JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Indeks harga saham gabungan (IHSG) menunjukkan tren positif. Rabu (13/10)IHSG menembus level psikologis di 6.500. Tepatnya ditutup pada posisi 6.536,90 atau naik 50,64 poin.
Direktur Ekuator Swarna Investama Hans Kwee menyebutkan, terdapat tiga sentimen yang memicu IHSG perkasa. Yakni, naiknya harga komoditas global, optimisme pemulihan ekonomi, dan menurunnya kasus harian Covid-19 dalam negeri.
Kenaikan harga komoditas, khususnya batu bara dan minyak kelapa sawit, membuat kinerja ekspor Indonesia bergairah. Selain itu, optimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi nasional menguat. Tecermin dari indeks keyakinan konsumen Bank Indonesia (IKK BI) pada September di level 95,5 persen.
Angka tersebut menguat dari bulan sebelumnya, yaitu 77,3. Begitu pula indeks ekspektasi konsumen yang meningkat dari level 95,3 pada Agustus menjadi 118,2 pada September. Artinya, ekspektasi masyarakat sudah kembali berada pada area optimisme (di atas 100). "Perbaikan tersebut seiring membaiknya mobilitas masyarakat," tutur Hans, Rabu (13/10).
Apalagi, kasus harian Covid-19 terpantau terus turun sejak puncaknya pada 15 Juli dengan 56 ribu kasus. Hingga kemarin sore, Kementerian Kesehatan mencatat penambahan 1.233 pasien terkonfirmasi positif.
Menurut dia, pengesahan Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) juga mendorong terjadi sentimen positif lainnya. UU HPP merupakan upaya pemerintah mencari pendanaan baru. Dengan begitu, mengurangi defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022 dan 2023 yang harus kembali ke level 3 persen.
Pemerintah juga akan kembali menerapkan program pengampunan pajak mulai 1 Januari 2022 mendatang. Dengan program tersebut, wajib pajak dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan kepada negara.
"Hal ini menjadi salah satu sentimen positif di pasar keuangan karena pemerintah punya solusi untuk menurunkan defisit anggaran dan pengampunan pajak akan mendorong investasi dalam negeri yang lebih kuat," terangnya.
Di sisi lain, Direktur dan Founder Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira memandang, dinamika pasar yang terjadi bisa terbilang masih fluktuatif. Beberapa kondisi perlu terus diwaspadai. Pertama, lonjakan gelombang ketiga Covid-19 atau kasus positif konsisten terus mengalami penurunan.
"Kedua, adanya tapering off. Ini adalah salah satu isu yang menakutkan. Sinyal penyesuaian suku bunga acuan di negara maju juga kabarnya akan dilakukan 2022," tuturnya. Ketiga, penyesuaian tarif PPN dari 10 menjadi 11 persen pada April 2022. Kenaikan itu tentu akan berdampak pada daya beli masyarakat. Sebab, ada penyesuaian harga-harga barang.
Dia melanjutkan, hijaunya IHSG belakangan juga disumbang berbagai faktor. Di antaranya, kasus Covid-19 yang terus turun, indeks keyakinan konsumen (IKK) yang berangsur pulih, serta kinerja ekspor yang diperkirakan moncer pada kuartal-kuartal akhir tahun ini.
"Booming komoditas energi, tren CPO yang positif, ini banyak membuat investor asing masuk membawa saham-saham berbasis komoditas. Net buy asing juga masih bagus. Satu bulan akhir pembelian bersih akhir di pasar saham di atas Rp3,7 triliun," jelasnya. (han/dee/c13/dio/jpg)