PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — VAKSIN menjadi satu-satunya jaminan medis bagi dunia untuk terbebas dari pandemi Covid-19. Karena itu, sebelum vaksin ditemukan, tidak ada yang bisa memberikan garansi kapan pandemi akan berakhir. Dalam arti tidak akan ada lagi yang tertular. arena itu, jalan tengahnya adalah membuat situasi normal yang baru sampai ada vaksin.
Hal itu disampaikan Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo usai rapat kabinet terbatas (ratas) virtual yang dipimpin Presiden Joko Widodo, Senin (4/5). Dalam ratas tersebut, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengingatkan bahwa sebelum ada vaksin maka kita belum akan aman dari Covid-19. Karena itu, untuk benar-benar bisa pulih seperti semula tetap memerlukan waktu yang lama.
"Kalau toh kita normal dalam arti kata normal dengan gaya baru, dengan tetap gunakan masker, jaga jarak, dan mencuci tangan," terang Doni menirukan penyampaian Airlangga.
Saat ini, tutur Doni, laju penularan Covid-19 di Indonesia mulai melambat. Meskipun demikian, dalam ratas Presiden meminta agar perlambatan tersebut tidak membuat kita semua jadi kendor dalam menghadapinya. Masyarakat tetap harus patuh terhadap protokol kesehatan. Baik itu physical distancing, social distancing, cuci tangan, pakai masker, dan upaya pencegahan penularan lainnya.
Kebiasaan menyentuh mata, hidung, dan mulut dalam kondisi tangan tidak bersih juga harus tetap dihilangkan. Area-area sensitif wajah berpotensi menjadi sarana penularan penyakit bila tangan kita tidak bersih. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) harus menjadi kebiasaan dan terus diterapkan dengan disiplin meskipun kenaikan kasus melambat. Itu adalah bagian dari kehidupan normal yang baru.
Gugus Tugas, tutur mantan Danpaspampres itu, telah mengusulkan kepada Presiden agar perubahan perilaku disosialisasikan terus menerus.
"Ini tidak cukup disampaikan hanya sekali, perlu disampaikan berulang kali," ujar Doni.
Tujuannya, memunculkan kesadaran kolektif di masyarakat. Selama belum ada vaksin, tidak bisa dipastikan apakah orang yang berada dekat dengan kita membawa penyakit atau tidak. Karena itu, kalaupun nanti penularan sudah makin berkurang maka kehidupan masyarakat tetap sama seperti saat ini. "Akan dipengaruhi oleh perilaku-perilaku yang relatif menurut kita semua sebenarnya tidak nyaman," ujar Doni.
Masyarakat harus tetap memakai masker, jaga jarak, sering cuci tangan, dan berkegiatan di luar rumah hanya bila kegiatannya penting sekali. Dalam ratas kemarin, Presiden meminta sejumlah klaster dimonitor secara ketat.
"Ada klaster pekerja migran, jamaah tabligh, Gowa, rembesan pemudik, ada klaster industri," terangnya.
Pekerja migran misalnya, laporan terakhir ada 89 ribu orang yang sudah kembali. Sepanjang bulan ini akan bertambah lagi sekitar 16 ribu. Berikutnya adalah klaster industri. Presiden meminta agar dipastikan kembali industri apa saja yang diizinkan beroperasi sepanjang pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
"Harus dicek di lapangan mereka melakukan protokol keshaatan secara ketat atau tidak," lanjut mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Berkaitan dengan pengawasan tersebut, Presiden meminta penerapan PSBB di 4 provinsi dan 22 kabupaten/kota dievaluasi. Sehingga bisa segera terlihat mana saja kekurangannya dan bisa langsung diambil kebijakan perbaikan. Daerah juga harus punya target terukur. Misalnya jumlah pengujian sampel hingga pelacakan agresif.
"Termasuk di dalamunya pengawasan dalam penanganan pasien. Isolasi yang ketat harus dilakukan dan termonitor dengan baik. Karena saya melihat sudah positif saja masih bisa lari dari rumah sakit, yang PDP (pasien dalam pengawasan) masih beraktivitas ke sana ke mari. Juga monitoring proteksi terhadap kelompok-kelompok rentan," tambah Presiden.
Tes PCR Terkendala SDM
Pemerintah mengklaim bahwa telah terjadi perlambatan laju penularan Covid-19. Saat ini, perlambatan tersebut ada di kisaran 11 persen. meskipun demikian, di saat bersamaan pemerintah juga mengakui bahwa jumlah tes PCR belum bisa dilakukan sebanyak yang ditargetkan, yakni 10 ribu tes per hari.
Doni menuturkan, sejak dua pekan lalu Presiden sudah meminta agar setiap hari dilakukan minimal 10 ribu tes PCR. Karena peralatan tes sudah didatangkan untuk menambah kapasitas. Begitu pula dengan reagen.
"Tetapi kenyataannya data rill sampai dengan saat sekarang ini baru berkisar antara 6 sampai dengan 7 ribu spesimen saja (per hari)," terangnya.
Saat ini sudah ada 59 lab yang mampu mengerjakan tes PCR. Kemudian, Gugus Tugas sudah mendatangkan lagi 500 ribu VTN dan RNA sehingga jumlah stok reagen menjadi 1 juta. Melainkan jumlah SDM yang mengerjakannya.
"Sejauh ini kendalanya adalah sumber daya di tiap lab. Belum optimal (karena) masih terbatasnya tenaga personel," ungkap jenderal bintang 3 itu.
Target awal, petugas lab bisa bekerja 24 jam. Namun, karena keterbatasan personel, mereka hanya mampu bekerja 8 jam sehari. Gugus Tugas Pusat telah minta bantuan kepada PB IDI dan seluruh IDI wilayah memberikan dukungan agar testing masif bisa optimal. Diharapkan, paling tidak peningkatan SDM bisa membuat kerja pengetesan bisa berlangsung 16 jam sehari.
"Jadi kalau sudah bisa 16 jam dari yang sekarang 8 jam, berarti sudah di atas 12 ribu (spesimen per hari) karena reagen tersedia," jelasnya.
Karena komponen-komponen pendukung tes swab sudah tersedia. Tinggal memaksimalkan penggunanya. Pihaknya masih menunggu beberapa hari ke depan untuk memastikan laboratorium bisa bekerja 16 jam per hari dan mengetes lebih dari 10 ribu spesimen per hari. Dari situ, baru bisa diketahui lebih pasti lagi daerah mana yang mengalami penurunan secara signifikan. Juga daerah mana yang kurvanya mendatar dan yang mungkin mengalami peningkatan.
Sementara itu, hingga kemarin (4/5), Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mencatat jumlah kasus sembuh bertambah sebanyak 78 orang hingga totalnya menjadi 1.954. Jubir Pemerintah Untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengungkapkan, laju pertumbuhan pasien sembuh masih didominasi oleh Provinsi DKI Jakarta dengan sebaran pasien sembuh terbanyak yakni 632 orang, disusul Sulawesi Selatan 199 orang, Jawa Timur sebanyak 178 orang, Jawa Barat 159 orang, Bali 159 orang dan wilayah lain di Indonesia sehingga total mencapai 1.954 orang.
Meski demikian, laju pertambahan pasien positif juga masih kencang. Dengan pertumbuhan rata-rata di angka 300-an. Hingga kemarin, jumlah kasus terkonfirmasi positif menjadi total 11.587 orang setelah ada penambahan sebanyak 395 orang. "Sedangkan jumlah kasus meninggal yang disebabkan Covid-19 bertambah menjadi 864 setelah ada penambahan sebanyak 19 orang," jelas Yuri.
Dalam hal ini, kata Yuri, ada faktor penyakit penyerta atau komorbiditas hipertensi, diabetes, jantung dan penyakit paru-paru, yang memperburuk kondisi pasien hingga meninggal dunia. Akumulasi data tersebut diambil dari hasil uji spesimen sebanyak 116.861 yang dilakukan menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) di 89 laboratorium. Sebanyak 86.061 kasus spesimen yang diperiksa didapatkan data 11.587 positif dan 74.474 negatif. Kemudian untuk jumlah orang dalam pemantauan (ODP) menjadi 238.178 orang dan pasien dalam pengawasan (PDP) menjadi 24.020 orang. Data tersebut diambil dari 34 provinsi dan 331 kabupaten/kota di Tanah Air.
"Dari akumulasi data tersebut sekaligus menunjukkan bahwa sebanyak 18 provinsi tidak melaporkan penambahan kasus positif baru," pungkasnya.(byu/tau/jpg)