Pandemi Covid-19 saat ini masih tetap dialami masyarakat Indonesia, dan bahkan meluas serta mengalami peningkatan yang signifikan. Banyaknya kenaikan jumlah pasien positif Covid, menjadi bukti peningkatan tersebut. Berita yang dimuat oleh media massa, menjadikan masyarakat menjadi tau mengenai Covid-19. Edukasi tentang Covid-19 banyak diulas oleh ahli dari sisi kesehatan dan dari berbagai sisi yang lain. Namun, tidak semua masyarakat dapat memahami informasi dan edukasi yang beredar. Hal ini dikarenakan tidak semua kelompok dapat memahami edukasi tersebut dengan baik. Ada pula kelompok yang kurang mampu menyerap informasi dengan baik, salah satunya adalah anak-anak.
Paparan berita yang berlebihan terkait Covid-19 membuat anak kesulitan dalam menyaring informasi apa saja yang seharusnya ia terima. Sehingga dapat menimbulkan rasa takut dan cemas pada anak. Pembatasan aktivitas yang mereka tidak tau sampai kapan hingga pandemi ini berakhir, membuat anak merasa tidak nyaman. Pembatasan aktifitas ini mempengaruhi pola bermain anak, interaksi sosial dengan orang lain, dan terbatasnya ruang aktifitas anak yang akan berdampak pula pada perkembangan pola pikir, emosi, serta perkembangan psikologis lainnya.
Selain itu, pandemi Covid-19 membuat anak harus sekolah dari rumah secara online. Sekolah online ini sangat membutuhkan penyesuaian. Biasanya mereka belajar secara langsung, kini anak terbatasi oleh layar monitor. Banyak anak yang mengeluhkan bahwa mereka jadi lebih sulit paham saat sekolah online dibandingkan dengan sekolah di kelas seperti sebelumnya.
Namun, sering kali orang tua terlalu menerapkan standar bahwa anak harus paham semua materi yang disampaikan oleh guru secara dalam jaringan (daring). Orang tua menuntut anak serba bisa menyelesaikan tugas tepat waktu. Akan tetapi, orang tua juga kesulitan untuk mengajari anak mengerjakan tugas. Sehingga biasanya menimbulkan permasalahan antara orang tua dan anak. Hal ini tentunya dapat membebani anak-anak dan berisiko membuat mereka stres.
Pada umumnya, anak-anak belum dapat secara langsung mengkomunikasikan ketidaknyamanan dan tekanan yang dirasakan. Perubahan emosi dan perilaku pada anak seringkali diabaikan karena orang tua menganggapnya sebagai suatu hal yang wajar dan dapat berubah normal kembali. Padahal, anak-anak memiliki tanda-tanda yang jelas ketika mengalami kondisi stres atau situasi yang sulit. Antara lain sulit tidur, perubahan nafsu makan, sering marah, ketakutan, menangis, kembali ngompol dan perilaku-perilaku yang sebelumnya tidak ada pada anak.
Penting bagi orang tua untuk dapat mengenali tanda-tanda stres sehingga bisa memberikan dukungan serta tindakan yang secara tepat. Orang tua dapat mengedukasi anak agar tetap mampu mengelola stres. Misalnya mengetahui cara relaksasi pernapasan saat emosinya meningkat. Orang tua juga dapat memilih kegiatan yang disukai anak sekaligus menyalurkan hobinya dan bisa dilakukan di rumah saja. Selain itu, memberikan anak waktu dan kesempatan untuk berinteraksi dengan temennya melalui daring agar membantu mood anak tetap stabil.
Namun jika cara tersebut belum juga dapat mengatasi perubahan perilaku pada anak dimasa pandemi ini, segera konsultasikan kepada profesional terkait supaya perubahan perilaku yang dialami anak-anak dapat segera diatasi untuk membantu kondisi psikologis anak-anak yang mengalami stress agar menjadi stabil kembali.***
Irene Prakikih S MPsi Psikolog, Psikolog RS Awal Bros