Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Transaksi E-Commerce Kian Melejit

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Sirclo merilis laporan mengenai tren pertumbuhan pasar e-commerce Indonesia dari berbagai sumber dan hasil studi internalnya. Dalam laporan itu menyebut bahwa rata-rata satu orang konsumen Indonesia dapat berbelanja di marketplace sebanyak 3-5 kali dalam satu bulan. Konsumen juga menghabiskan hingga 15 persen dari pendapatan bulanan mereka.

Menariknya, data Sirclo juga mengungkapkan bahwa konsumen online di Jakarta rata-rata berbelanja 2 kali lipat lebih banyak daripada kota-kota lain. Sementara terkait dengan metode pembayaran, hingga saat ini yang paling populer dalam berbelanja online adalah melalui bank transfer (48%) dan kartu debit/kredit (21%).

"Sirclo juga menemukan bahwa 20 persen menggunakan metode e-wallet untuk melakukan pembayaran. Hal ini menunjukkan pesatnya adopsi metode tersebut di Indonesia sejak awal kemunculannya pada 2017," ungkap Founder dan Chief Executive Officer Sirclo Brian Marshal dalam keterangan tertulisnya, Senin (2/12).

Kemudian dari data yang terkumpul dalam laporan Sirclo, penjualan ritel e-commerce Indonesia diperkirakan mencapai USD 15 miliar (Rp 210 triliun) pada 2018 dan akan meningkat lebih dari empat kali lipat pada 2022, yakni menyentuh angka USD 65 miliar (Rp 910 triliun). 
"Berdasarkan beberapa sumber laporan, hal ini membuat ritel online yang tadinya hanya menyumbang 8 persen penjualan total pada tahun 2018, diprediksi akan menembus 24 persen di tahun 2022," tambah Brian.

Baca Juga:  Petani dan Pelaku Usaha Penggilingan Padi Hemat Puluhan Juta per Bulan

Industri e-commerce Indonesia juga berkontribusi lebih dari setengah nilai ekonomi digital pada 2019 dan diprediksi akan mendominasi sektor digital hingga 60 persen pada 2025. Nilai kapitalisasi pasar e-commerce pada 2019 mencapai USD 21 miliar (Rp 294 triliun), mengalahkan sektor ekonomi digital lain, seperti pariwisata online (USD 10 miliar atau Rp 140 triliun) dan industri ride-hailing atau jasa transportasi online (USD 6 miliar atau Rp 84 triliun). "Nilai ini pun diprediksi akan meningkat hingga USD 82 miliar (Rp 1.148 triliun) pada tahun 2025," katanya.

Laporan ini, lanjut Brian, bertujuan memberikan ‘amunisi’ informasi kepada semua stakeholder dalam berkolaborasi mendorong pertumbuhan dan inovasi e-commerce Indonesia. "Sekarang, pertumbuhan industri e-commerce dalam negeri sedang dalam masa pesatnya. Kami melihat masih banyak pemain lokal yang sangat berpotensi. Bila kita bisa dukung dengan teknologi dan kolaborasi informasi seperti ini, mereka bisa memaksimalkan pertumbuhan bisnis mereka," jelasnya.

Baca Juga:  Tukar Handphone Lama dengan Galaxy Note 10+

Laporan dari SIRCLO juga menggarisbawahi beberapa tantangan dalam sektor e-commerce di tanah air. Tantangan-tantangan tersebut di antaranya adalah industri e-commerce yang kompetitif dan rawan ‘membakar uang’ demi menggaet konsumen. Kemudian masih banyaknya populasi yang belum memiliki rekening bank formal dan saat ini mulai terfasilitasi dengan adanya e-wallet. Selanjutnya layanan logistik yang mahal dan kurang kompeten, serta kurangnya SDM yang relevan, terutama dari di bidang sains, teknik, dan matematika; yang sangat diperlukan dalam pengembangan perusahaan teknologi.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Sirclo merilis laporan mengenai tren pertumbuhan pasar e-commerce Indonesia dari berbagai sumber dan hasil studi internalnya. Dalam laporan itu menyebut bahwa rata-rata satu orang konsumen Indonesia dapat berbelanja di marketplace sebanyak 3-5 kali dalam satu bulan. Konsumen juga menghabiskan hingga 15 persen dari pendapatan bulanan mereka.

Menariknya, data Sirclo juga mengungkapkan bahwa konsumen online di Jakarta rata-rata berbelanja 2 kali lipat lebih banyak daripada kota-kota lain. Sementara terkait dengan metode pembayaran, hingga saat ini yang paling populer dalam berbelanja online adalah melalui bank transfer (48%) dan kartu debit/kredit (21%).

- Advertisement -

"Sirclo juga menemukan bahwa 20 persen menggunakan metode e-wallet untuk melakukan pembayaran. Hal ini menunjukkan pesatnya adopsi metode tersebut di Indonesia sejak awal kemunculannya pada 2017," ungkap Founder dan Chief Executive Officer Sirclo Brian Marshal dalam keterangan tertulisnya, Senin (2/12).

Kemudian dari data yang terkumpul dalam laporan Sirclo, penjualan ritel e-commerce Indonesia diperkirakan mencapai USD 15 miliar (Rp 210 triliun) pada 2018 dan akan meningkat lebih dari empat kali lipat pada 2022, yakni menyentuh angka USD 65 miliar (Rp 910 triliun). 
"Berdasarkan beberapa sumber laporan, hal ini membuat ritel online yang tadinya hanya menyumbang 8 persen penjualan total pada tahun 2018, diprediksi akan menembus 24 persen di tahun 2022," tambah Brian.

- Advertisement -
Baca Juga:  Jalin Silaturahmi, ACT Riau Kunjungi Riau Pos

Industri e-commerce Indonesia juga berkontribusi lebih dari setengah nilai ekonomi digital pada 2019 dan diprediksi akan mendominasi sektor digital hingga 60 persen pada 2025. Nilai kapitalisasi pasar e-commerce pada 2019 mencapai USD 21 miliar (Rp 294 triliun), mengalahkan sektor ekonomi digital lain, seperti pariwisata online (USD 10 miliar atau Rp 140 triliun) dan industri ride-hailing atau jasa transportasi online (USD 6 miliar atau Rp 84 triliun). "Nilai ini pun diprediksi akan meningkat hingga USD 82 miliar (Rp 1.148 triliun) pada tahun 2025," katanya.

Laporan ini, lanjut Brian, bertujuan memberikan ‘amunisi’ informasi kepada semua stakeholder dalam berkolaborasi mendorong pertumbuhan dan inovasi e-commerce Indonesia. "Sekarang, pertumbuhan industri e-commerce dalam negeri sedang dalam masa pesatnya. Kami melihat masih banyak pemain lokal yang sangat berpotensi. Bila kita bisa dukung dengan teknologi dan kolaborasi informasi seperti ini, mereka bisa memaksimalkan pertumbuhan bisnis mereka," jelasnya.

Baca Juga:  Honda Berikan Servis Gratis untuk Semua Dokter

Laporan dari SIRCLO juga menggarisbawahi beberapa tantangan dalam sektor e-commerce di tanah air. Tantangan-tantangan tersebut di antaranya adalah industri e-commerce yang kompetitif dan rawan ‘membakar uang’ demi menggaet konsumen. Kemudian masih banyaknya populasi yang belum memiliki rekening bank formal dan saat ini mulai terfasilitasi dengan adanya e-wallet. Selanjutnya layanan logistik yang mahal dan kurang kompeten, serta kurangnya SDM yang relevan, terutama dari di bidang sains, teknik, dan matematika; yang sangat diperlukan dalam pengembangan perusahaan teknologi.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari