JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Perdagangan nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) awal pekan ini masih mengalami tekanan akibat sentimen kebijakan moneter global. Mengutip kurs tengah Bank Indonesia (BI), saat ini rupiah di level Rp14.315 per dolar AS.
"Rupiah mungkin masih berkonsolidasi di area Rp14.300-an hari ini (kemarin, red). Nilai tukar rupiah berpotensi bergerak melemah ke kisaran Rp14.330-Rp14.350. Sementara level support di kisaran 14.290," kata analis pasar uang Ariston Tjendra kepada JPG, Senin (4/10).
Ariston menjelaskan, sentimen tapering ditambah dengan sentimen kenaikan harga energi dan kasus Covid-19 global yang masih meninggi yang bisa melambatkan pertumbuhan ekonomi global masih menjadi penekan rupiah. "Pelaku pasar masih mewaspadai kebijakan tapering yang mungkin akan diberlakukan di bulan November atau Desember," tuturnya.
Ia menyebut tapering ini menandai dimulainya kebijakan pengetatan moneter. Tapering diperkirakan diakhiri di pertengahan 2022 yang kemungkinan besar akan diikuti dengan kenaikan suku bunga beberapa bulan berikutnya yang artinya bisa lebih cepat dari perkiraan sebelumnya.
Sementara kenaikan harga energi telah menekan pertumbuhan manufaktur Tiongkok pada bulan terakhir dan juga menganggu perekonomian di sejumlah negara Eropa. "Ini bisa menjadi sentimen negatif untuk aset berisiko," ujarnya.(jpg)
JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Perdagangan nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) awal pekan ini masih mengalami tekanan akibat sentimen kebijakan moneter global. Mengutip kurs tengah Bank Indonesia (BI), saat ini rupiah di level Rp14.315 per dolar AS.
"Rupiah mungkin masih berkonsolidasi di area Rp14.300-an hari ini (kemarin, red). Nilai tukar rupiah berpotensi bergerak melemah ke kisaran Rp14.330-Rp14.350. Sementara level support di kisaran 14.290," kata analis pasar uang Ariston Tjendra kepada JPG, Senin (4/10).
- Advertisement -
Ariston menjelaskan, sentimen tapering ditambah dengan sentimen kenaikan harga energi dan kasus Covid-19 global yang masih meninggi yang bisa melambatkan pertumbuhan ekonomi global masih menjadi penekan rupiah. "Pelaku pasar masih mewaspadai kebijakan tapering yang mungkin akan diberlakukan di bulan November atau Desember," tuturnya.
Ia menyebut tapering ini menandai dimulainya kebijakan pengetatan moneter. Tapering diperkirakan diakhiri di pertengahan 2022 yang kemungkinan besar akan diikuti dengan kenaikan suku bunga beberapa bulan berikutnya yang artinya bisa lebih cepat dari perkiraan sebelumnya.
- Advertisement -
Sementara kenaikan harga energi telah menekan pertumbuhan manufaktur Tiongkok pada bulan terakhir dan juga menganggu perekonomian di sejumlah negara Eropa. "Ini bisa menjadi sentimen negatif untuk aset berisiko," ujarnya.(jpg)