Jumat, 23 Agustus 2024

Datangi Disbun Riau, Perwakilan Petani Se-Riau Minta BOTL Dihentikan

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Di tengah melemahnya ekonomi akibat Covid-19, petani sawit di Riau ternyata masih dibebani dengan adanya penerapan biaya operasional tidak langsung (BOTL) yang dibebankan pada harga jual TBS petani oleh pihak perusahaan. Akibatnya, harga sawit yang didapatkan petani pun menjadi semakin rendah.

Tak tahan dengan kondisi yang terus berlarut, perwakilan petani dari seluruh kabupaten di Riau pada Senin (7/9/2020), mendatangi Kantor Dinas Perkebunan Riau untuk mempertanyakan penggunaan dana dari potongan BOTL yang dibebankan pada petani.

Sebanyak 10 pengurus DPD Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Riau dari Kampar, Dumai, Pekanbaru, Rohul, Rohil, Inhu, Inhil, Siak, Bengkalis, dan Pelalawan mempertanyakan penggunaan dana potongan BOTL yang pada dasarnya adalah uang hasil keringat petani yang dipotong.

Sujarno, pengurus DPD Apkasindo Rokan Hilir menyampaikan, BOTL ini sudah keterlaluan potongannya, apalagi di saat ekonomi susah akibat dampak Covid 19. Menurutnya, meskipun potongan 2,63% dibenarkan berdasarkan Permentan 01/2018, namun itu harus dipertanggungjawabkan dan diaudit penggunaannya oleh BPK dan harus disetor dahulu ke negara dalam bentuk PNBP, tidak bisa langsung digunakan tanpa aturan. 

- Advertisement -

"Ini jumlahnya tidak sedikit, misalnya Periode 12-18  Agustus lalu setidaknya dana yang terkumpul mencapai Rp2,9 miliar dalam satu pekan. Padahal 1% dari 2,63% tersebut untuk pembinaan petani dan kelembagaannya, atau setara Rp1,12M. Ini baru periode 12-18 Agustus," ucapnya.

Ditambahkannya, jika di Riau penetapan harga TBS dilakukan empat kali dalam sebulan, berarti ada uang pembinaan petani dan kelembagaannya sekitar Rp4 miliar dalam satu bulan.

- Advertisement -
Baca Juga:  Sambut Kemerdekaan, IM3 Ooredoo Gelar Gerai Online

''Jumlah yang  besar sekali. Ini harus diaudit BPK atau diperika aparat hukum, siapa yang memungut potongan ini dan ke mana saja penggunaannya. Jika ini tidak bisa dipertanggungjawabkan, maka kami petani sawit Riau meminta kepada Gubernur Riau untuk menghentikan dahulu potongan BOTL tersebut. Jadi jangan ada lagi potongan,"  katanya lagi.

Dicontohkannya, di Sumbar dua pekan lalu petani sawit juga sempat kisruh akibat pembebanan BOTL pada harga sawit petani, dan Gubernur Sumbar akhirnya turun tangan mengatasinya dengan meniadakan sementara potongan BOTL tersebut.

Teddy, petani sawit dari Indragiri Hilir, juga mengungkapkan hal serupa. Dia mengaku sedih jika Disbun tidak kunjung merespon permohonan  para petani.

"Kami ini sangat susah, terkhusus dampak Covid 19 saat ini. Hentikan potongan 2,63% sampai Pergub mengaturnya. Kepala Dinas Perkebunan Riau tidak boleh mengelak dengan dalih tidak pernah memungut uang BOTL tersebut," ujar Teddy.

Di tabel penetapan harga, kata Teddy, ada potongan Rp49,72/Kg TBS petani, itu bukan dokumen rahasia, semua orang tahu. Dia mempertanyakan penetapan harga TBS itu tiap pekan  disahkan di Disbun Riau dan ditandatangani oleh pejabat Disbun terkait.

"Itu uang tetesan keringat darah petani, tolonglah kami petani Pak Gubernur Riau,  biaya hidup sehari-hari saja saat ini susah," ujarnya.

Ari Ramelan, Ketua Apkasindo Siak mengatakan akan meminta Apkasindo Riau menyurati DPRD Riau, supaya semua terang menderang potongan BOTL ke mana perginya yang sudah dua tahun berlangsung tanpa pertanggungjawaban. Katanya, aparat hukum harus turun. 

Baca Juga:  Dorong Pemda Genjot Konsumsi di Masa Resesi

"Kami sudah bertanya ke asosiasi petani sawit lainnya, seperti SAMADE dan ASPEK PIR, mereka juga tidak pernah mendapatkan dana BOTL yang 1% tersebut. Perlu diketahui, semua potongan tersebut dibebankan ke harga TBS petani, rata-rata Rp30-55/Kg berkurang harga TBS petani akibat BOTL tersebut. Bayangkan saja jika periode Agustus 2020 produksi TBS Petani di Riau 400 juta kilogram dikali saja Rp40/Kg sebagai potongan BOTL, berarti ada potongan sebesar Rp16 M," ujarnya.

Di bagian lain, Kadisbun Riau Zulfadli mengatakan, sejauh ini Disbun Riau tidak melakukan pemungutan tersebut. "Nanti setelah Pergub selesai, maka aturan pungutan tersebut akan diatur sesuai dengan Pergub yang berlandaskan pada Permentan 01/2018," terangnya.

Sedangkan untuk Pergub Tata Niaga TBS Sawit, Kadisbun Riau mengatakan bahwa Pergub tersebut sudah ada konsepnya dan sudah dibahas dan sedang berproses di bagian hukum Pemprov Riau.

"Jika Pergub sudah selesei dan ditandatangani Gubernur Riau, kita pasti akan mengundang seluruh stakeholder terutama petani sawit dan asosiasi petani sawit," terangnya.

Dalam pergub tersebut ke depannya akan ada pengawasan penerapan hasil penetapan harga TBS sawit di lapangan, sehingga diharapkan akan dapat menyejahterakan petani sawit.

Laporan: M Erizal (Pekanbaru)
Editor: Hary B Koriun

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Di tengah melemahnya ekonomi akibat Covid-19, petani sawit di Riau ternyata masih dibebani dengan adanya penerapan biaya operasional tidak langsung (BOTL) yang dibebankan pada harga jual TBS petani oleh pihak perusahaan. Akibatnya, harga sawit yang didapatkan petani pun menjadi semakin rendah.

Tak tahan dengan kondisi yang terus berlarut, perwakilan petani dari seluruh kabupaten di Riau pada Senin (7/9/2020), mendatangi Kantor Dinas Perkebunan Riau untuk mempertanyakan penggunaan dana dari potongan BOTL yang dibebankan pada petani.

Sebanyak 10 pengurus DPD Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Riau dari Kampar, Dumai, Pekanbaru, Rohul, Rohil, Inhu, Inhil, Siak, Bengkalis, dan Pelalawan mempertanyakan penggunaan dana potongan BOTL yang pada dasarnya adalah uang hasil keringat petani yang dipotong.

Sujarno, pengurus DPD Apkasindo Rokan Hilir menyampaikan, BOTL ini sudah keterlaluan potongannya, apalagi di saat ekonomi susah akibat dampak Covid 19. Menurutnya, meskipun potongan 2,63% dibenarkan berdasarkan Permentan 01/2018, namun itu harus dipertanggungjawabkan dan diaudit penggunaannya oleh BPK dan harus disetor dahulu ke negara dalam bentuk PNBP, tidak bisa langsung digunakan tanpa aturan. 

"Ini jumlahnya tidak sedikit, misalnya Periode 12-18  Agustus lalu setidaknya dana yang terkumpul mencapai Rp2,9 miliar dalam satu pekan. Padahal 1% dari 2,63% tersebut untuk pembinaan petani dan kelembagaannya, atau setara Rp1,12M. Ini baru periode 12-18 Agustus," ucapnya.

Ditambahkannya, jika di Riau penetapan harga TBS dilakukan empat kali dalam sebulan, berarti ada uang pembinaan petani dan kelembagaannya sekitar Rp4 miliar dalam satu bulan.

Baca Juga:  Kaji Peluang Kerja Sama, Direksi PT MCTN Kunjungi PLN UIP3BS

''Jumlah yang  besar sekali. Ini harus diaudit BPK atau diperika aparat hukum, siapa yang memungut potongan ini dan ke mana saja penggunaannya. Jika ini tidak bisa dipertanggungjawabkan, maka kami petani sawit Riau meminta kepada Gubernur Riau untuk menghentikan dahulu potongan BOTL tersebut. Jadi jangan ada lagi potongan,"  katanya lagi.

Dicontohkannya, di Sumbar dua pekan lalu petani sawit juga sempat kisruh akibat pembebanan BOTL pada harga sawit petani, dan Gubernur Sumbar akhirnya turun tangan mengatasinya dengan meniadakan sementara potongan BOTL tersebut.

Teddy, petani sawit dari Indragiri Hilir, juga mengungkapkan hal serupa. Dia mengaku sedih jika Disbun tidak kunjung merespon permohonan  para petani.

"Kami ini sangat susah, terkhusus dampak Covid 19 saat ini. Hentikan potongan 2,63% sampai Pergub mengaturnya. Kepala Dinas Perkebunan Riau tidak boleh mengelak dengan dalih tidak pernah memungut uang BOTL tersebut," ujar Teddy.

Di tabel penetapan harga, kata Teddy, ada potongan Rp49,72/Kg TBS petani, itu bukan dokumen rahasia, semua orang tahu. Dia mempertanyakan penetapan harga TBS itu tiap pekan  disahkan di Disbun Riau dan ditandatangani oleh pejabat Disbun terkait.

"Itu uang tetesan keringat darah petani, tolonglah kami petani Pak Gubernur Riau,  biaya hidup sehari-hari saja saat ini susah," ujarnya.

Ari Ramelan, Ketua Apkasindo Siak mengatakan akan meminta Apkasindo Riau menyurati DPRD Riau, supaya semua terang menderang potongan BOTL ke mana perginya yang sudah dua tahun berlangsung tanpa pertanggungjawaban. Katanya, aparat hukum harus turun. 

Baca Juga:  Harga TBS Kelapa Sawit Kembali Naik Pekan Ini

"Kami sudah bertanya ke asosiasi petani sawit lainnya, seperti SAMADE dan ASPEK PIR, mereka juga tidak pernah mendapatkan dana BOTL yang 1% tersebut. Perlu diketahui, semua potongan tersebut dibebankan ke harga TBS petani, rata-rata Rp30-55/Kg berkurang harga TBS petani akibat BOTL tersebut. Bayangkan saja jika periode Agustus 2020 produksi TBS Petani di Riau 400 juta kilogram dikali saja Rp40/Kg sebagai potongan BOTL, berarti ada potongan sebesar Rp16 M," ujarnya.

Di bagian lain, Kadisbun Riau Zulfadli mengatakan, sejauh ini Disbun Riau tidak melakukan pemungutan tersebut. "Nanti setelah Pergub selesai, maka aturan pungutan tersebut akan diatur sesuai dengan Pergub yang berlandaskan pada Permentan 01/2018," terangnya.

Sedangkan untuk Pergub Tata Niaga TBS Sawit, Kadisbun Riau mengatakan bahwa Pergub tersebut sudah ada konsepnya dan sudah dibahas dan sedang berproses di bagian hukum Pemprov Riau.

"Jika Pergub sudah selesei dan ditandatangani Gubernur Riau, kita pasti akan mengundang seluruh stakeholder terutama petani sawit dan asosiasi petani sawit," terangnya.

Dalam pergub tersebut ke depannya akan ada pengawasan penerapan hasil penetapan harga TBS sawit di lapangan, sehingga diharapkan akan dapat menyejahterakan petani sawit.

Laporan: M Erizal (Pekanbaru)
Editor: Hary B Koriun

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari