Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Mengenal Sindrom Cushing

Pendahuluan
Sindrom Cushing adalah kumpulan gejala berupa gangguan metabolik seperti penambahan berat badan, muka bulat (moon face), tekanan darah tinggi (hipertensi), kegemukan (obesitas), penumpukan jaringan lemak pada bahu dan leher, penipisan kulit yang disertai dengan memar dan stretch marks, peningkatan kadar gula darah dan gangguan pembekuan darah. Kumpulan gejala (sindrom) ini terjadi akibat kadar hormon kortisol yang tinggi di dalam darah sehingga sindroma ini juga dikenal dengan nama hiperkortisolisme.

Hormon kortisol dibentuk oleh kelenjar adrenal karena adanya rangsangan dari hormon adrenocorticotropic hormone (ACTH) yang berasal dari kelenjar hipofisis di otak bagian bawah. Hormon ACTH sendiri akan bekerja sebagai respon terhadap hormon hypothalamic corticotropin-releasing hormone (CRH) yang dihasilkan hipotalamus di otak.

Hormon kortisol berfungsi dalam mengatur metabolisme tubuh, mengatur tekanan darah, mengurangi peradangan, menjaga fungsi jantung dan pembuluh darah. Kadar hormon kortisol yang tinggi dalam darah dapat terjadi karena peningkatan kortisol dari luar tubuh seperti konsumsi obat-obat kortikosteroid dalam dosis tinggi dan jangka waktu yang lama atau terjadi akibat produksi kortisol yang berlebihan oleh kelenjar adrenal.

Berdasarkan penyebab, cushing syndrome paling banyak terjadi akibat konsumsi obat kortikosteroid (iatrogenic), sedangkan produksi hormon kortisol yang berlebihan oleh kelenjar adrenal paling sering terjadi akibat tumor pada kelenjar adrenal atau tumor pada kelenjar hipofisis.

Epidemiologi
Sindrom Cushing dapat terjadi pada hampir semua orang, baik pria atau wanita. Namun kejadian pada wanita lebih sering. Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada pasien dalam rentang usia 30 hingga 50 tahun, namun sindrom cushing juga bisa diderita anak-anak.

Faktor Resiko
Terdapat beberapa faktor risiko yang menyebabkan seseorang lebih mudah menderita sindrom cushing. Berikut adalah faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya sindrom cushing pada seseorang:

1. Usia
Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada pasien dalam rentang usia 30 hingga 50 tahun. Jika Anda termasuk dalam rentang usia tersebut, risiko Anda untuk menderita penyakit ini jauh lebih besar.

2. Jenis kelamin
Selain faktor usia, jenis kelamin juga dapat memengaruhi. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada pasien berjenis kelamin perempuan dibanding dengan pria.

3. Menderita Diabetes Melitus tipe 2
Penderita Diabetes Melitus tipe 2 memiliki risiko lebih besar untuk terkena sindrom cushing.

4. Memiliki berat badan berlebih atau obesitas
Berat badan berlebih atau obesitas juga dapat meningkatkan risiko untuk terkena sindrom cushing.

5. Memiliki anggota keluarga yang menderita sindrom cushing
Jika di dalam keluarga terdapat anggota keluarga yang menderita penyakit ini, kemungkinan terjadi sindrom cushing juga menjadi leboh besar karena faktor keturunan.

Baca Juga:  Cegah Kanker Darah, Dokter Imbau Masyarakat Hindari Paparan Zat Asing

6. Konsumsi obat kortikosteroid
Orang yang mengkonsumsi obat kortikosteroid dalam dosis besar dan lama seperti yang digunakan penderita asma, penderita autoimun (lupus), pasien radang sendi atau pasien yang menjalani transplantasi. Hal ini bisa terjadi karena obat kortikosteroid memiliki efek yang sama dengan hormon kortisol. Kortikosteroid yang sering menyebabkan sindrom cushing adalah dalam bentuk obat minum dan suntik. Namun, pada kasus yang jarang terjadi, kortikosteroid yang dioleskan atau dihirup juga dapat menyebabkan sindrom cushing, terutama bila digunakan dalam dosis tinggi dan jangka waktu lama.

