GAZA CITY (RIAUPOS.CO) – Israel telah meminta Mahkamah Internasional (ICJ) untuk menolak permintaan Afrika Selatan (Afsel). Yaitu, agar ICJ mengeluarkan langkah darurat tambahan guna mencegah serangan Israel ke Rafah di Jalur Gaza dan melindungi hak-hak warga Palestina. Permintaan itu diajukan awal pekan ini ketika rencana serangan darat Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mulai bergulir.
’’Tindakan darurat yang dikeluarkan tiga pekan lalu sudah mencakup situasi permusuhan di Gaza secara keseluruhan dan pengadilan harus menolak permintaan Afsel,’’ bunyi pernyataan Israel dalam dokumen yang dirilis ICJ, Kamis (15/2).
Belum dipastikan kapan hakim akan memutuskan permintaan terbaru Afsel atau apakah mereka akan mengadakan sidang tambahan untuk mempertimbangkannya.
Sementara itu, Mesir yang berbatasan langsung dengan Rafah telah bersiap jika serangan benar terjadi. Berdasar citra satelit yang dirilis Maxar Technologies, tampak mereka sedang membangun fasilitas di sepanjang Jalan Sheikh Zuweid-Rafah sekitar 3,5 kilometer (km) barat perbatasan dengan Gaza.
Gambar-gambar Maxar menunjukkan derek, truk, dan penghalang beton pracetak dipasang di sepanjang jalan. Citra satelit tersebut sesuai dengan fitur yang terlihat dalam video yang dirilis oleh Sinai Foundation for Human Rights.
’’Pembangunan tersebut dimaksudkan untuk menciptakan kawasan dengan keamanan tinggi dan terisolasi di dekat perbatasan dengan Jalur Gaza sebagai persiapan untuk penerimaan pengungsi Palestina jika terjadi eksodus massal,’’ bunyi pernyataan Sinai Foundation for Human Rights.
Mesir belum terbuka memaparkan pembangunan itu. Namun, salah seorang pejabatnya menjelaskan, bangunan tersebut bisa menampung 100 ribu orang. Jika terjadi luberan pengungsi, hal itu ditakutkan akan mengancam perjanjian perdamaian tahun 1979 antara Mesir dan Israel.
Tekanan terhadap Israel terus meningkat mengingat tingginya angka kematian warga sipil. Jumat (16/2) Menteri Luar Negeri AS, Inggris, Arab Saudi, Mesir, Qatar, dan Israel bertemu dalam konferensi keamanan di Hotel Bayerischer Hof, Munich, Jerman.
Para pemimpin Barat berharap pertemuan itu akan memberikan tekanan besar pada Israel untuk tidak melanjutkan serangan darat di Rafah. Presiden Israel Isaac Herzog juga akan hadir bersama tiga sandera yang dibebaskan, yaitu Raz Ben Ami, Adi Shoham, dan Aviva Siegel.
Di lain pihak, Rusia mengundang Hamas dan faksi-faksi di Palestina ke Moskow. Undangan tersebut termasuk bagi Fatah. Pertemuan terkait situasi Gaza itu akan berlangsung pada 29 Februari.
’’Kami mengundang seluruh perwakilan Palestina, semua kekuatan politik yang memiliki posisi masing-masing di berbagai negara, termasuk Suriah, Lebanon, dan negara-negara lain di kawasan itu,’’ ujar Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Mikhail Bogdanov seperti dikutip Tass.
Negara-negara Barat khawatir jika Hamas dan Israel tidak dapat menyepakati jeda kemanusiaan dalam beberapa hari, saling serang antara Israel dan Hizbullah di Lebanon akan meningkat. Hal itu bakal menjadi faktor yang menyulitkan Hamas dan Israel untuk kembali ke meja perundingan. Hizbullah sejak awal adalah pendukung Hamas.
Presiden AS Joe Biden pada Kamis malam telah berbicara dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mencari jalan keluar. Namun, tampaknya dua pemimpin yang bersekutu itu berbeda pendapat.
Dalam akun X miliknya, Netanyahu menolak keras visi AS setelah perang, khususnya seruannya untuk pembentukan negara Palestina. ’’Israel tidak akan menerima perintah internasional mengenai penyelesaian permanen dengan Palestina,’’ bunyi unggahan Netanyahu.(sha/c6/bay/jpg)