(RIAUPOS.CO) — Para hakim Mahkamah Konstitusi kemarin (31/7) memulai rangkaian rapat permusyawaratan hakim (RPH). Rapat tersebut untuk memutus 122 permohonan yang dinyatakan lolos dari dismissal atau anulir. Rencananya, putusan akan mulai dibacakan secara bergantian mulai 6 Agustus mendatang.
Hal itu disampaikan Kabag Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri MK Fajar Laksono di MK kemarin. ’’Setiap hari sidang dimulai pukul 08.00,’’ terangnya. Sidang yang berlangsung tertutup itu melibatkan seluruh hakim dan beberapa staf tersumpah. Selain mereka tidak ada yang boleh masuk ruangan dengan alasan apapun saat pengambilan putusan dilakukan.
Fajar menuturkan, dalam RPH hakim akan meemriksa dan mempertimbangkan semua hal yang ada di persidangan panel. Mulai argumentasi masing-masing pihak, dalil, saksi, hingga alat bukti. ’’Terutama alat bukti ya, dan keterangan saksi,’’ lanjutnya. Dari situ akan terlihat perkara tersebut bisa dikabulkan atau ditolak.
Sistem panel tidak lagi berlaku dalam RPH. Semua hakim akan memeriksa perkara meskipun saat panel bukan dia yang memeriksa. Sebab, setiap pengambilan putusan harus dilakukan oleh sembilan hakim atau minimal tujuh orang hakim. Setelah itu, barulah putusan akan dibacakan antara 6-9 Agustus mendatang.
Pihaknya masih merancang permohonan mana saja yang akan dibacakan putusannya di hari pertama, kedua, ketiga, dan keempat. Yang jelas, panggilan untuk para pihak yang akan dibacakan putusannya pada 6-7 Agustus akan dilayangkan akhir pekan ini. Sisanya dilayangkan awal pekan depan atau tiga hari sebelum sidang.
Tidak menutup kemungkinan ada putusan yang nantinya memerintahkan KPU melakukan sesuatu. Berdasarkan pengalaman sengketa 2014, hal tersebut dimungkinkan. Yang terpenting, MK memberi batas waktu bagi KPU untuk melaporkan hasilnya kepada MK. dari situ MK bisa menilai apakah perintah yang dijalankan itu sudah klir atau belum.
Bila putusannya hanya menolak atau menerima tanpa perintah tertentu, maka KPU langsung bisa menetapkan calon terpilih dan kursi. Tentunya dengan menjadikan putusan MK sebagai dasarnya. Misalnya gugatan ditolak, maka SK KPU berlaku dan calon yang sudah ada langsung bisa ditetapkan. Atau gugatan diterima dan pemohon dimenangkan, maka harus ada revisi SK untuk mengganti calon terpilih hasil rekapitulasi pileg.
Yang jelas, setelah putusan MK tidak ada lagi upaya hukum lain yang bisa dilakukan para pihak. Putusan MK bersifat final dan mengikat. ’’Mau tidak mau, suka tidak suka harus diterima,’’ tambahnya. KPU selaku termohon juga wajib menjalankan putusan MK dengan diawasi oleh Bawaslu.
Komisioner KPU Hasyim Asy’ari menyatakan bahwa pihaknya siap melaksanakan apapun putusan MK. termasuk bila putusan itu mengandung perintah tertentu. Seperti rekapitulasi ulang, penghitungan suara ulang, atau bahkan pemungutan suara ulang. ’’Dokumennya sudah ada,’’ terangnya. kecuali untuk pemungutan suara ulang, karena KPU harus mengecek kembali ketersediaan surat suara.(byu/das)
Laporan JPG, Jakarta