Gejala Klinis
Tanda dan gejala dari sindrom cushing dapat bervariasi pada masing-masing penderita, tergantung kepada tingkat keparahan dan lama berlangsungnya peningkatan kadar kortisol dalam darah. Gejala-gejala ini dapat muncul mendadak atau bertahap, dan bisa semakin memburuk jika tidak ditangani. Pada umumnya pasien mengalami peningkatan nafsu makan, peningkatan berat badan, penumpukan lemak di daerah muka dan bahu, peningkatan gula darah, hipertensi, gangguan psikologis, osteoporosis dan peningkatan risiko infeksi. Pada wanita, kemungkinan dapat ditemukan tanda-tanda dan gejala seperti pertumbuhan rambut berlebih pada wajah dan beberapa bagian tubuh, menstruasi tidak teratur atau dalam beberapa kasus, menstruasi terhenti selama beberapa waktu. Pada pasien pria dapat mengalami gejala-gejala seperti disfungsi ereksi, kehilangan gairah seksual atau penurunan kesuburan. Anak-anak dengan sindrom cushing biasanya mengalami obesitas dan mengalami keterlambatan pertumbuhan.

Diagnosis Sindrom Cushing
Diagnosis ditegakkan dari keluhan pasien, pemeriksaan fisik dan dapat ditunjang oleh pemeriksaan laboratorium dan radiologi. Pada pemeriksaan fisik, dokter dapat menemukan gejala-gejala seperti wajah bulat, penumpukan jaringan lemak di bahu dan leher, penipisan kulit yang disertai dengan memar dan stretch marks. Beberapa tes laboratorium yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis sindrom cushing antara lain:

1. Pemeriksaan kadar hormon kortisol dalam urin
Pemeriksaan ini untuk mengukur kadar hormon kortisol di dalam urin. Pemeriksaan hormon kortisol dalam urin dilakukan pada urin yang telah dikumpulkan selama 24 jam. Pada penderita sindrom cushing akan didapatkan peningkatan kadar kortisol di dalam urin 24 jam.

2. Low dose dexamethasone suppression test (DST)
DST adalah tes yang dilakukan khusus untuk mendiagnosis sindrom cushing. Tes ini bertujuan untuk mengetahui respon kelenjar adrenal terhadap hormon ACTH. Tes ini dilakukan dengan cara menghitung kadar hormon kortisol setelah pemberian obat dexamethasone dosis kecil/rendah. Prosedur tes ini adalah dengan dengan memberikan dexamethasone dosis rendah yaitu 1 mg pada malam hari, kemudian dilakukan pemeriksaan serum kortisol darah pagi. Dalam keadaan Pada kondisi normal, kadar kortisol yang diperiksa akan rendah, sedangkan pada penderita sindrom cushing kadar kortisol akan meningkat.

Baca Juga:  Adiksi Internet dan Gangguan Fungsi Otak pada Remaja

3. Kadar kortisol serum pagi
Kadar kortisol mengalami peningkatan dan penurunan sepanjang hari. Pada orang yang sehat, kadar kortisol akan menurun secara signifikan di malam hari. Sedangkan pada penderita sindrom cushing akan mengalami peningkatan kortisol pada malam hari. Kadar kortisol serum tinggi biasanya terjadi pada sindrom cushing, penyakit adrenocortical hypersecretion, adrenal cortical hyperplasia, adenoma, primary pigmented nodular adrenocortical disease, dan kondisi-kondisi yang menyebabkan peningkatan ACTH. Selain dalam serum, juga dapat dilakukan pemeriksaan kadar kortisol dalam saliva (air ludah)

4. Pemeriksaan radiologi
CT scan dan MRI dapat menghasilkan gambar yang detail dari kelenjar adrenal dan hipofisis. Dari gambar tersebut, dokter dapat melihat apakah ada kelainan pada kedua kelenjar tersebut sehingga bisa ditentukan penyebab dari sindroma cushing.

5. Pemeriksaan kadar hormon ACTH dalam darah
Jika kadar hormon ACTH pada sampel darah yang diambil termasuk tinggi, ada kemungkinan sindrom cushing ini diakibatkan oleh kelainan pada kelenjar hipofisis.

Pengobatan Sindrom Cushing
Pengobatan sindrom cushing bertujuan untuk mengurangi kadar kortisol di dalam tubuh. Metode pengobatan yang dipilih akan disesuaikan dengan penyebab yang mendasarinya. Beberapa metode pengobatan yang dapat dilakukan oleh dokter untuk mengatasi sindrom cushing adalah seperti mengurangi dosis obat secara bertahap atau menggantinya dengan obat lain jika sindrom cushing disebabkan oleh penggunaan kortikosteroid. Jika sindrom cushing disebabkan oleh tumor, maka dapat dilakukan operasi pengangkatan tumor. Selain itu dapat dilakukan terapi radiasi (radioterapi) jika masih ada tumor yang tersisa setelah operasi atau pasien tidak dapat menjalani prosedur bedah. Jika bedah dan radioterapi tidak efektif mengobati pasien, dapat diberikan obat pengontrol kadar hormon kortisol.

Kompliasi Sindrom Cushing
Jika tidak ditangani dengan baik, sindrom cushing bisa menyebabkan komplikasi serius, seperti depresi berat, diabetes, peningkatan kadar kolesterol tinggi, mudah terserang infeksi, osteoporosis, mudah patah tulang, kehilangan massa otot, penggumpalan darah di kaki atau paru-paru, serangan jantung, stroke bahkan kematian.

Penutup
Meskipun gejala gejala sindroma cushing memiliki banyak kemiripan dengan penyakit lain, namun dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium yang tepat, diagnosis sindrom cushing dapat ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan yang sesuai. Oleh karena sindrom cushing dapat terjadi karena pemakaian obat kortikosteroid yang lama dan dosis besar, maka sebaiknya tidak mengkonsumsi obat kortikosteroid kecuali sesuai dosis dan resep dokter sehingga sindrom cushing iatrogenic dapat dicegah.****

DR DR Fatmawati SpPK (K), Kepala Pelayanan Laboratorium Patologi Klinik RS Awal Bros Pekanbaru

Pendahuluan
Sindrom Cushing adalah kumpulan gejala berupa gangguan metabolik seperti penambahan berat badan, muka bulat (moon face), tekanan darah tinggi (hipertensi), kegemukan (obesitas), penumpukan jaringan lemak pada bahu dan leher, penipisan kulit yang disertai dengan memar dan stretch marks, peningkatan kadar gula darah dan gangguan pembekuan darah. Kumpulan gejala (sindrom) ini terjadi akibat kadar hormon kortisol yang tinggi di dalam darah sehingga sindroma ini juga dikenal dengan nama hiperkortisolisme.

Hormon kortisol dibentuk oleh kelenjar adrenal karena adanya rangsangan dari hormon adrenocorticotropic hormone (ACTH) yang berasal dari kelenjar hipofisis di otak bagian bawah. Hormon ACTH sendiri akan bekerja sebagai respon terhadap hormon hypothalamic corticotropin-releasing hormone (CRH) yang dihasilkan hipotalamus di otak.

- Advertisement -

Hormon kortisol berfungsi dalam mengatur metabolisme tubuh, mengatur tekanan darah, mengurangi peradangan, menjaga fungsi jantung dan pembuluh darah. Kadar hormon kortisol yang tinggi dalam darah dapat terjadi karena peningkatan kortisol dari luar tubuh seperti konsumsi obat-obat kortikosteroid dalam dosis tinggi dan jangka waktu yang lama atau terjadi akibat produksi kortisol yang berlebihan oleh kelenjar adrenal.

Berdasarkan penyebab, cushing syndrome paling banyak terjadi akibat konsumsi obat kortikosteroid (iatrogenic), sedangkan produksi hormon kortisol yang berlebihan oleh kelenjar adrenal paling sering terjadi akibat tumor pada kelenjar adrenal atau tumor pada kelenjar hipofisis.

- Advertisement -

Epidemiologi
Sindrom Cushing dapat terjadi pada hampir semua orang, baik pria atau wanita. Namun kejadian pada wanita lebih sering. Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada pasien dalam rentang usia 30 hingga 50 tahun, namun sindrom cushing juga bisa diderita anak-anak.

Faktor Resiko
Terdapat beberapa faktor risiko yang menyebabkan seseorang lebih mudah menderita sindrom cushing. Berikut adalah faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya sindrom cushing pada seseorang:

1. Usia
Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada pasien dalam rentang usia 30 hingga 50 tahun. Jika Anda termasuk dalam rentang usia tersebut, risiko Anda untuk menderita penyakit ini jauh lebih besar.

2. Jenis kelamin
Selain faktor usia, jenis kelamin juga dapat memengaruhi. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada pasien berjenis kelamin perempuan dibanding dengan pria.

3. Menderita Diabetes Melitus tipe 2
Penderita Diabetes Melitus tipe 2 memiliki risiko lebih besar untuk terkena sindrom cushing.

4. Memiliki berat badan berlebih atau obesitas
Berat badan berlebih atau obesitas juga dapat meningkatkan risiko untuk terkena sindrom cushing.

5. Memiliki anggota keluarga yang menderita sindrom cushing
Jika di dalam keluarga terdapat anggota keluarga yang menderita penyakit ini, kemungkinan terjadi sindrom cushing juga menjadi leboh besar karena faktor keturunan.

Baca Juga:  Waspadai Bahaya Obesitas dan Kaitannya dengan Penyakit Kardiovaskular

6. Konsumsi obat kortikosteroid
Orang yang mengkonsumsi obat kortikosteroid dalam dosis besar dan lama seperti yang digunakan penderita asma, penderita autoimun (lupus), pasien radang sendi atau pasien yang menjalani transplantasi. Hal ini bisa terjadi karena obat kortikosteroid memiliki efek yang sama dengan hormon kortisol. Kortikosteroid yang sering menyebabkan sindrom cushing adalah dalam bentuk obat minum dan suntik. Namun, pada kasus yang jarang terjadi, kortikosteroid yang dioleskan atau dihirup juga dapat menyebabkan sindrom cushing, terutama bila digunakan dalam dosis tinggi dan jangka waktu lama.

Gejala Klinis
Tanda dan gejala dari sindrom cushing dapat bervariasi pada masing-masing penderita, tergantung kepada tingkat keparahan dan lama berlangsungnya peningkatan kadar kortisol dalam darah. Gejala-gejala ini dapat muncul mendadak atau bertahap, dan bisa semakin memburuk jika tidak ditangani. Pada umumnya pasien mengalami peningkatan nafsu makan, peningkatan berat badan, penumpukan lemak di daerah muka dan bahu, peningkatan gula darah, hipertensi, gangguan psikologis, osteoporosis dan peningkatan risiko infeksi. Pada wanita, kemungkinan dapat ditemukan tanda-tanda dan gejala seperti pertumbuhan rambut berlebih pada wajah dan beberapa bagian tubuh, menstruasi tidak teratur atau dalam beberapa kasus, menstruasi terhenti selama beberapa waktu. Pada pasien pria dapat mengalami gejala-gejala seperti disfungsi ereksi, kehilangan gairah seksual atau penurunan kesuburan. Anak-anak dengan sindrom cushing biasanya mengalami obesitas dan mengalami keterlambatan pertumbuhan.

Diagnosis Sindrom Cushing
Diagnosis ditegakkan dari keluhan pasien, pemeriksaan fisik dan dapat ditunjang oleh pemeriksaan laboratorium dan radiologi. Pada pemeriksaan fisik, dokter dapat menemukan gejala-gejala seperti wajah bulat, penumpukan jaringan lemak di bahu dan leher, penipisan kulit yang disertai dengan memar dan stretch marks. Beberapa tes laboratorium yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis sindrom cushing antara lain:

1. Pemeriksaan kadar hormon kortisol dalam urin
Pemeriksaan ini untuk mengukur kadar hormon kortisol di dalam urin. Pemeriksaan hormon kortisol dalam urin dilakukan pada urin yang telah dikumpulkan selama 24 jam. Pada penderita sindrom cushing akan didapatkan peningkatan kadar kortisol di dalam urin 24 jam.

2. Low dose dexamethasone suppression test (DST)
DST adalah tes yang dilakukan khusus untuk mendiagnosis sindrom cushing. Tes ini bertujuan untuk mengetahui respon kelenjar adrenal terhadap hormon ACTH. Tes ini dilakukan dengan cara menghitung kadar hormon kortisol setelah pemberian obat dexamethasone dosis kecil/rendah. Prosedur tes ini adalah dengan dengan memberikan dexamethasone dosis rendah yaitu 1 mg pada malam hari, kemudian dilakukan pemeriksaan serum kortisol darah pagi. Dalam keadaan Pada kondisi normal, kadar kortisol yang diperiksa akan rendah, sedangkan pada penderita sindrom cushing kadar kortisol akan meningkat.

Baca Juga:  RS Awal Bros Gelar Pemeriksaan Kesehatan Gratis

3. Kadar kortisol serum pagi
Kadar kortisol mengalami peningkatan dan penurunan sepanjang hari. Pada orang yang sehat, kadar kortisol akan menurun secara signifikan di malam hari. Sedangkan pada penderita sindrom cushing akan mengalami peningkatan kortisol pada malam hari. Kadar kortisol serum tinggi biasanya terjadi pada sindrom cushing, penyakit adrenocortical hypersecretion, adrenal cortical hyperplasia, adenoma, primary pigmented nodular adrenocortical disease, dan kondisi-kondisi yang menyebabkan peningkatan ACTH. Selain dalam serum, juga dapat dilakukan pemeriksaan kadar kortisol dalam saliva (air ludah)

4. Pemeriksaan radiologi
CT scan dan MRI dapat menghasilkan gambar yang detail dari kelenjar adrenal dan hipofisis. Dari gambar tersebut, dokter dapat melihat apakah ada kelainan pada kedua kelenjar tersebut sehingga bisa ditentukan penyebab dari sindroma cushing.

5. Pemeriksaan kadar hormon ACTH dalam darah
Jika kadar hormon ACTH pada sampel darah yang diambil termasuk tinggi, ada kemungkinan sindrom cushing ini diakibatkan oleh kelainan pada kelenjar hipofisis.

Pengobatan Sindrom Cushing
Pengobatan sindrom cushing bertujuan untuk mengurangi kadar kortisol di dalam tubuh. Metode pengobatan yang dipilih akan disesuaikan dengan penyebab yang mendasarinya. Beberapa metode pengobatan yang dapat dilakukan oleh dokter untuk mengatasi sindrom cushing adalah seperti mengurangi dosis obat secara bertahap atau menggantinya dengan obat lain jika sindrom cushing disebabkan oleh penggunaan kortikosteroid. Jika sindrom cushing disebabkan oleh tumor, maka dapat dilakukan operasi pengangkatan tumor. Selain itu dapat dilakukan terapi radiasi (radioterapi) jika masih ada tumor yang tersisa setelah operasi atau pasien tidak dapat menjalani prosedur bedah. Jika bedah dan radioterapi tidak efektif mengobati pasien, dapat diberikan obat pengontrol kadar hormon kortisol.

Kompliasi Sindrom Cushing
Jika tidak ditangani dengan baik, sindrom cushing bisa menyebabkan komplikasi serius, seperti depresi berat, diabetes, peningkatan kadar kolesterol tinggi, mudah terserang infeksi, osteoporosis, mudah patah tulang, kehilangan massa otot, penggumpalan darah di kaki atau paru-paru, serangan jantung, stroke bahkan kematian.

Penutup
Meskipun gejala gejala sindroma cushing memiliki banyak kemiripan dengan penyakit lain, namun dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium yang tepat, diagnosis sindrom cushing dapat ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan yang sesuai. Oleh karena sindrom cushing dapat terjadi karena pemakaian obat kortikosteroid yang lama dan dosis besar, maka sebaiknya tidak mengkonsumsi obat kortikosteroid kecuali sesuai dosis dan resep dokter sehingga sindrom cushing iatrogenic dapat dicegah.****

DR DR Fatmawati SpPK (K), Kepala Pelayanan Laboratorium Patologi Klinik RS Awal Bros Pekanbaru

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari