Tetap Produksi Meski Jual Beli Lesu

Dari tangan cekatan Syafrudin, layang-layang berkualitas bagus dihasilkan. Berbahan dasar bambu dari Sumatera Barat, layangan tersebut jadi primadona warga, terutama anak-anak setempat.

 

- Advertisement -

(RIAUPOS.CO) – Di teras kedai harian kawasan Jalan Budi Luhur, Kecamatan Tenayan Raya Pekanbaru, Syafrudin tengah asyik merangkai bambu dan kertas minyak untuk dirangkai jadi layang-layang. Aktivitas ini telah dijalaninya selama puluhan tahun lalu. Namun, karena pandemi Covid-19, produksi layang-layang partai kecilnya itu juga terdampak.

Jemari kakek berusia 60 tahunan ini tampak masih lincah merangkai tangkai bambu yang telah dipotong-potong. Bermodalkan bambu, kertas, lem serta pisau, tak perlu waktu lama,  rangka layang-layang berhasil diproduksi.

- Advertisement -

Meski dibuat secara tradisional, Syafrudin tak ingin layangan buatannya tersebut berkualitas buruk. Untuk menjaga cita rasa lawas tersebut, dia pun menggunakan bahan dasar bambu yang sengaja didatangkan dari kampung halamannya Sumatera Barat (Sumbar).

"Ya, bambunya kita ambil dari Sumbar, kalau bambu dari sini (Riau, red) kurang bagus. Bisa patah-patah," katanya, saat disambangi Riau Pos.

Bahan baku itu menjadi ciri khas dan pembeda dari layangan karya tangan Syafrudin. Ciri khasnya tersebut pun membuat masyarakat membeli layangan buatannya.

Ada 4 jenis layangan yang dijual oleh pria ini, yakni jenis keribik, layangan pongkeng, layangan burung dan layang dengung. Keempat jenis layangan ini dijual dengan harga yang berbeda-beda.

"Ada yang harganya Rp 50 ribu, Rp60 ribu, Rp100 ribu bahkan sampai Rp250 ribu, tergantung jenisnya," ujarnya.

Syafrudin mengaku, tak ada kesulitan dalam membuat permainan tradisional yang biasa dimainkan anak-anak ini. Lantaran dirinya sudah puluhan tahun melakoni rutinitas ini.

"Sudah puluhan tahun saya buat layangan ini," tuturnya.

Dari segi penjualan, Syafrudin mengaku hanya mampu menjual 2 sampai 3 layangan dalam sehari. Apalagi di masa pandemi Covid-19 ini. Dirinya juga sempat vakum karena tidak ada peminat sama sekali.

"Proses produksinya dari pagi sampai malam. Sehari biasa laku 2 atau 3, ya hitung-hitung nambah penghasilan," tuturnya.

Jika untuk memenuhi keperluan hidup, hasil dari layangan tersebut tidaklah seberapa. Dia pun tak hanya menggantungkan nasib dari situ. Namun, Syafrudin bersama keluarga juga menggantungkan nasib dari hasil kedai harian yang dikelolanya di kawasan Tenayan Raya.(p)

Laporan panji, Pekanbaru

 

Dari tangan cekatan Syafrudin, layang-layang berkualitas bagus dihasilkan. Berbahan dasar bambu dari Sumatera Barat, layangan tersebut jadi primadona warga, terutama anak-anak setempat.

 

(RIAUPOS.CO) – Di teras kedai harian kawasan Jalan Budi Luhur, Kecamatan Tenayan Raya Pekanbaru, Syafrudin tengah asyik merangkai bambu dan kertas minyak untuk dirangkai jadi layang-layang. Aktivitas ini telah dijalaninya selama puluhan tahun lalu. Namun, karena pandemi Covid-19, produksi layang-layang partai kecilnya itu juga terdampak.

Jemari kakek berusia 60 tahunan ini tampak masih lincah merangkai tangkai bambu yang telah dipotong-potong. Bermodalkan bambu, kertas, lem serta pisau, tak perlu waktu lama,  rangka layang-layang berhasil diproduksi.

Meski dibuat secara tradisional, Syafrudin tak ingin layangan buatannya tersebut berkualitas buruk. Untuk menjaga cita rasa lawas tersebut, dia pun menggunakan bahan dasar bambu yang sengaja didatangkan dari kampung halamannya Sumatera Barat (Sumbar).

"Ya, bambunya kita ambil dari Sumbar, kalau bambu dari sini (Riau, red) kurang bagus. Bisa patah-patah," katanya, saat disambangi Riau Pos.

Bahan baku itu menjadi ciri khas dan pembeda dari layangan karya tangan Syafrudin. Ciri khasnya tersebut pun membuat masyarakat membeli layangan buatannya.

Ada 4 jenis layangan yang dijual oleh pria ini, yakni jenis keribik, layangan pongkeng, layangan burung dan layang dengung. Keempat jenis layangan ini dijual dengan harga yang berbeda-beda.

"Ada yang harganya Rp 50 ribu, Rp60 ribu, Rp100 ribu bahkan sampai Rp250 ribu, tergantung jenisnya," ujarnya.

Syafrudin mengaku, tak ada kesulitan dalam membuat permainan tradisional yang biasa dimainkan anak-anak ini. Lantaran dirinya sudah puluhan tahun melakoni rutinitas ini.

"Sudah puluhan tahun saya buat layangan ini," tuturnya.

Dari segi penjualan, Syafrudin mengaku hanya mampu menjual 2 sampai 3 layangan dalam sehari. Apalagi di masa pandemi Covid-19 ini. Dirinya juga sempat vakum karena tidak ada peminat sama sekali.

"Proses produksinya dari pagi sampai malam. Sehari biasa laku 2 atau 3, ya hitung-hitung nambah penghasilan," tuturnya.

Jika untuk memenuhi keperluan hidup, hasil dari layangan tersebut tidaklah seberapa. Dia pun tak hanya menggantungkan nasib dari situ. Namun, Syafrudin bersama keluarga juga menggantungkan nasib dari hasil kedai harian yang dikelolanya di kawasan Tenayan Raya.(p)

Laporan panji, Pekanbaru

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya