JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Ketidakpastian pasar masih akan membayangi ekonomi Indonesia tahun depan. Namun kebijakan pemerintah melakukan pembatasan wilayah secara parsial telah menyelamatkan ekonomi dari ancaman resesi. Menurut data IMF (Dana Moneter Internasional), pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 mencatat kontraksi (minus) 1,5 hingga 3,3 persen. Namun Dampak ini dinilai masih wajar jika dibandingkan dengan negara lain seperti Malaysia yang minus 6,4 persen dan Filipina yang minus 10 persen.
Hal ini disampaikan oleh Ekonom Universitas Indonesia (UI) Dr Chatib Basri saat menjadi pembicara pada Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2020 New Normal yang diselenggarakan secara virtual, Rabu (2/12/2020). Ia juga memperkirakan investasi swasta belum akan masuk pada tahun 2021 dengan dua alasan. Pertama, kemampuan pemerintah dalam mengatasi pandemik yang saat ini masih menjalankan protokol kesehatan. Kedua, permintaan pasar domestik dan ekspor diperkirakan masih sangat lemah.
“Akibat pandemik, sektor swasta tidak bisa beroperasi secara normal, sehingga kapasitas ekonomi tidak dapat dimanfaatkan secara utuh. Maka ekonomi tidak akan pulih sepenuhnya tahun depan dan diperkirakan akan kembali normal tahun 2022,†tegas Chatib.
Chatib mengatakan, dalam waktu dekat, akan sulit bagi beberapa industri untuk mencapai mencapai break even point khususnya bisnis yang mengandalkan pengalaman konsumen seperti perhotelan.
“Ekspor Indonesia sangat bergantung dengan RRC dan RRC sangat bergantung dengan Eropa. Ekonomi Eropa diperkirakan tidak akan pulih lebih cepat dari tahun 2022. Maka sektor domestik yang harus dikuatkan untuk menopang perekonomian Indonesia.†jelas Chatib.
Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Lampung Prof Dr Bustanul Arifin mengungkapkan, meski resesi ada beberapa sektor yang tumbuh positif. Antara lain, pada kuartal ketiga tahun 2020, sektor pertanian tumbuh 2,15 persen, pemasok air 6,04 persen, komunikasi 10,83 persen, dan jasa keuangan 1,05 persen.
“Pandemik COVID-19 telah memicu fenomena pedesaan jangka pendek, di mana pekerja perkotaan telah kembali ke desa dan berkecimpung di bidang pertanian,†ujar Bustanul.
Perubahan kebijakan menjadi kunci utama dalam mendorong pemulihan ekonomi. Sektor pertanian dipercaya dalam menjadi andalan menghadapi ancaman resesi ekonomi dengan dukungan terhadap petani.
“Berbicara tentang sektor pertanian, tentu subsektor utamanya adalah perkebunan sawit. Namun sektor minyak sawit tetap menghadapi ketidakpastian pasar ekspor dan program mandatori B-30 telah menyelamatkan industri sawit saat ini,†pungkasnya.
Laporan: Mujawaroh Annafi (Pekanbaru)
Editor: Eka G Putra