- Advertisement -
JAKARTA(RIAUPOS.CO) – Otak kerusuhan saat aksi massa di Papua dan Papua Barat mulai terang. Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal TNI (purnawirawan) Moeldoko menyatakan, aksi massa itu ditunggangi kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Mereka bermain dengan memanfaatkan isu rasisme yang berkembang di Papua. Moeldoko menyebutkan, OPM memanfaatkan kasus rasial kepada mahasiswa Papua untuk membuat huru-hara. Mereka bahkan berani mengibarkan bendera bintang kejora.
“Kelompok politik itu, ada kelompok bersenjata, ada poros politik. Iya, memanfaatkan (isu rasial),†kata Moeldoko di Istana Kepresidenan Jakarta.
Moeldoko menuturkan, saat ini terjadi paradoks dalam pembangunan di Papua. Presiden Jokowi ingin meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sana lewat beragam pembangunan. Nah, OPM merasa terganggu dengan kebijakan tersebut.
- Advertisement -
“Karena kalau Papua maju, mereka (OPM, Red) tak punya alasan sebagai bahan jualan ke luar negeri. Ini kita amati,†imbuhnya. Karena itu, lanjut mantan panglima TNI tersebut, kelompok itu sering mengganggu pengerjaan infrastruktur di Papua.
Di tempat terpisah, Presiden Jokowi memerintah Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk menindak oknum-oknum yang melakukan diskriminasi dan rasis kepada warga Papua. Dia meminta mereka diproses hukum dengan tegas. Jokowi juga berencana mengundang para tokoh Papua dan Papua Barat ke istana untuk berdialog. Baik tokoh adat, tokoh masyarakat, maupun tokoh agama.
“Bicara masalah percepatan kesejahteraan di tanah Papua,†imbuh mantan gubernur DKI Jakarta tersebut.
Sementara itu, Kabagpenum Divhumas Polri Kombespol Asep Adi Saputra menjelaskan, penegakan hukum sedang berlangsung di Papua dan Papua Barat. Terutama terhadap pelaku kriminal yang memanfaatkan kerusuhan.
Dia menuturkan, saat ini pasukan Brimob yang dikirim ke Papua mencapai 12 SSK atau sekitar 1.200 orang. Jumlah tersebut terbagi di Papua dan Papua Barat. “Untuk membantu pemulihan keamanan,†katanya.
- Advertisement -
Periksa Lima Saksi Perwakilan Ormas
Penyelidikan terhadap dugaan rasisme di asrama Papua di Jalan Kalasan, Surabaya, terus bergulir. Sebanyak 43 saksi yang terdiri atas mahasiswa Papua sudah diperiksa. Hasilnya masih nihil. Belum ada titik terang siapa pemicu insiden tersebut.
“Karena itu, pemeriksaan terhadap saksi lain segera dilakukan,†kata Kasatreskrim Polrestabes Surabaya AKBP Sudamiran kemarin (22/8). Rencananya pemeriksaan lanjutan dilakukan Sabtu besok (24/8).
Lima saksi akan diperiksa. Mereka adalah Susi Rohmadi, Basuki, Agus Fachrudin, Arifin, dan Akurat Djaswadi. Lima orang tersebut mewakili ormas masing-masing. Mereka diduga terlibat dalam aksi massa di asrama mahasiswa Papua pada Jumat lalu (16/8).
Dalam pemeriksaan nanti, Sudamiran ingin mengetahui penyebab kericuhan. Mulai siapa yang mematahkan tiang bendera, lalu membuang bendera ke selokan, hingga menyebarkan infomasi hoaks yang menimbulkan kericuhan.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa kembali menanggapi kasus yang menimpa mahasiswa Papua di Surabaya. Dia mengatakan akan terus membangun komunikasi dengan pihak asrama mahasiswa di Jalan Kalasan.
“Sampai sekarang memang belum, tapi saya pastikan mereka semua bisa tetap melanjutkan studi dengan baik,†ujarnya. Mantan menteri sosial itu mengatakan bahwa asrama mahasiswa Papua di Surabaya tidak hanya di Jalan Kalasan. Ada juga di daerah Tandes dan Bratang. (byu/far/idr/syn/ian/nas/c19/c10/oni)
Editor : Deslina
Sumber: Jawapos