JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Inflasi di Amerika Serikat (AS) semakin liar menanjak. Biro Statistik Tenaga Kerja AS melaporkan indeks harga konsumen (IHK) pada Juni 2022 tumbuh 9,1 persen secara tahunan, Rabu (13/7) pagi waktu setempat. Angka tersebut tertinggi dalam 41 tahun terakhir.
Menteri Keuangan AS Janet Yellen meyakini, inflasi Negeri Paman Sam telah mencapai puncaknya. Pemerintah bakal bekerja keras menurunkan gejolak itu. Didukung dengan arah kebijakan The Federal Reserve (The Fed)
“Kami mendukung upaya Fed yang mereka anggap perlu untuk mengendalikan inflasi. Kami juga akan mengambil langkah kebijakan jangka pendek untuk menekan inflasi. Terutama, pada harga energi cadangan minyak strategis,” kata Janet di Nusa Dua, Bali, Kamis (14/7).
Dia menyadari, kebijakan agresif The Fed akan memengaruhi ekonomi emerging market. Suku bunga bank sentral AS yang telah meningkat lebih cepat daripada bank sentral negara-negara lainnya berdampak terhadap penguatan dolar AS (USD). Sehingga, menyebabkan sejumlah mata uang negara berkembang terdepresiasi. Akibatnya, pertumbuhan dan inflasi di negara-negara tersebut bakal memburuk.
Di sisi lain, krisis global saat ini justru memperkuat kemampuan ekspor sejumlah negara berkembang. Terutama eksportir komoditas penting. “Sejumlah negara pasar berkembang adalah eksportir komoditas penting. Mereka melihat keuntungan dari harga komoditas yang lebih tinggi,” ungkap Janet.
Terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani angkat bicara mengenai situasi berat perekonomian dunia saat ini. Mulai dari pandemi Covid-19 yang belum usai, ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina, hingga lonjakan inflasi di beberapa negara maju. Bagi negara-negara yang tidak memiliki kemampuan untuk subsidi, maka risikonya membebankan ke masyarakat.
“Tak heran kalau inflasi banyak negara melesat dan mengantarkan mereka ke jurang resesi. Kami juga melihat tantangan dalam menangani inflasi adalah salah satu yang paling penting dalam pertemuan G20 yang dimulai besok (hari ini, Red),” ungkapnya dalam diskusi rangkaian Finance Minister Central Bank Governer (FMCBG) G20.
Rusia kata Sri Mulyani adalah negara pemasok minyak mentah terbesar kedua di dunia. Maka dari itu, ketika terjadi perang harga minyak dunia langsung melonjak berkali-kali lipat dan menyebabkan krisis energi di mana-mana.(jpg)