Rabu, 27 November 2024
spot_img

Banyak Wartawan Jadi Korban Kekerasan Aparat, Mabes Polri Minta Maaf

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Sejumlah kelompok mahasiswa menggelar unjuk rasa di sejumlah daerah menentang Revisi KUHP dan UU KPK. Namun, di tengah aksi itu tersebut ada sejumlah wartawan yang mendapat intimidasi dari aparat keamanan.

Intimidasi bukan hanya menimpa wartawan di Jakarta, namun kekerasan fisik juga menimpa salah seorang wartawan di Makassar, Sulawesi Selatan. Akibatnya pewarta tersebut menderita lebam dan memar.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, telah memerintahkan jajarannya untuk menemui korban dan meminta maaf atas kejadian itu. Dia menyampaikan penyesalan atas insiden tersebut.

“Begitu kejadian di Sulawesi Selatan, saya langsung komunikasi dengan pemred (pemimpin redaksi) Antara. Secara pribadi saya menyesalkan kejadian tersebut dan saya perintahkan Kabid Humas menemui yang bersangkutan dan meminta maaf,” ujar Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (26/9).

Baca Juga:  Temuan PBB Tunjukkan Jurnalis ‘Al Jazeera’ Ditembak Pasukan Israel

Tak hanya itu, Dedi juga meminta aparat yang melakukan kekerasaan terhadap wartawan diberi sanksi. “Anggota yang terbukti melakukan perbuatan itu saya minta ditindak tegas oleh Propam setempat,” tegasnya.

Guna menghindari kejadian seperti ini terulang kembali, Dedi akan menjadi komunikasi dengan para pemred media massa dan Dewan Pers. Nantinya, mereka diminta menyiapkan rompi dengan simbol pers untuk digunakan oleh wartawan yang melakukan peliputan aksi unjuk rasa yang berpotensi terjadi kerusuhan. 

Menurut mantan Wakapolda Kalimantan Tengah itu, tanda pengenal pers tidak cukup menjadi penanda seorang wartawan. Karena dianggap terlalu kecil. Sehingga di tengah aksi unjuk rasa tidak bisa terlihat oleh petugas kemanan.

Baca Juga:  Bersepeda Asyik dan Tetap Aman di Jalan Raya

Tak hanya itu, wartawan yang meliput unjuk rasa terutama yang berpotensi rusuh juga harus dibekali dengan pengetahuan mencukupi. Terutama dalam membaca situasi sekitarnya. Dengan begitu seorang wartawan mampu menempatkan diri secara tepat dan berada di posisi aman saat kerusuhan pecah.

“Agar aman dari massa dan aparat. Kejadian selama ini terjadi saya lihat rekan media di depan gabung dengan massa. Kemudian identitas kecil enggak kelihatan dari jauh, meskipun ngomong pers,” pungkas Dedi.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Sejumlah kelompok mahasiswa menggelar unjuk rasa di sejumlah daerah menentang Revisi KUHP dan UU KPK. Namun, di tengah aksi itu tersebut ada sejumlah wartawan yang mendapat intimidasi dari aparat keamanan.

Intimidasi bukan hanya menimpa wartawan di Jakarta, namun kekerasan fisik juga menimpa salah seorang wartawan di Makassar, Sulawesi Selatan. Akibatnya pewarta tersebut menderita lebam dan memar.

- Advertisement -

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, telah memerintahkan jajarannya untuk menemui korban dan meminta maaf atas kejadian itu. Dia menyampaikan penyesalan atas insiden tersebut.

“Begitu kejadian di Sulawesi Selatan, saya langsung komunikasi dengan pemred (pemimpin redaksi) Antara. Secara pribadi saya menyesalkan kejadian tersebut dan saya perintahkan Kabid Humas menemui yang bersangkutan dan meminta maaf,” ujar Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (26/9).

- Advertisement -
Baca Juga:  Tiga Warga Jepang Terinfeksi Virus Corona Dievakuasi dari Wuhan

Tak hanya itu, Dedi juga meminta aparat yang melakukan kekerasaan terhadap wartawan diberi sanksi. “Anggota yang terbukti melakukan perbuatan itu saya minta ditindak tegas oleh Propam setempat,” tegasnya.

Guna menghindari kejadian seperti ini terulang kembali, Dedi akan menjadi komunikasi dengan para pemred media massa dan Dewan Pers. Nantinya, mereka diminta menyiapkan rompi dengan simbol pers untuk digunakan oleh wartawan yang melakukan peliputan aksi unjuk rasa yang berpotensi terjadi kerusuhan. 

Menurut mantan Wakapolda Kalimantan Tengah itu, tanda pengenal pers tidak cukup menjadi penanda seorang wartawan. Karena dianggap terlalu kecil. Sehingga di tengah aksi unjuk rasa tidak bisa terlihat oleh petugas kemanan.

Baca Juga:  Bupati Ingatkan Datuk Penghulu Kelola Baik Keuangan Kepenghuluan

Tak hanya itu, wartawan yang meliput unjuk rasa terutama yang berpotensi rusuh juga harus dibekali dengan pengetahuan mencukupi. Terutama dalam membaca situasi sekitarnya. Dengan begitu seorang wartawan mampu menempatkan diri secara tepat dan berada di posisi aman saat kerusuhan pecah.

“Agar aman dari massa dan aparat. Kejadian selama ini terjadi saya lihat rekan media di depan gabung dengan massa. Kemudian identitas kecil enggak kelihatan dari jauh, meskipun ngomong pers,” pungkas Dedi.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari