Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Lebih Baik Mati di Tanah Sendiri

Masyarakat Desa Gondai Pelalawan, Riau, meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan mengatasi persoalan lahan masyarakat. Menurut warga, lahan mereka diserobot korporasi PT Nusa Wana Raya (NWR) mengingat kericuhan telah mengakibatkan korban luka yang saat ini mencapai belasan orang.

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — "Mereka  menyerobot lahan kami, sejak puluhan tahun kami hidup dengan perkebunan dan sekarang mereka merebut sumber ekonomi kami," kata Aisyah, warga Desa Gondai, Kecamatan Langgam, Pelalawan, Riau pascakerusuhan.

Aisyah mengungkap dirinya bersama seribuan keluarga petani Desa Gondai akan mati-matian mempertahankan sumber kehidupan mereka sekalipun nyawa taruhannya. “Lebih baik kami mati dan dikubur di tanah kami ini daripada mati kelaparan sampai tujuh keturunan,” katanya.

Sementara itu Ketua Koperasi Gondai Bersatu Muhamad Setiawan menjelaskan akibat konflik dan bentrokan yang terjadi beberapa hari lalu, sejumlah terluka, satu di antaranya sempat kritis akibat sobek di bagian kepala.

"Kami berharap presiden turun tangan atasi masalah rakyatnya, cabut izin NWR dan kembalikan 26 ribu hektare lahan yang mereka kuasai sekarang ke masyarakat,” katanya.

Baca Juga:  Atasi Kesulitan Ekonomi, Bapera Siap Bantu Pemerintah

Dia mengungkap, jika pemerintah berani mencabut izin NWR maka rakyat siap untuk membantu pemerintah dalam memenuhi pendapatan asli daerah (PAD) dari pajak bumi dan perkebunan.

Bayangkan saja, lanjut dia, jika 26.000 hektare lahan dilepas ke masyarakat pemerintah akan mendapatkan pendapatan pajak dari rakyat sebesar Rp1,8 triliun setiap tahun. Jumlah itu dikalkulasikan dengan perhitungan pajak Rp7 juta per hektare per tahun dikalikan luas lahan NWR yang mencapai 26 ribu hektare.

Dengan demikian, lanjutnya, maka pemerintah sesungguhnya tidak perlu lagi berpihak ke korporasi yang kerap mengadu kepentingan rakyat dengan aparat.

Kuasa hukum Koperasi Gondai Bersatu, Asep Ruhiat, meminta pertanggungjawaban dari pihak terkait pascaperistiwa bentrok yang melukai rakyat dan seorang wartawan MNC Media Indra Yoserizal.

"Kami juga memohon ke Presiden Jokowi untuk memerintahkan Menteri KLHK segera mencabut SK nomor 44 dan SK nomor 241 soal izin NWR untuk lahan seluas 26.000 hektare agar dikembalikan ke rakyat," kata Asep.

Baca Juga:  Alumni UIN Terlibat 51 Persen Proyek PLTS

Sudah saatnya negara memperhatikan rakyatnya dan Presiden Jokowi, tegas Asep, juga harus turun langsung ke lokasi kejadian untuk mendengar langsung jeritan petani akibat penggusuran paksa yang melukai mereka.

"Karena semuanya sudah tidak didengarkan oleh mereka. Anggota DPRD Riau, DPR RI, bahkan Staf Kepresidenan RI kemarin sudah turun ke lokasi meminta penghentian eksekusi, namun eksekusi tetap saja dilaksanakan," katanya melalui rilis yang diterima Riau Pos.

Peristiwa bentrok antara kepolisian dan security NWR dengan masyarakat sebelumnya sempat terjadi di lokasi yang menjadi target eksekusi, sepuluh orang warga terluka, beberapa sempat kritis.

Selain warga, seorang jurnalis MNC Media Indra Yoserizal juga sempat dianiaya, perangkat kerjanya dirusak, hingga disekap. "Saya ditendang, diseret layaknya binatang," kata Indra.

Pihak NWR yang coba dikonfirmasi pascakerusuhan memang sedikit berkomentar kepada media. Namun secara menyeluruh persoalan ini sudah sampai pada mekanisme hukum dan dikabarkan eksekusi lahan juga sudah sesuai aturan hukum berlaku.(gem)

Laporan EKA GUSMADI PUTRA, Pekanbaru

Masyarakat Desa Gondai Pelalawan, Riau, meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan mengatasi persoalan lahan masyarakat. Menurut warga, lahan mereka diserobot korporasi PT Nusa Wana Raya (NWR) mengingat kericuhan telah mengakibatkan korban luka yang saat ini mencapai belasan orang.

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — "Mereka  menyerobot lahan kami, sejak puluhan tahun kami hidup dengan perkebunan dan sekarang mereka merebut sumber ekonomi kami," kata Aisyah, warga Desa Gondai, Kecamatan Langgam, Pelalawan, Riau pascakerusuhan.

- Advertisement -

Aisyah mengungkap dirinya bersama seribuan keluarga petani Desa Gondai akan mati-matian mempertahankan sumber kehidupan mereka sekalipun nyawa taruhannya. “Lebih baik kami mati dan dikubur di tanah kami ini daripada mati kelaparan sampai tujuh keturunan,” katanya.

Sementara itu Ketua Koperasi Gondai Bersatu Muhamad Setiawan menjelaskan akibat konflik dan bentrokan yang terjadi beberapa hari lalu, sejumlah terluka, satu di antaranya sempat kritis akibat sobek di bagian kepala.

- Advertisement -

"Kami berharap presiden turun tangan atasi masalah rakyatnya, cabut izin NWR dan kembalikan 26 ribu hektare lahan yang mereka kuasai sekarang ke masyarakat,” katanya.

Baca Juga:  Banting Stir, Mobil Masuk Parit

Dia mengungkap, jika pemerintah berani mencabut izin NWR maka rakyat siap untuk membantu pemerintah dalam memenuhi pendapatan asli daerah (PAD) dari pajak bumi dan perkebunan.

Bayangkan saja, lanjut dia, jika 26.000 hektare lahan dilepas ke masyarakat pemerintah akan mendapatkan pendapatan pajak dari rakyat sebesar Rp1,8 triliun setiap tahun. Jumlah itu dikalkulasikan dengan perhitungan pajak Rp7 juta per hektare per tahun dikalikan luas lahan NWR yang mencapai 26 ribu hektare.

Dengan demikian, lanjutnya, maka pemerintah sesungguhnya tidak perlu lagi berpihak ke korporasi yang kerap mengadu kepentingan rakyat dengan aparat.

Kuasa hukum Koperasi Gondai Bersatu, Asep Ruhiat, meminta pertanggungjawaban dari pihak terkait pascaperistiwa bentrok yang melukai rakyat dan seorang wartawan MNC Media Indra Yoserizal.

"Kami juga memohon ke Presiden Jokowi untuk memerintahkan Menteri KLHK segera mencabut SK nomor 44 dan SK nomor 241 soal izin NWR untuk lahan seluas 26.000 hektare agar dikembalikan ke rakyat," kata Asep.

Baca Juga:  Prokes Longgar, Tim Turun Awasi Sekolah

Sudah saatnya negara memperhatikan rakyatnya dan Presiden Jokowi, tegas Asep, juga harus turun langsung ke lokasi kejadian untuk mendengar langsung jeritan petani akibat penggusuran paksa yang melukai mereka.

"Karena semuanya sudah tidak didengarkan oleh mereka. Anggota DPRD Riau, DPR RI, bahkan Staf Kepresidenan RI kemarin sudah turun ke lokasi meminta penghentian eksekusi, namun eksekusi tetap saja dilaksanakan," katanya melalui rilis yang diterima Riau Pos.

Peristiwa bentrok antara kepolisian dan security NWR dengan masyarakat sebelumnya sempat terjadi di lokasi yang menjadi target eksekusi, sepuluh orang warga terluka, beberapa sempat kritis.

Selain warga, seorang jurnalis MNC Media Indra Yoserizal juga sempat dianiaya, perangkat kerjanya dirusak, hingga disekap. "Saya ditendang, diseret layaknya binatang," kata Indra.

Pihak NWR yang coba dikonfirmasi pascakerusuhan memang sedikit berkomentar kepada media. Namun secara menyeluruh persoalan ini sudah sampai pada mekanisme hukum dan dikabarkan eksekusi lahan juga sudah sesuai aturan hukum berlaku.(gem)

Laporan EKA GUSMADI PUTRA, Pekanbaru

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari