(RIAUPOS.CO) — Wali Kota Pekanbaru Dr Firdaus MT masih penasaran atas gagalnya terealisasi dana alokasi khusus (DAK) sebesar Rp15 miliar di jajarannya. Untuk itu, dalam sepekan ke depan, Wako memberikan tugas pada Asisten II Sekretariat Daerah Kota (Setdako) Pekanbaru agar menggelar evaluasi atas gagalnya sebagian DAK terealisasi. Jika terbukti lalai, akan ada pejabat terkait yang dicopot.
Wako Pekanbaru Firdaus akhir pekan lalu saat dikonfirmasi menyebut dari informasi yang didapatnya memang ada indikasi kelalaian hingga sebagian dari DAK gagal terealisasi.’’Ada indikasi sampai batas waktu belum terjadi lelang,’’ ungkapnya.
Karena itu, dia menugaskan khusus pada Asisten II Sekretariat Daerah Kota (Setdako) Pekanbaru untuk melakukan evaluasi. ‘’Saya minta asisten II untuk lakukan evaluasi dalam pekan ini nanti baru ketahuan di OPD mana. Tahun lalu di salah satu dinas, 22 Juli tidak kontrak, Agustusnya saya pecat kepala bidangnya,’’ tegas dia.
Riau Pos kemudian menanyakan pada Wako apakah tahun ini akan ada juga sanksi yang dijatuhkan pada pejabat terkait yang lalai, dia mengiyakan. ‘’Ada saya kira. (Apakah kepala OPD atau kepala bidang, red), ini nanti tentu alasannya ada. Kalau argumentasinya benar, artinya tidak membabi buta. Pasti ada evaluasinya. benar atau tidak alasannya. Kalau tidak lalai, upaya ada. Kalau lalai tidak maksimal, itu yang bahaya,’’ urainya.
Untuk diketahui, batas pencairan DAK fisik tahap I tahun 2019 jatuh tempo pada 22 Juli lalu. Pemko Pekanbaru untuk tahun anggaran 2019 mendapatkan bagian DAK baik fisik maupun non fisik sebesar Rp267.970.697.000. Lima hari jelang jatuh tempo tersebut, Rp38.273.427.103 belum terealisasi. Jika dirincikan, untuk Kota Pekanbaru DAK non fisik berada di angka Rp178.691.576.000. Sementara DAK fisik sebesar Rp89.279.121.000. Setelah jatuh tempo lewat, sisanya Rp15.765.005.018 tidak ada daftar kontraknya.
Sebelumnya, Sekdako Pekanbaru HM Noer MBS menjelaskan, dari Rp15 miliar dana yang tidak ada daftar kontraknya, hanya Rp9,1 miliar di antaranya yang masuk kategori betul-betul gagal terealisasi. ’’Ada dua macam kelompoknya. Satu yang betul-betul terlambat atau tidak diambil. Dan satu lagi sisa dari anggaran yang sudah lelang. Dari Rp15 miliar itu, Rp9,1 miliar yang betul-betul tidak terealisasi. Sisanya Rp5,9 miliar adalah sisa dari anggaran yang sudah dilelang,’’ jelas dia.
Kegagalan-kegagalan dalam pelelangan dia mencontohkan ada beberapa. Di Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK), kegiatan untuk pengelolaan sampah tidak terealisasi karena lahan yang diperlukan gagal didapat. ’’Pertama lokasinya tanah itu mereka difokuskan di tempat A, ternyata A itu tidak ada. Contohnya di Kecamatan Tenayan Raya itu tidak ada tanah. Kita giring ke wilayah yang ada tanahnya tapi tidak dapat,’’ paparnya.
Selanjutnya, ada pula lelang yang dilakukan tidak tuntas karena saat lelang berjalan waktu tenggat 22 Juli sudah berlalu. ’’Juga proses lelang tapi dalam perjalanan proses itu tidak tuntas. Sehingga itu juga jadi gagal,’’ imbuhnya.
Kegagalan lain lagi adalah lelang yang sepi peminat. Ini terjadi untuk pengadaan mobil bagi Metrologi di Dinas Perdagangan dan Perindustrian (DPP).’’Kelemahannya itu dalam bunyi (kontrak, red)nya mobil dan alat, sehingga tidak ada orang berani menawar. Mungkin kemarin lupa menyiasati, harusnya dipisahkan pengadaan mobil dan alatnya. Karena ini satu paket, dua-duanya gagal,’’ ungkapnya.
Dari proses yang berjalan, disebut M Noer memang OPD dan ULP sama-sama harus bertanggung jawab atas kegagalan yang terjadi. ’’Di sini jadi evaluasi kita, ada unsur kelalaian dari OPD dan ada juga unsur ULP,’’ sebut dia.
ULP, kata M Noer memang secara jadwal tidak menyalahi. Namun tidak peka dengan tak menyiapkan sejak awal. ’’Kalau bisa menyiasati sejak awal dan mempersiapkan diri begitu masuk langsung. Ini nunggu, setelah masuk baru mulai. Kenapa tidak bisa paralel, harusnya begitu dapat info dia harus langsung mempersiapkan,’’ tegasnya.
Sementara OPD, dia mencontohkan ada yang terlambat mengajukan hingga membuat waktu jadi tidak maksimal. ’’Itu persoalan nya,karena yang diajukan lambat. Sementara LPSE berpegang pada aturan. Sedang masa sanggah, waktu habis. Padahal Januari kita ingatkan, Februari, Maret, bahkan April kita evaluasi,’’ katanya menyayangkan.
Penyebab kegagalan DAK diserap hingga miliaran ini, tegas M Noer akan jadi catatan. ’’Itu jadi catatan bagi kita ke Pak Wali. Pimpinan punya kewenangan bagaimana apakah ditegur atau seperti apa. Jangan sampai kita mencari (anggaran, red) ke mana-mana, tapi yang dicari lepas. Sementara kita kekurangan,’’ singkatnya.
DAK adalah alokasi dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara kepada provinsi/kabupaten/kota tertentu dengan tujuan mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan pemerintah daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. DAK penggunaannya tersebar di beberapa OPD.
Tahun 2019 ini total Pagu DAK fisik tahun adalah Rp89.279.121.000. Dari jumlah ini, total DAK Fisik yang sudah di-upload di OMSPAN (Online Monitoring Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara, red) sampai dengan 22 Juli 2019 Rp73.514.115.982.
Di Pekanbaru sebelumnya, OPD memang sudah diwanti-wanti untuk menggesa proses penggunaan agar tak melewati waktu jatuh tempo. Bahkan OPD sudah tiga kali disurati. Sekitar lima hari jelang jatuh tempo, DAK di beberapa OPD disebut dalam proses lelang.(ali)
Laporan M ALI NURMAN, Kota