Kamis, 27 Juni 2024

Pameran Seni Rupa “Kembali ke Pangkal”, Membangun Kolaborasi Seniman Sumatra

Untuk pertama kalinya Galeri Hang Nadim menggelar pameran seni rupa dengan melibatkan beberapa seniman dari luar Riau. Sebuah upaya membangun kolaborasi seni.

RIAUPOS.CO – GALERI Hang Nadim (GHN) Riau kembali menggelar pameran seni rupa. Kali ini, rentang tanggal 25 Mei-15 Juni 2024, merupakan gelaran perdana tahun ini bagi galeri yang berada di Anjungan Kampar, Komplek Bandar Seni Raja Ali Haji tersebut.

- Advertisement -

Dibuka Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Riau Raja Yoserizal Zen, 22 seniman dan perupa ambil bagian pada pameran ini. Sebanyak 25 karya mereka dipajang. Para perupa, seperti disebutkan Kepala Galeri Hang Nadim Furqon LW, tidak hanya berasal dari Riau.

‘’Ada perupa dari provinsi. Selain Riau, ada Sumatera Barat, Sumatera Utara, Jambi, dan Bengkulu. Kalau ada pencapaian, ini adalah pencapaian kuantitas,’’ kata Furqon.

Pameran kali ini mengusung tema “Kembali ke Pangkal” dengan sub tema “Back to Basic”. Lewat tema itu, Furqon berharap para perupa kembali pangkal. Maksudnya, apakah selama ini karya-karya yang dihasilkan sudah sesuai atau sudah mencapai sesuatu. Bila tidak mengetahuinya, maka kembalilah ke pangkal. ‘’Sampai di mana kita, kita perlu introspeksi sampai mana titik kita berkesnian. Kalau kita belum tahu, maka kembali ke pangkal,’’ kata karikatur kawakan asal Riau ini.

- Advertisement -

Perihal kembali ke pangkal itu, menurut Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Riau, Raja Yoserizal Zen, sejalan dengan Undang-Undang Bahasa Nomor 24 Tahun 2009. Dia juga mengajak penikmat seni untuk mempelajar sejarah, seni, dan budaya.

‘’Kita harus belajar ke pangkal, seperti seni batik, di Riau dan Jawa sama-sama munculnya pada abad ke-17. Jadi batik Riau tidak muncul setahun dua tahun belakangan, sama dengan Jawa. Hanya saja perkembangan batik Jawa lebih masif dibandingkan di Provinsi Riau,” ujar Yoserizal.

Mantan wartawan Riau Pos ini juga mengungkapkan makna dari kembali ke pangkal yaitu ketika kita tersesat di suatu jalan, bisa kita kembali menanyakan kepada diri kita sendiri. “Tanyakan ke diri kita jika kita tersesat, introspeksi, dan tentu renungkan apa yang sekiranya harus diperbaiki dan ditingkatkan,” ujar Yoserizal.

Sementara itu kurator Fachrozi Amri menyebutkan, 22 perupa dari lima provinsi ini menampilkan 25 seni rupa berbagai macam bentuk. Mulai dari seni lukis, kaligrafi, hingga seni instalasi. Pameran kali ini, kata Fachrozi, memang sedikit berbeda.

‘’Selain ada perupa dari lima provinsi, kami mengusung tema ‘Kembali Ke Pangkal’. Tajuk tersebut bisa dibaca representasi sikap kami terhadap fenomena berkesenian di mana Galeri Hang Nadim ber-locus: Riau. Ibarat sebuah perjalanan, kita sampai pada titik tanya, sudahkah kita di jalur yang benar? Atau sudah sampaikah kita?’’ kata pria yang sudah jadi kurator di 12 pameran ini.

Jawaban dari pertanyaan-pertanyan itu, seperti disebutkan Fachrozi, mungkin bisa saja ditemukan dan terjemahkan dengan persepsi masing-masing oleh 22 perupa. Maka masyarakat bisa melihatnya dari 25 karya rupa dari 5 provinsi di Sumatera tersebut.
Tema “Kembali ke Pangkal” ini membawa para perupa menyelam kembali ke pangkal sesuai pemaknaan dan penggambaran masing-masing. Seperti seni lukis, ada yang menghasilkan pemandangan kampung halaman sendiri seperti “Sawah Desaku” karya Mora Siregar. Senada, Amanda Herlly yang melukis rumahnya dengan teknik drawing lewat “Cerita Rumah”.

Baca Juga:  Tunak, 23 Tahun Menjaga Kegelisahan di Jalan Sunyi

Ada yang lebih faktual, seperti karya Muhammad Ranjiskan soal penderitaan rakyat Palestina. Ini membawa pesan agar Palestina kembali ke pangkal, ke suasana sedia kala sebagai Palestina yang bebas dan merdeka. Yang lebih dalam lagi bisa jadi karya seniman instalasi Parlindungan. Pria yang secara profesional adalah arsitek sekaligus dosen ini mempersembahkan seni istalasi pendengaran. Dalam karyanya, Parlindungan ingin mengajak penikmat seni untuk kembali mendengar suara ibu ketika anak manusia masih dalam kandungan. Salah satu perupa seni, Parlindungan menjelaskan, hasil karya seninya yang berbentuk instalasi pendengaran, yakninya bisa mendengar suara ibu dari dalam rahim.

“Saya mengumpulkan suara ibu yang berbicara kepada anaknya yang masih berada di dalam kangandungan. Kadang sering kita temui bahwa ibu hamil itu bicara ke anaknya, ‘Ayo Nak kita kerja lagi’. Ini kompolasi dari beberapa yang saya kumpulkan, ada suara yang positif dan negatif, negatif itu seperti misalnya mau keguguran. Itu semua bisa didengarkan di sini,’’ ujar Parlindungan.

Parlindungan menjelaskan lagi makna dari karyanya yakni alangkah baiknya sebagai seorang manusia seseorang lebih sering mendengarkan ibu maupun lawan bicaranya. Mendengar orang lain menurutnya merupakan kunci untuk memperkuat hubungan dan untuk menunjukkan rasa hormat dan empati.

Para perupa yang hadir, selain nama-nama di atas bisa dirinci beserta daerah asalnya. Mulai dari Pekanbaru ada Cak Winda, Hasan Ati, Hedits Tursina, Juana Krismelita Saragih dan Kodri Johan. Masih dari Pekanbaru, Raditya Mohamad, Roya Yousofi Persia, Suriaty, Syamyatmoko dan Tasya Waliani Rahma A. Masih dari Riau, ada nama Yelmi Nanda Resfi dari Kuansing, Muhammad Ranjis Khan dari Bengkalis, Katharizah Hura dari Siak, Ibnul Mubarak berkolabirasi dengan Shania Arischa Tama dari Kuansing dan Isra Fakhrusy dari Indragiri Hulu.

Adapun perupa dari luar Riau ada Rara Almada Mutiara dari Bengkulu, Salsabilla Yunanda Sekar Sari dari Batam, Tasya Shafira dari Jambi, dan Fikri Abdurrahman, anak usia 6 tahun, dari Padangpanjang.

Memaknai Seni kembali ke Dasar
Soal tema pameran, Fachrozi Amri menjelaskan lebih detil. Tema pameran kali ini berangkat dari pertanyaan kunci, untuk apa karya seni diciptakan atau dihadirkan. Fachrozi mengajak para seniman untuk menimbang dan meninjau ulang hadirnya karya-karya sebagai bentuk yang paling mendasar. Mereka diajak kembali menyelami kaidah-kaidah paling dasar tentang apa itu seni rupa.

Bahwa benar, sebut Fachrozi, karya di Indonesia yang menunjukkan bentuk-bentuk dari suatu keseluruhan tujuan, akan menjadi satu kesatuan fisik yang menyatu untuk tujuan tertentu. Dengan kata lain, unsur dasar rupa kembali menemukan bentuk dalam konteksnya yang lebih kompleks.

‘’Apakah setiap pikiran-pembacaan ulang tentang kaidah dasar rupa akan merasuki setiap nilai-nilai yang diusung oleh seniman, ini poin pentingnya. Yang dimaksud dalam merangkai tentang arti kehidupan yang tak habis-habisnya untuk diulik menjadi bagian atau bahan perbincangan dalam ranah seni rupa kini,’’ paparnya.

Baca Juga:  Membangun SDM Riau dengan Literasi

Kembali ke pangkal, secara umum sebut Fachrozi, ada semua unsur dalam seni rupa meliputinya. Mulai dari titik, garis, bidang, bentuk, tekstur, ruang, warna, serta gelap dan terang. Unsur rupa inilah yang nantinya akan mampu dicerna oleh penikmat seni

sebagai korelasi persepsi optik dan fisik yang ditangkap sebagai suatu subtansi makna dan tujuan dari sebuah karya seni yang diciptakan. Tentunya, melalui ekpresi diri yang sangat kental.

Fachrozi melihat ada keterwakilan dari unsur unsur dasar tersebut sehingga apa-apa saja yang dihadirkan dalam visual akan pasti menjadi nilai dari maksud dari seniman. ‘’Pada helat pameran seni rupa kali ini kami ingin mengembalikan kaidah-kaidah dasar rupa yang akan menjadi pemantik munculnya karya-karya yang mendasar,’’ paparnya.

Namun, kata dia, mendasar itu bukan berarti sesuatu yang rendah atau tinggi. Akan tetapi ketika mengulas tentang mendasar, itu bukanlah sesuatu yang dangkal. Fachrozi menganalogikan seperti lautan yang dalam dimana tidak seorang akan mengetahui dalamnya sebelum mengetahui dasarnya.

‘’Saat ini Galeri Hang Nadim ingin mengajak seniman-seniman yang berasal dari pulau Sumatera, agar di antara karya-karya yang hadir lintas provinsi nantinya akan saling memiliki koneksi. Seniman-seniman dapat memberikan tukar dan sulam dalam proses-proses berkarya, dan bagaimana menyikapi karya-karya seni rupa yang telah mengakar pada seniman yang akan beranjak dewasa,’’ ungkapnya.

Pencapaian Menggembirakan
Dalam helat perdana Galeri Hang Nadim 2024 ini, Furqon dan Fachrozi sepakat bahwa ada sebuah pencapaian yang menggembirakan. Itu tergambar dari 98 karya dari 40 seniman yang masuk ke meja kuratorial. Jumlah itu, hebatnya, tidak hanya berasal dari Riau, tapi empat provinsi lainnya di Sumatera. Hal ini menjadi catatan sejarah bagi galeri yang berada di kawasan Bandar Seni Raja Ali Haji tersebut.

‘’Sejauh ini pencapaian yang sangat luar biasa selama panggilan terbuka yang pernah dilakukan oleh Galeri Hang Nadim beberapa tahun belakangan ini,’’ ujar Fachrozi.

Dari jumlah itu, lewat proses kurasi, maka terjaringlah 25 Karya dari 22 Perupa berasal dari Bengkulu, Jambi, Batam, Sumbar dan Riau. Seni rupa yang tersaring ini juga terdiri dari berbagai aliran, gaya, jenis hingga corak. Mulai dari lukisan, drawing, instalasi, mixed media, fotografi seni, hingga kaligrafi. Ukuran dan bentuk karyapun sangat bervariasi.

Fachrozi menilai, karya-karya Kembali ke Pangkal tersebut bisa tergolong serius dalam olah cipta seni. Dirinya yakin ini akan memberikan kenangan dan kesan tersendiri bagi mereka yang mengapresiasinya nanti. ‘’Helat ini akan menjadi portfolio yang baik untuk Galeri Hang Nadim, karena ini menjadi yang pertama bagi galeri ini mengadakan pameran seni rupa bertaraf nasional, lintas provinsi di Sumatra, setelah menaja sekitar 14 pameran seni rupa dari tahun 2019-2024,’’ kata dia.

Lewat pencapaian ini, sambungnya, tidak tertutup kemungkinan ke depan akan lebih berani lagi untuk membuka panggilan bagi seluruh perupa Indonesia dan bahkan pameran seni rupa bertaraf internasional.***

Laporan HENDRAWAN KARIMAN, Pekanbaru

 

Untuk pertama kalinya Galeri Hang Nadim menggelar pameran seni rupa dengan melibatkan beberapa seniman dari luar Riau. Sebuah upaya membangun kolaborasi seni.

RIAUPOS.CO – GALERI Hang Nadim (GHN) Riau kembali menggelar pameran seni rupa. Kali ini, rentang tanggal 25 Mei-15 Juni 2024, merupakan gelaran perdana tahun ini bagi galeri yang berada di Anjungan Kampar, Komplek Bandar Seni Raja Ali Haji tersebut.

Dibuka Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Riau Raja Yoserizal Zen, 22 seniman dan perupa ambil bagian pada pameran ini. Sebanyak 25 karya mereka dipajang. Para perupa, seperti disebutkan Kepala Galeri Hang Nadim Furqon LW, tidak hanya berasal dari Riau.

‘’Ada perupa dari provinsi. Selain Riau, ada Sumatera Barat, Sumatera Utara, Jambi, dan Bengkulu. Kalau ada pencapaian, ini adalah pencapaian kuantitas,’’ kata Furqon.

Pameran kali ini mengusung tema “Kembali ke Pangkal” dengan sub tema “Back to Basic”. Lewat tema itu, Furqon berharap para perupa kembali pangkal. Maksudnya, apakah selama ini karya-karya yang dihasilkan sudah sesuai atau sudah mencapai sesuatu. Bila tidak mengetahuinya, maka kembalilah ke pangkal. ‘’Sampai di mana kita, kita perlu introspeksi sampai mana titik kita berkesnian. Kalau kita belum tahu, maka kembali ke pangkal,’’ kata karikatur kawakan asal Riau ini.

Perihal kembali ke pangkal itu, menurut Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Riau, Raja Yoserizal Zen, sejalan dengan Undang-Undang Bahasa Nomor 24 Tahun 2009. Dia juga mengajak penikmat seni untuk mempelajar sejarah, seni, dan budaya.

‘’Kita harus belajar ke pangkal, seperti seni batik, di Riau dan Jawa sama-sama munculnya pada abad ke-17. Jadi batik Riau tidak muncul setahun dua tahun belakangan, sama dengan Jawa. Hanya saja perkembangan batik Jawa lebih masif dibandingkan di Provinsi Riau,” ujar Yoserizal.

Mantan wartawan Riau Pos ini juga mengungkapkan makna dari kembali ke pangkal yaitu ketika kita tersesat di suatu jalan, bisa kita kembali menanyakan kepada diri kita sendiri. “Tanyakan ke diri kita jika kita tersesat, introspeksi, dan tentu renungkan apa yang sekiranya harus diperbaiki dan ditingkatkan,” ujar Yoserizal.

Sementara itu kurator Fachrozi Amri menyebutkan, 22 perupa dari lima provinsi ini menampilkan 25 seni rupa berbagai macam bentuk. Mulai dari seni lukis, kaligrafi, hingga seni instalasi. Pameran kali ini, kata Fachrozi, memang sedikit berbeda.

‘’Selain ada perupa dari lima provinsi, kami mengusung tema ‘Kembali Ke Pangkal’. Tajuk tersebut bisa dibaca representasi sikap kami terhadap fenomena berkesenian di mana Galeri Hang Nadim ber-locus: Riau. Ibarat sebuah perjalanan, kita sampai pada titik tanya, sudahkah kita di jalur yang benar? Atau sudah sampaikah kita?’’ kata pria yang sudah jadi kurator di 12 pameran ini.

Jawaban dari pertanyaan-pertanyan itu, seperti disebutkan Fachrozi, mungkin bisa saja ditemukan dan terjemahkan dengan persepsi masing-masing oleh 22 perupa. Maka masyarakat bisa melihatnya dari 25 karya rupa dari 5 provinsi di Sumatera tersebut.
Tema “Kembali ke Pangkal” ini membawa para perupa menyelam kembali ke pangkal sesuai pemaknaan dan penggambaran masing-masing. Seperti seni lukis, ada yang menghasilkan pemandangan kampung halaman sendiri seperti “Sawah Desaku” karya Mora Siregar. Senada, Amanda Herlly yang melukis rumahnya dengan teknik drawing lewat “Cerita Rumah”.

Baca Juga:  Diskusi Publik Kolokium 2024 FISIP Unri, Pentingkah Muara Takus bagi Riau?

Ada yang lebih faktual, seperti karya Muhammad Ranjiskan soal penderitaan rakyat Palestina. Ini membawa pesan agar Palestina kembali ke pangkal, ke suasana sedia kala sebagai Palestina yang bebas dan merdeka. Yang lebih dalam lagi bisa jadi karya seniman instalasi Parlindungan. Pria yang secara profesional adalah arsitek sekaligus dosen ini mempersembahkan seni istalasi pendengaran. Dalam karyanya, Parlindungan ingin mengajak penikmat seni untuk kembali mendengar suara ibu ketika anak manusia masih dalam kandungan. Salah satu perupa seni, Parlindungan menjelaskan, hasil karya seninya yang berbentuk instalasi pendengaran, yakninya bisa mendengar suara ibu dari dalam rahim.

“Saya mengumpulkan suara ibu yang berbicara kepada anaknya yang masih berada di dalam kangandungan. Kadang sering kita temui bahwa ibu hamil itu bicara ke anaknya, ‘Ayo Nak kita kerja lagi’. Ini kompolasi dari beberapa yang saya kumpulkan, ada suara yang positif dan negatif, negatif itu seperti misalnya mau keguguran. Itu semua bisa didengarkan di sini,’’ ujar Parlindungan.

Parlindungan menjelaskan lagi makna dari karyanya yakni alangkah baiknya sebagai seorang manusia seseorang lebih sering mendengarkan ibu maupun lawan bicaranya. Mendengar orang lain menurutnya merupakan kunci untuk memperkuat hubungan dan untuk menunjukkan rasa hormat dan empati.

Para perupa yang hadir, selain nama-nama di atas bisa dirinci beserta daerah asalnya. Mulai dari Pekanbaru ada Cak Winda, Hasan Ati, Hedits Tursina, Juana Krismelita Saragih dan Kodri Johan. Masih dari Pekanbaru, Raditya Mohamad, Roya Yousofi Persia, Suriaty, Syamyatmoko dan Tasya Waliani Rahma A. Masih dari Riau, ada nama Yelmi Nanda Resfi dari Kuansing, Muhammad Ranjis Khan dari Bengkalis, Katharizah Hura dari Siak, Ibnul Mubarak berkolabirasi dengan Shania Arischa Tama dari Kuansing dan Isra Fakhrusy dari Indragiri Hulu.

Adapun perupa dari luar Riau ada Rara Almada Mutiara dari Bengkulu, Salsabilla Yunanda Sekar Sari dari Batam, Tasya Shafira dari Jambi, dan Fikri Abdurrahman, anak usia 6 tahun, dari Padangpanjang.

Memaknai Seni kembali ke Dasar
Soal tema pameran, Fachrozi Amri menjelaskan lebih detil. Tema pameran kali ini berangkat dari pertanyaan kunci, untuk apa karya seni diciptakan atau dihadirkan. Fachrozi mengajak para seniman untuk menimbang dan meninjau ulang hadirnya karya-karya sebagai bentuk yang paling mendasar. Mereka diajak kembali menyelami kaidah-kaidah paling dasar tentang apa itu seni rupa.

Bahwa benar, sebut Fachrozi, karya di Indonesia yang menunjukkan bentuk-bentuk dari suatu keseluruhan tujuan, akan menjadi satu kesatuan fisik yang menyatu untuk tujuan tertentu. Dengan kata lain, unsur dasar rupa kembali menemukan bentuk dalam konteksnya yang lebih kompleks.

‘’Apakah setiap pikiran-pembacaan ulang tentang kaidah dasar rupa akan merasuki setiap nilai-nilai yang diusung oleh seniman, ini poin pentingnya. Yang dimaksud dalam merangkai tentang arti kehidupan yang tak habis-habisnya untuk diulik menjadi bagian atau bahan perbincangan dalam ranah seni rupa kini,’’ paparnya.

Baca Juga:  Pemecahan Rekor Penari dan Bangga Berbusana Melayu

Kembali ke pangkal, secara umum sebut Fachrozi, ada semua unsur dalam seni rupa meliputinya. Mulai dari titik, garis, bidang, bentuk, tekstur, ruang, warna, serta gelap dan terang. Unsur rupa inilah yang nantinya akan mampu dicerna oleh penikmat seni

sebagai korelasi persepsi optik dan fisik yang ditangkap sebagai suatu subtansi makna dan tujuan dari sebuah karya seni yang diciptakan. Tentunya, melalui ekpresi diri yang sangat kental.

Fachrozi melihat ada keterwakilan dari unsur unsur dasar tersebut sehingga apa-apa saja yang dihadirkan dalam visual akan pasti menjadi nilai dari maksud dari seniman. ‘’Pada helat pameran seni rupa kali ini kami ingin mengembalikan kaidah-kaidah dasar rupa yang akan menjadi pemantik munculnya karya-karya yang mendasar,’’ paparnya.

Namun, kata dia, mendasar itu bukan berarti sesuatu yang rendah atau tinggi. Akan tetapi ketika mengulas tentang mendasar, itu bukanlah sesuatu yang dangkal. Fachrozi menganalogikan seperti lautan yang dalam dimana tidak seorang akan mengetahui dalamnya sebelum mengetahui dasarnya.

‘’Saat ini Galeri Hang Nadim ingin mengajak seniman-seniman yang berasal dari pulau Sumatera, agar di antara karya-karya yang hadir lintas provinsi nantinya akan saling memiliki koneksi. Seniman-seniman dapat memberikan tukar dan sulam dalam proses-proses berkarya, dan bagaimana menyikapi karya-karya seni rupa yang telah mengakar pada seniman yang akan beranjak dewasa,’’ ungkapnya.

Pencapaian Menggembirakan
Dalam helat perdana Galeri Hang Nadim 2024 ini, Furqon dan Fachrozi sepakat bahwa ada sebuah pencapaian yang menggembirakan. Itu tergambar dari 98 karya dari 40 seniman yang masuk ke meja kuratorial. Jumlah itu, hebatnya, tidak hanya berasal dari Riau, tapi empat provinsi lainnya di Sumatera. Hal ini menjadi catatan sejarah bagi galeri yang berada di kawasan Bandar Seni Raja Ali Haji tersebut.

‘’Sejauh ini pencapaian yang sangat luar biasa selama panggilan terbuka yang pernah dilakukan oleh Galeri Hang Nadim beberapa tahun belakangan ini,’’ ujar Fachrozi.

Dari jumlah itu, lewat proses kurasi, maka terjaringlah 25 Karya dari 22 Perupa berasal dari Bengkulu, Jambi, Batam, Sumbar dan Riau. Seni rupa yang tersaring ini juga terdiri dari berbagai aliran, gaya, jenis hingga corak. Mulai dari lukisan, drawing, instalasi, mixed media, fotografi seni, hingga kaligrafi. Ukuran dan bentuk karyapun sangat bervariasi.

Fachrozi menilai, karya-karya Kembali ke Pangkal tersebut bisa tergolong serius dalam olah cipta seni. Dirinya yakin ini akan memberikan kenangan dan kesan tersendiri bagi mereka yang mengapresiasinya nanti. ‘’Helat ini akan menjadi portfolio yang baik untuk Galeri Hang Nadim, karena ini menjadi yang pertama bagi galeri ini mengadakan pameran seni rupa bertaraf nasional, lintas provinsi di Sumatra, setelah menaja sekitar 14 pameran seni rupa dari tahun 2019-2024,’’ kata dia.

Lewat pencapaian ini, sambungnya, tidak tertutup kemungkinan ke depan akan lebih berani lagi untuk membuka panggilan bagi seluruh perupa Indonesia dan bahkan pameran seni rupa bertaraf internasional.***

Laporan HENDRAWAN KARIMAN, Pekanbaru

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari