Kamis, 21 November 2024

Garap Budi Daya Rumput Odot

Agroforestri Ciptakan Harmonisasi Antara Gajah dan Petani (1)

- Advertisement -

BENGKALIS (RIAUPOSCO) – Dulu, suara ledakan petasan jumbo menjadi simfoni menakutkan bagi kawanan gajah Sumatera yang kerap mengganggu perkebunan warga di Desa Pinggir, Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Namun seiring berjalannya waktu, suara itu perlahan tergantikan oleh nada yang lebih damai.

Laporan, Abu Kasim, Pinggir

- Advertisement -

Suparto, seorang petani sekaligus Sekretaris Kelompok Tani Hutan (KTH) Alam Pusaka Jaya, telah menjadi saksi hidup transformasi hubungan manusia dan gajah di kawasan ini. Sebagai pemilik lahan dan perkebunan di area yang bersempadan dengan kantong gajah Balairaja, Suparto awalnya ikut-ikutan menggunakan petasan untuk mengusir kawanan gajah liar. Namun, seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem, ia pun mulai meragukan efektivitas cara yang justru menyakiti hewan mamalia yang terancam punah tersebut.

Baca Juga:  Bangunan Berdiri Megah, Belum Ada Aktivitas Pedagang

“Kami sadar bahwa gajah juga punya hak untuk hidup dan mencari makan. Dulu kami sering konflik dengan gajah, tapi sekarang kami bisa hidup berdampingan,” jelas Suparto.

Ia menceritakan, bahwa dulu, tahun 1995 hingga 2020, warga menggunakan cara kuno dan berbahaya tersebut untuk mengusir kawanan gajah liar. Sebab, warga selalu merasa kesal lantaran hewan berbadan bongsor tersebut sering memakan tanaman sawit dan karet milik warga. “Ya, warga yang kesal, selalu mengusirnya dengan petasan,” ucapnya.

- Advertisement -

Suparto dan para warga setempat kini telah berdamai. Sejak mengenal rimba satwa foundation (RSF) yang merupakan mitra program tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), Suparto pun akhirnya mendapatkan edukasi dan sosialisasi.

Baca Juga:  Ajak Galakkan Budaya Melayu, Cegah Kekerasan dan LGBT

Kelompok masyarakat tersebut kini mendapatkan solusi jangka panjang dalam mengatasi persoalan gajah yang dulu mereka anggap hama, yakni dengan menjalankan program agroforestri.

Mereka pun mulai menanam tanaman yang tidak disukai gajah, namun memiliki nilai ekonomi tinggi di lahan-lahan mereka.

“Kami diberikan edukasi oleh PHR dan RSF, hingga terbentuklah KTH Alam Pusaka Jaya ini,” kenangnya.(bersambung/ade)

BENGKALIS (RIAUPOSCO) – Dulu, suara ledakan petasan jumbo menjadi simfoni menakutkan bagi kawanan gajah Sumatera yang kerap mengganggu perkebunan warga di Desa Pinggir, Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Namun seiring berjalannya waktu, suara itu perlahan tergantikan oleh nada yang lebih damai.

Laporan, Abu Kasim, Pinggir

- Advertisement -

Suparto, seorang petani sekaligus Sekretaris Kelompok Tani Hutan (KTH) Alam Pusaka Jaya, telah menjadi saksi hidup transformasi hubungan manusia dan gajah di kawasan ini. Sebagai pemilik lahan dan perkebunan di area yang bersempadan dengan kantong gajah Balairaja, Suparto awalnya ikut-ikutan menggunakan petasan untuk mengusir kawanan gajah liar. Namun, seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem, ia pun mulai meragukan efektivitas cara yang justru menyakiti hewan mamalia yang terancam punah tersebut.

Baca Juga:  Demi Keberlangsungan Manusia dan Alam

“Kami sadar bahwa gajah juga punya hak untuk hidup dan mencari makan. Dulu kami sering konflik dengan gajah, tapi sekarang kami bisa hidup berdampingan,” jelas Suparto.

- Advertisement -

Ia menceritakan, bahwa dulu, tahun 1995 hingga 2020, warga menggunakan cara kuno dan berbahaya tersebut untuk mengusir kawanan gajah liar. Sebab, warga selalu merasa kesal lantaran hewan berbadan bongsor tersebut sering memakan tanaman sawit dan karet milik warga. “Ya, warga yang kesal, selalu mengusirnya dengan petasan,” ucapnya.

Suparto dan para warga setempat kini telah berdamai. Sejak mengenal rimba satwa foundation (RSF) yang merupakan mitra program tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), Suparto pun akhirnya mendapatkan edukasi dan sosialisasi.

Baca Juga:  Industri Kopi Berutang Budi kepada Joko Pinurbo

Kelompok masyarakat tersebut kini mendapatkan solusi jangka panjang dalam mengatasi persoalan gajah yang dulu mereka anggap hama, yakni dengan menjalankan program agroforestri.

Mereka pun mulai menanam tanaman yang tidak disukai gajah, namun memiliki nilai ekonomi tinggi di lahan-lahan mereka.

“Kami diberikan edukasi oleh PHR dan RSF, hingga terbentuklah KTH Alam Pusaka Jaya ini,” kenangnya.(bersambung/ade)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari