Jumat, 22 November 2024

Suku Bunga Acuan Bisa Diturunkan Lagi jadi 5,25 Persen

- Advertisement -

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Keputusan Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan atau BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRRR) direspons positif. Menurut Institute for Development of Economics And Finance (INDEF), penurunan suku bunga tersebut mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Meski begitu, ekonom INDEF, Bhima Yudhistira menyebut bank sentral masih punya ruang untuk kembali menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps), ke level 5,25 persen. “Ruang penurunan suku bunga acuan 25 bps masih terbuka hingga akhir tahun menjadi 5,25 persen,” kata Bhima, Ahad (25/8).

- Advertisement -

Menurut Bhima, kemungkinan menurunnya lagi suku bunga didorong oleh faktor proyeksi inflasi tahun ini yang diperkirakan masih rendah di bawah target asumsi APBN 2019. Yakni, plus minus 3,5 persen secara year on year (yoy) pada akhir tahun. Apalagi, kata dia, bank sentral mengatakan inflasi tahun depan akan diasumsikan rendah di level 3,1 persen.

“Periode inflasi yang rendah biasanya disertai dengan bunga acuan yang rendah. Stabilitas nilai tukar rupiah masih terjaga di bawah asumsi 15.000 per USD dalam APBN 2019,” bebernya.

Baca Juga:  Toyota dan Daihatsu Segera Luncurkan SUV Mungil 

Ia mengatakan, penurunan suku bunga dapat merangsang perekonomian Indonesia yang tengah melesu. Juga demi mendorong proyeksi pertumbuhan ekonomi yang diprediksi hanya mencapai 5 persen akibat ketidakpastian perekonomian global.

- Advertisement -

“Tekanan perang dagang, harga komoditas yang rendah, dan konsumsi lambat memerlukan stimulus moneter,” terangnya.

Bhima menambahkan, penurunan suku bunga akan berdampak positif terhadap beberapa sektor, di antaranya ritel, properti, kendaraan bermotor, dan sektor manufaktur. Namun, dampak ini memerlukan jeda waktu sekitar 3-5 bulan sejak suku bunga acuan diturunkan.

“Catatannya butuh waktu 3-5 bulan antara kebijakan perubahan bunga acuan ke penurunan bunga kredit. Jadi, hasilnya baru dirasakan akhir tahun atau awal 2020,” pungkasnya.

Sebelumnya, BI kembali menurunkan suku bunga acuan atau BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,5 persen. Dengan begitu, kebijakan ini menjadi penurunan suku bunga kedua yang diambil bank sentral sejak November 2018 lalu. BI menyatakan, keputusan itu diambil setelah melihat kondisi perekonomian nasional yang stabil.

Baca Juga:  Bulan Februari Ini, Mitsubishi Tawarkan Program Menarik

Keputusan tersebut diambil setelah BI melakukan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 21-22 Agustus 2019. Dengan penurunan suku bunga tersebut, maka suku bunga deposit facility juga menurun sebesar 25 bps menjadi sebesar 4,75 persen, dan suku bunga lending facility sebesar 25 bps menjadi 6,25 persen.

Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan, kebijakan itu konsisten dengan rendahnya prakiraan inflasi yang berada di bawah titik tengah sasaran, dan tetap menariknya imbal hasil investasi aset keuangan domestik. Kondisi tersebut dapat mendukung stabilitas eksternal.

“Selain itu juga sebagai langkah pre-emptive untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi ke depan dari dampak perlambatan ekonomi global,” kata Perry saat konferensi pers di Kantor BI, Jakarta, Kamis (22/8).
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Keputusan Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan atau BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRRR) direspons positif. Menurut Institute for Development of Economics And Finance (INDEF), penurunan suku bunga tersebut mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Meski begitu, ekonom INDEF, Bhima Yudhistira menyebut bank sentral masih punya ruang untuk kembali menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps), ke level 5,25 persen. “Ruang penurunan suku bunga acuan 25 bps masih terbuka hingga akhir tahun menjadi 5,25 persen,” kata Bhima, Ahad (25/8).

- Advertisement -

Menurut Bhima, kemungkinan menurunnya lagi suku bunga didorong oleh faktor proyeksi inflasi tahun ini yang diperkirakan masih rendah di bawah target asumsi APBN 2019. Yakni, plus minus 3,5 persen secara year on year (yoy) pada akhir tahun. Apalagi, kata dia, bank sentral mengatakan inflasi tahun depan akan diasumsikan rendah di level 3,1 persen.

“Periode inflasi yang rendah biasanya disertai dengan bunga acuan yang rendah. Stabilitas nilai tukar rupiah masih terjaga di bawah asumsi 15.000 per USD dalam APBN 2019,” bebernya.

- Advertisement -
Baca Juga:  Kondisi Perekonomian Global Dihantui Ketidakpastian

Ia mengatakan, penurunan suku bunga dapat merangsang perekonomian Indonesia yang tengah melesu. Juga demi mendorong proyeksi pertumbuhan ekonomi yang diprediksi hanya mencapai 5 persen akibat ketidakpastian perekonomian global.

“Tekanan perang dagang, harga komoditas yang rendah, dan konsumsi lambat memerlukan stimulus moneter,” terangnya.

Bhima menambahkan, penurunan suku bunga akan berdampak positif terhadap beberapa sektor, di antaranya ritel, properti, kendaraan bermotor, dan sektor manufaktur. Namun, dampak ini memerlukan jeda waktu sekitar 3-5 bulan sejak suku bunga acuan diturunkan.

“Catatannya butuh waktu 3-5 bulan antara kebijakan perubahan bunga acuan ke penurunan bunga kredit. Jadi, hasilnya baru dirasakan akhir tahun atau awal 2020,” pungkasnya.

Sebelumnya, BI kembali menurunkan suku bunga acuan atau BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,5 persen. Dengan begitu, kebijakan ini menjadi penurunan suku bunga kedua yang diambil bank sentral sejak November 2018 lalu. BI menyatakan, keputusan itu diambil setelah melihat kondisi perekonomian nasional yang stabil.

Baca Juga:  Fitur Xtra Unlimited Turbo Diluncurkan, Aplikasi Pilihan Makin Maksimal

Keputusan tersebut diambil setelah BI melakukan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 21-22 Agustus 2019. Dengan penurunan suku bunga tersebut, maka suku bunga deposit facility juga menurun sebesar 25 bps menjadi sebesar 4,75 persen, dan suku bunga lending facility sebesar 25 bps menjadi 6,25 persen.

Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan, kebijakan itu konsisten dengan rendahnya prakiraan inflasi yang berada di bawah titik tengah sasaran, dan tetap menariknya imbal hasil investasi aset keuangan domestik. Kondisi tersebut dapat mendukung stabilitas eksternal.

“Selain itu juga sebagai langkah pre-emptive untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi ke depan dari dampak perlambatan ekonomi global,” kata Perry saat konferensi pers di Kantor BI, Jakarta, Kamis (22/8).
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari