PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Gadget keluaran terbaru digerinda, rokok dihancurkan dengan mesin penggiling, minuman beralkohol digiling alat berat dan beberapa produk alat kesehatan serta barang kiriman pos dibakar. Semua barang milik negara (BMN) tersebut dimusnahkan. Merupakan hasil penindakan kepabeanan dan cukai yang telah merugikan negara bernilai Rp20,102 miliar.
Pemusnahan BMN eks penindakan kepabeanan dan cukai tersebut dilaksanakan di halaman Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean B Pekanbaru, Kamis (11/11) pagi. Kepala KPPBC Pekanbaru Prijo Andono mengungkapkan barang tersebut dimusnahkan setelah terlebih dahulu diusulkan kepada Menteri Keuangan melalui Dirjen Kekayaan Negara, Kantor DJKN Riau-Sumbar-Kepri dan KPKNL Pekanbaru dan telah disetujui sesuai aturan.
"Setelah disetujui dan ditetapkan untuk dimusnahkan, hari ini (kemarin, red) dilakukan pemusnahan barang milik negara hasil penindakan kepabeanan dan cukai dengan total potensi kerygian negara Rp20,102 miliar," ujar Prijo Andono usai pemusnahan.
Dijelaskannya, terdapat beberapa jenis barang yang dimusnahkan. Yakni, rokok, sejak tahun 2016 hingga 2021 tidak dilekati pita cukai dan dilekati pita cukai bukan peruntukannya berjumlah 15.028.204 batang. Terdapat potensi kerugian penerimaan cukai hasil tembakau sebesar Rp11.499.845.020, dan kerugian imateriil dari peredaran barang kena cukai rokok yang tidak dilekati pita cukai yang dapat menganggu kesehatan karena tidak dapat diawasi peredarannya, dan juga merugikan industri hasil tembakau yang beroperasi secara legal.
"Barang-barang tersebut (rokok) melanggar pasal 54 dan/atau 56 UU No 39 Tahun 2007 tentang perubahan atas UU No 11 tahun 1995 tentang cukai," ucapnya.
Kemudian, minuman mengandung etil alkohol (MMEA), sejak tahun 2017 hingga 2020 tidak dilekati pita cukai dan dilekati pita cukai bukan peruntukannya berjumlah 1.314,8 liter. Terdapat potensi kerugian negara secara materiil sebesar Rp1.065.991.526, dan kerugian imateriil dari peredaran MMEA yang tidak dilekati pita cukai yang dapat mengganggu kesehatan, karena tidak dapat diawasi peredarannya dan juga merugikan industri MMEA yang beroperasi secara legal.
MMEA tersebut pasal 54 dan atau 56 UU No 39 Tahun 2007 tentang perubahan atas UU No 11 tahun 1995 tentang cukai. Lalu gadget, tahun 2017 hingga 2021 berupa smartphone berjumlah 1.824 pcs, 62 pcs tablet, 3.489 pcs barang elektronik, potensi kerugian negara secara material sebesar Rp6.452.870.000.
BMN tersebut diduga berasal dari FTZ Batam yang tidak dilengkapi dokumen perizinan melanggar pasal 53 ayat 4 UU No 17 tahun 2006 tentang perubahan atas UU No 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan PP No 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Kemudian Peraturan Menteri Perdagangan No 82/M-DAG/PER/12/2012 tentang Ketentuan Impor Telepon Seluler Komputer Genggam (handheld) dan Komputer Tablet, Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No 16 Tahun 2018 tentang Ketentuan Operasional Sertifikasi Alat dan atau Perangkat Komunikasi, Peraturan Menteri Perindustrian No 29 tahun 2019 tentang Sistem Basis Data Identitas Perangkat Telekomunikasi Bergerak, serta Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No 1 Tahun 2020 tentang Pengendalian Alat dan atau Perangkat Telekomunikasi yang Tersambung ke Jaringan Bergerak Seluler melalui Identifikasi Internasional Mobile Identity (IMEI).
Terakhir yang turut dimusnahkan, ada barang kiriman pos tahun 2018 hingga 2021 berjumlah 4.929 pcs dan 1.620 paket, dengan potensi kerugian negara secara materiil sebesar Rp1.086.257.344.
"Barang kiriman pos (obat-obatan, kosmetik, dan alat kesehatan) tersebut merupakan barang-barang impor melalui PT Pos Indonesia yang tidak diselesaikan oleh pemiliknya karena tidak dapat memenuhi ketentuan perizinan dari instansi teknis, barang yang ditolak oleh penerima barang, alamat penerima barang tidak jelas, dan sudah melebihi jangka waktu 30 hari sejak ditimbun di kantor pos," jelas Prijo.
Barang hasil penindakan tersebut melanggar pasal 53 ayat (4) UU No 17 Tahun 2006 tentang perubahan UU No 10 Tahun 1995 tentang kepabeanan dan pasal 36 Peraturan Menteri Keuangan No 199/PMK.010/2019 tentang ketentuan kepabeanan cukai dan pajak atas barang impor barang kiriman.
Lebih lanjut, dari pemusnahan kemarin, Kakanwil DJBC Riau Agus Yulianto mengatakan, nilai barang-barang tersebut cukup fantastis, pemusnahan ini menjadi realisasi tugas utama Bea Cukai dalam menjaga perbatasan dari masuknya barang-barang berbahaya bagi keselamatan, keamanan, juga perekonomian negara.
"Tugas ini tak bisa kami lakukan sendiri. Sinergi dengan penegak hukum lainnya juga diperlukan. Kami sampaikan di daerah, solid bekerja sama dalam menghadapi tugas dan tanggung jawab bersama," tegasnya.
Dikatakannya, selain dimusnahkan, juga ada beberapa barang seperti bahan pokok, beras, gula, dan makanan yang merupakan keperluan maka dihibahkan sesuai dengan keputusan Kemenkeu. "Alat kesehatan juga kita hibahkan. Tetapi yang tidak bisa dihibahkan termasuk barang berbahaya kita musnahkan. Ini komitmen dan solidaritas kita," tegasnya.
Sementara itu, Kepala Kanwil DJKN RSK Sudarsono menambahkan, pemusnahan ini adalah pertanggungjawaban Bea Cukai yang bekerja sama dengan seluruh penegak hukum yang terlibat di dalamnya kepada masyarakat.
"Barang-barang ini memang harus dimusnahkan sesuai dengan ketentuannya. Terima kasih atas kerja sama dan sinergi semua pihak terkait, semlga dapat terus ditingkatkan sehingga pelaksanaannya dapat kita lakukan dengan baik dan benar," akunya.
Di sisi lain, diberitakan Riau Pos sebelumnya, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Riau membawahi empat Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) yang berada di wilayah Provinsi Riau yakni, KPPBC TMP B Pekanbaru,KPPBC TMP B Dumai, KPPBC TMP C Tembilahan,dan KPPBC TMP C Bengkalis. Hingga kuartal III tahun anggaran 2021, Kantor Wilayah DJBC Riau berhasil mencatat penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp8,11 triliun atau 2758 persen dari target yang ditetapkan yaitu sebesar Rp294,98 miliar.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Bidang Kepabeanan dan Cukai Kanwil DJBC Provinsi Riau Haris Setioko dalam ekspos triwulan III 2021 beberapa waktu lalu. Ia mengungkapkan capaian penerimaan Kantor Wilayah DJBC Riau tersebut juga menunjukkan peningkatan sebesar 2749 persen secara year-on-year (YoY) jika dibandingkan kuartal III di tahun 2020.
"Lonjakan penerimaan ini didorong dari sisi penerimaan Bea Keluar (BK) yang dikenakan terhadap komoditi ekspor CPO dan turunannya yang mengalami kenaikan dikarenakan terjadinya peningkatan harga referensi kelapa sawit, CPO, dan produk turunannya serta produk campuran dari CPO dan produk turunannya dan produk turunannya," katanya dalam Media Meeting Triwulan III beberapa waktu lalu.(anf)