- Advertisement -
LONDON (RIAUPOS.CO) – Lebih dari 7.500 pekerja perusahaan jasa keuangan telah meninggalkan Inggris dan pindah ke kota-kota di Uni Eropa (UE). Hal ini disertai dengan pemindahan aset sekitar 1,6 triliun dolar AS (Rp23.700 triliun) karena masa transisi Brexit yang segera berakhir pada 31 Desember.
Jika investasi di Inggris ini terus keluar, bukan tidak mungkin Inggris akan menjadi negara miskin dan bangkrut di masa depan.
- Advertisement -
Perusahaan konsultan Ernst & Young (EY) melaporkan, sekitar 400 relokasi telah dilakukan sebulan terakhir, di mana Dublin tetap menjadi tujuan paling populer lalu diikuti Luksemburg dan Frankfurt. Dalam laporannya, EY mengatakan perusahaan keuangan besar juga telah membuka 2.850 lowongan baru di Eropa, sejak Inggris memilih untuk meninggalkan UE.
"Saat mendekati akhir transisi Brexit, kami melihat beberapa perusahaan melakukan persiapan tahap akhir dari perencanaan antisipasi mereka, termasuk relokasi. Namun, juga banyak perusahaan yang masih mempertimbangakan hal lain,” ujar mitra pengelola layanan keuangan Inggris di EY, Omar Ali dikutip dari Bloomberg pada Kamis (1/10/2020).
Bank besar Amerika Serikat (AS) JP Morgan Chase & Co telah memindahkan aset dan staf dalam beberapa pekan terakhir. Pemindahan aset diperkirakan mencapai 200 miliar euro (Rp3.400 triliun) dari Inggris ke Jerman. Sementara Goldman Sachs Group Inc juga berencana menambah 100 karyawan yang akan dipindahkan ke Eropa.
- Advertisement -
Laporan EY juga mencatat, sebanyak 24 perusahaan jasa keuangan berencana mentransfer aset keluar dari Inggris karena ketidakpastian tentang kebijakan akses dari London ke UE ke depannya.
Untuk saat ini, London masih merupakan bagian terbesar dari aset bank AS di Eropa. Lima perusahaan besar Wall Street menopang unit di Inggris dengan modal inti sebesar 136 miliar dolar AS pada akhir 2019, sementara di UE sebesar 45 miliar dolar AS.
Sumber: Daily Mail/CNN/Mirror
Editor: Hary B Koriun
LONDON (RIAUPOS.CO) – Lebih dari 7.500 pekerja perusahaan jasa keuangan telah meninggalkan Inggris dan pindah ke kota-kota di Uni Eropa (UE). Hal ini disertai dengan pemindahan aset sekitar 1,6 triliun dolar AS (Rp23.700 triliun) karena masa transisi Brexit yang segera berakhir pada 31 Desember.
Jika investasi di Inggris ini terus keluar, bukan tidak mungkin Inggris akan menjadi negara miskin dan bangkrut di masa depan.
- Advertisement -
Perusahaan konsultan Ernst & Young (EY) melaporkan, sekitar 400 relokasi telah dilakukan sebulan terakhir, di mana Dublin tetap menjadi tujuan paling populer lalu diikuti Luksemburg dan Frankfurt. Dalam laporannya, EY mengatakan perusahaan keuangan besar juga telah membuka 2.850 lowongan baru di Eropa, sejak Inggris memilih untuk meninggalkan UE.
"Saat mendekati akhir transisi Brexit, kami melihat beberapa perusahaan melakukan persiapan tahap akhir dari perencanaan antisipasi mereka, termasuk relokasi. Namun, juga banyak perusahaan yang masih mempertimbangakan hal lain,” ujar mitra pengelola layanan keuangan Inggris di EY, Omar Ali dikutip dari Bloomberg pada Kamis (1/10/2020).
- Advertisement -
Bank besar Amerika Serikat (AS) JP Morgan Chase & Co telah memindahkan aset dan staf dalam beberapa pekan terakhir. Pemindahan aset diperkirakan mencapai 200 miliar euro (Rp3.400 triliun) dari Inggris ke Jerman. Sementara Goldman Sachs Group Inc juga berencana menambah 100 karyawan yang akan dipindahkan ke Eropa.
Laporan EY juga mencatat, sebanyak 24 perusahaan jasa keuangan berencana mentransfer aset keluar dari Inggris karena ketidakpastian tentang kebijakan akses dari London ke UE ke depannya.
Untuk saat ini, London masih merupakan bagian terbesar dari aset bank AS di Eropa. Lima perusahaan besar Wall Street menopang unit di Inggris dengan modal inti sebesar 136 miliar dolar AS pada akhir 2019, sementara di UE sebesar 45 miliar dolar AS.
Sumber: Daily Mail/CNN/Mirror
Editor: Hary B Koriun