- Advertisement -
JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Momentum pemulihan ekonomi global masih dibayangi ketidakpastian pasar keuangan yang tinggi. Bank Of Japan (BoJ) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuannya Selasa lalu (19/3). Meskipun demikian, dampaknya tidak terlalu signifikan terhadap kondisi moneter Indonesia.
“Pengaruh kenaikan suku bunga (bank sentral) Jepang, kalau kami melihat tidak terasa pengaruhnya. Bahkan, tertutup dengan sentimen dari Amerika Serikat, yakni DXY (indeks dolar AS) yang trennya menguat beberapa hari ini,” ucap Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti usai rapat dewan gubernur (RDG) Rabu (20/3).
- Advertisement -
Bahkan, lanjut dia, ketika BoJ menaikkan suku bunganya dan melepaskan limit yield surat utang, justru mata uang yen (JPY) mengalami pelemahan. “Jadi terkait Jepang kami belum melihat dampak signifikan pada rupiah,” imbuhnya.
Gubernur BI Perry Warjiyo menambahkan, pergerakan nikai tukar mata uang berbagai negara sangat ditentukan oleh kekuatan nikai tukar dolar AS yang masih cukup kuat. Terutama beberapa pekan terakhir yang membuat tekanan terhadap nilai tukar rupiah meningkat. Rupiah pun melemah 2,02 persen terhadap dolar Amerika Serikat.
“Terjadi outflow di SBN (surat berharga negara) maupun juga sebagian di SRBI (sekuritas rupiah Bank Indonesia),” kata Perry.
- Advertisement -
BI memperkirakan suku bunga Fed funds rate (FFR) baru turun pada semester II 2024. Ketidakpastian pasar keuangan global masih tinggi tercermin pada yield US Treasury yang meningkat. Sejalan dengan premi risiko jangka panjang dan inflasi AS yang masih di atas prakiraan pasar. Sehingga mendorong berlanjutnya penguatan USD secara global, lebih terbatasnya aliran masuk modal asing, dan meningkatnya tekanan pelemahan nilai tukar di negara emerging market. (han/dio/jpg)
JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Momentum pemulihan ekonomi global masih dibayangi ketidakpastian pasar keuangan yang tinggi. Bank Of Japan (BoJ) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuannya Selasa lalu (19/3). Meskipun demikian, dampaknya tidak terlalu signifikan terhadap kondisi moneter Indonesia.
“Pengaruh kenaikan suku bunga (bank sentral) Jepang, kalau kami melihat tidak terasa pengaruhnya. Bahkan, tertutup dengan sentimen dari Amerika Serikat, yakni DXY (indeks dolar AS) yang trennya menguat beberapa hari ini,” ucap Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti usai rapat dewan gubernur (RDG) Rabu (20/3).
- Advertisement -
Bahkan, lanjut dia, ketika BoJ menaikkan suku bunganya dan melepaskan limit yield surat utang, justru mata uang yen (JPY) mengalami pelemahan. “Jadi terkait Jepang kami belum melihat dampak signifikan pada rupiah,” imbuhnya.
Gubernur BI Perry Warjiyo menambahkan, pergerakan nikai tukar mata uang berbagai negara sangat ditentukan oleh kekuatan nikai tukar dolar AS yang masih cukup kuat. Terutama beberapa pekan terakhir yang membuat tekanan terhadap nilai tukar rupiah meningkat. Rupiah pun melemah 2,02 persen terhadap dolar Amerika Serikat.
- Advertisement -
“Terjadi outflow di SBN (surat berharga negara) maupun juga sebagian di SRBI (sekuritas rupiah Bank Indonesia),” kata Perry.
BI memperkirakan suku bunga Fed funds rate (FFR) baru turun pada semester II 2024. Ketidakpastian pasar keuangan global masih tinggi tercermin pada yield US Treasury yang meningkat. Sejalan dengan premi risiko jangka panjang dan inflasi AS yang masih di atas prakiraan pasar. Sehingga mendorong berlanjutnya penguatan USD secara global, lebih terbatasnya aliran masuk modal asing, dan meningkatnya tekanan pelemahan nilai tukar di negara emerging market. (han/dio/jpg)