ke Eropa.

Jatmiko mengatakan tidak ada cara lain bagi PTPN V untuk terus menekan limbah produksi dan emisi gas rumah kaca dengan cara memanfaatkan  seluruh bagian dari proses produksi  sawit, salah satunya menjadikannya sebagai energi.

Baca Juga:  Legislator Rohul Apresiasi Kontribusi PTPN V

"Seperti diketahui dari 100 ton kelapa sawit, hanya 24 persen saja yang dapat dimanfaatkan menjadi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), sedangkan sisanya berupa serat, cangkang, limbah cair, gas metan harus dicarikan solusinya," kata Jatmiko saat tampil sebagai pembicara dalam  seminar ILCAN Conference Series on Life Cycle Assessment mengenai pengelolaan kebun berkelanjutan di BPPT Jakarta.

Menurut Jatmiko salah satu yang tengah dimanfaatkan adalah limbah cair yang diolah menjadi gas metan untuk pembangkit listrik. Sampai saat ini produksi listrik itu masih dipergunakan untuk mendukung produksi perusahaan, peluang bersinergi dengan PLN juga kita sambut baik. "Dari sebanyak 12 unit pabrik, sudah ada tiga unit yang siap menghasilkan bio gas," ujarnya.

Dengan mengadopsi teknologi ramah lingkungan ini, produsen CPO akan mendapatkan tambahan insentif sebesar 12 sampai 13 dolar AS per ton di pasar Eropa. "Jadi pemanfaatan gas metan ini selain dapat menekan biaya juga mendapat nilai tambah," tambahnya.

Baca Juga:  SPALD Ancam Keselamatan

Jatmiko mengatakan kalau mengacu kepada energi yang dihasilkan melalui teknologi bio gas ini perusahaan mendapatkan tambahan pendapatan Rp34 miliar per tahun dari insentif penjualan CPO bersertifikat.

Jatmiko juga menyampaikan PTPN V saat ini memiliki lahan seluas 86 ribu hektare tersebar di lima kabupaten Provinsi Riau yang menghasilkan 500 ribu ton CPO per tahun.

Jatmiko mengatakan perusahaan juga telah mengikuti Life Cycle Assessment (LCA) untuk mengukur penerapan produksi ramah lingkungan dengan melihat rantai produksi sebagai upaya mengurangi dampak emisi gas rumah kaca.

"LCA dapat menghitung berapa emisi yang dihasilkan mulai dari penggunaan traktor saat membuka lahan, kendaraan pengangkut serta apa saja yang telah diupayakan sebagai faktor pengurangnya," kata Jatmiko.(eca/ifr)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari