JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Kepala Staf Gabungan Amerika Serikat (AS) Jenderal Mark Milley mengaku merasakan kepedihan dan kemarahan serta emosi yang campur aduk setelah AS menyelesaikan penarikan pasukan dari Afghanistan. Itu termasuk upaya evakuasi yang menelan korban 13 tentara AS.
Hampir 2.500 orang Amerika tewas dalam perang AS terlama di Afghanistan. Termasuk 13 tentara yang menjadi korban serangan bom bunuh diri oleh ISIS di luar Bandara Kabul pekan lalu.
Banyak dari mereka masih bayi ketika serangan teroris 11 September 2001 terjadi di AS dan kemudian memicu konflik di Afghanistan hampir 20 tahun yang lalu. Taliban, yang digulingkan Amerika dari kekuasaan lalu berjuang selama dua dekade, mengambil alih negara itu bulan lalu setelah militer Afghanistan yang dilatih AS porak poranda.
"Kepedihan dan kemarahan saya sama seperti keluarga yang berduka, sama seperti para prajurit yang berada di lapangan," kata Jenderal Mark Milley.
Dia berbicara kepada wartawan untuk pertama kali sejak militer AS menyelesaikan penarikan pasukan pada Senin (30/8). Di awal pembicaraan Milley mengatakan sulit memberikan banyak komentar.
"Tidak ada kata-kata yang bisa disampaikan oleh saya atau menteri pertahanan atau presiden atau siapa saja untuk membawa kembali mereka yang telah gugur," sebutnya.
Selain 13 anggota militer yang tewas pada Kamis lalu, belasan lainnya terluka dan dievakuasi dari Kabul. "Ini hal yang sulit," kata Milley. "Perang itu sulit, kejam, brutal dan tak kenal ampun," imbuhnya.
Milley menambahkan dirinya adalah tentara profesional dan berusaha menahan rasa sakit dan amarahnya. Beberapa tentara aktif dan veteran mempertanyakan apa artinya tugas mereka di Afghanistan setelah Taliban mengambil alih Afghanistan.
Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin menekankan pentingnya menghormati semua pandangan, karena ia menghormati jasa para veteran. "Saya akan selalu bangga dengan peran kami dalam perang ini. Tetapi kami seharusnya tidak berharap para veteran perang Afghanistan lebih setuju (dengan hal itu) dari kelompok Amerika lainnya," kata Austin kepada wartawan.
"Saya telah mendengar pandangan yang kuat dari banyak pihak dalam beberapa hari terakhir, dan itu penting. Itulah demokrasi. Itulah Amerika," tegasnya.
Dalam sejumlah foto yang terlihat menyakitkan bagi para tentara, Taliban berpose di pangkalan militer yang dibangun oleh koalisi militer pimpinan AS lalu diserahkan kepada pasukan Afghanistan yang kemudian porak poranda. Banyak tentara dan veteran juga terganggu oleh fakta bahwa ribuan orang Afghanistan yang berisiko telah ditinggalkan, termasuk mereka yang bekerja sebagai penerjemah untuk militer.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi