JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Di tengah kesibukannya, ulama Indonesia Dr KH Arrazy Hasyim masih kerap pulang ke rumah mertuanya. Yakni, di Desa Palang, Kecamatan Palang, Tuban, Jawa Timur. Warga kampung pesisir itu cukup mengenali Buya Arrazy, panggilan akrab mubalig muda tersebut, sebagai sosok sederhana dan menyayangi keluarga.
Seperti disampaikan Agus Abdul Manan, kepala Desa Palang. Dia menuturkan, pihaknya masih ingat kejadian semalam sebelum insiden tertembaknya HS, putra kedua Buya Arrazy. Saat itu, Selasa (21/6/2022) malam, Buya Arrazy memberikan ceramah di haflah akhirussanah di Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Musthofawiyah, Palang.
Agus melihat Buya Arrazy memangku HS dengan kasih sayang. Ketika itu posisinya duduk di kursi bersama tamu undangan lainnya. Agus juga melihat beberapa kali bocah berusia 3 tahun itu turun dari pangkuan ayahnya. Lalu, berlarian di depan. Bahkan, HS sempat naik panggung.
”Buya hanya bisa memandangi putranya sambil sekali tersenyum,” kenang Agus kepada Jawa Pos Radar Tuban, Kamis (23/6/2022).
Dia pun sungguh tidak menduga bahwa peristiwa yang dilihatnya pada malam itu, sebagai malam terakhir perjumpaan HS dengan sang ayah. Rabu (22/6/2022) siang, pihaknya mendengar kabar memilukan itu. HS tertembak secara tidak sengaja oleh HF, kakaknya sendiri yang masih berusia 5 tahun, ketika bermain-main pistol milik anggota polisi yang menjadi pengawal Buya Arrazy.
‘’Kami turut mendoakan, semoga Buya Arrazy beserta keluarga senantias diberikan ketabahan dan keikhlasan dalam menerima musibah ini,’’ ungkap Agus dengan menghela napas panjang.
Saat pulang ke kampung istrinya, lanjut Agus, dirinya sering melihat ulama muda kelahiran 1982 tahun itu mengantar putranya membeli jajan di minimarket terdekat. Juga, menemani sang buah hati bermain di pantai yang tidak jauh dari kediaman mertuanya itu.
‘’Beliau terlihat begitu menyayangi keluarga,’’ tuturnya.
Di mata kepala desa dua periode itu, Buya Arrazy juga dikenal sebagai sosok sederhana. Setiap berkunjung ke rumah mertuanya di Palang, ulama kelahiran Sumatera Barat itu tidak pernah meminta sambutan yang spesial.
Keluarganya pun memperlakukannya seperti warga biasa. Bahkan, biasa jalan-jalan di lingkungan sekitar Palang tanpa pengawalan.
‘’Saat pulang, beliau juga sering mengimami salat di musala depan rumah mertuanya,’’ imbuhnya.
Kendati berduka, Buya Arrazy tetap berupaya untuk tegar. Jelang pemakaman putranya, Jawa Pos Radar Tuban melihat Buya Arrazy lebih banyak menunduk. Berdiri di samping keranda si buyung. Adapun Eli Ermawati, istrinya, saat itu tak bisa menahan duka. Air matanya tampak meleleh.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman