Minggu, 10 November 2024

Mutasi Virus Corona ‘Eek’ Bisa Turunkan Antibodi, Penyintas Rawan Terjangkit Lagi

- Advertisement -

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Seseorang yang sudah pernah terinfeksi Covid-19 umumnya memiliki antibodi di dalam tubuhnya. Maka seharusnya dalam periode tertentu bisa saja tak akan terinfeksi ulang. Namun, ternyata dengan munculnya mutasi baru E484K atau mutasi ‘Eek’ bisa membuat masa antibodi seseorang menjadi lebih singkat dan bisa mudah terinfeksi Covid-19 kembali.

E484K ada dalam variant of concern (VOC) dari WHO per 1 April 2021, dan Center of Disease Control (CDC) Amerika Serikat per 24 Maret 2021. Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas YARSI sekaligus Mantan Direktur WHO SEARO Prof Tjandra Yoga mengatakan mutasi ini pertama kali diidentifikasi pada varian yang dilaporkan dari Afrika Selatan (B.1.351) dan Brazili (B.1.1.28), lalu kemudian juga dilaporkan pada varian yang ada di Inggris.

- Advertisement -

Inggris mengidentifikasi mutasi ini sesudah memeriksa 214.159 sampel sekuens, suatu jumlah yang cukup banyak. Sesudah ditemukan maka pemerintah Inggris melakukan penelusuran kontak yang intensif disertai kegiatan tes dan analisis laboratorium lanjutannya.

Baca Juga:  Kondisi Riil Tidak seperti Gambaran di Medsos

“Mutasi E484K ini oleh sebagian pakar disebut ‘mutasi Eek’ adalah sesuatu yang mengkawatirkan dan merupakan sebuah peringatan atau warning. Ini terjadi karena mutasi ini nampaknya berdampak pada respon sistem imun dan mungkin juga mempengaruhi efikasi vaksin,” jelasnya kepada wartawan dalam keterangan tertulis, Selasa (6/4).

Menurut Tjandra, E484K juga disebut sebagai mutasi pelarian/penghindaran (escape mutation) karena dapat membuat virus lolos dari pertahanan tubuh manusia. Data menunjukkan bahwa varian B.1.1.7 jika ditambah mutasi E484K akan membuat tubuh perlu meningkatkan jumlah antibodi serum untuk dapat mencegah infeksinya.

- Advertisement -

“Kita sudah sama ketahui bahwa varian B.1.1.7 memang sudah terbukti jauh lebih mudah menular, sehingga kalau bergabung dengan mutasi E484K maka tentu akan menimbulkan masalah cukup besar bagi penularan Covid-19 di masyarakat,” jelasnya.

“Selain itu, mutasi E484K ini juga nampaknya akan memperpendek masa kerja antibodi netralisasi di dalam tubuh. Dengan kata lain, orang akan jadi lebih mudah terinfeksi ulang sesudah dia sembuh dari sakit Covid-19,” tambahnya.

Baca Juga:  Shaquille O’Neal: ’’Aku Cinta Kamu, Saudaraku. Selamanya...’’

Menurut Tjandra karena mutasi ini ada pengaruhnya terhadap antibodi maka mungkin akan ada dampaknya pada efikasi vaksin. “Kita masih akan tunggu hasil penelitian selanjutnya tentang bagaimana dampak terhadap efikasi vaksin,” katanya.

Menurutnya perlu diketahui bahwa kalau memang nanti mutasi E484K dan atau mutasi varian baru lainnya memang akan membuat vaksin menjadi tidak efektif maka pada pakar dan produsen vaksin akan dapat memodifikasi vaksin yang ada sehingga akan tetap efektif dalam pengendalian Covid-19.

Agar tetap aman, maka dianjurkan melakukan empat pencegahan yakni meningkatkan protokol kesehatan, melakukan penelusuran kontak intensif pada keadaan khusus, mengawasi kedatangan dari luar negeri, dan meningkatkan jumlah pemeriksaan whole genome sequencing.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Seseorang yang sudah pernah terinfeksi Covid-19 umumnya memiliki antibodi di dalam tubuhnya. Maka seharusnya dalam periode tertentu bisa saja tak akan terinfeksi ulang. Namun, ternyata dengan munculnya mutasi baru E484K atau mutasi ‘Eek’ bisa membuat masa antibodi seseorang menjadi lebih singkat dan bisa mudah terinfeksi Covid-19 kembali.

E484K ada dalam variant of concern (VOC) dari WHO per 1 April 2021, dan Center of Disease Control (CDC) Amerika Serikat per 24 Maret 2021. Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas YARSI sekaligus Mantan Direktur WHO SEARO Prof Tjandra Yoga mengatakan mutasi ini pertama kali diidentifikasi pada varian yang dilaporkan dari Afrika Selatan (B.1.351) dan Brazili (B.1.1.28), lalu kemudian juga dilaporkan pada varian yang ada di Inggris.

- Advertisement -

Inggris mengidentifikasi mutasi ini sesudah memeriksa 214.159 sampel sekuens, suatu jumlah yang cukup banyak. Sesudah ditemukan maka pemerintah Inggris melakukan penelusuran kontak yang intensif disertai kegiatan tes dan analisis laboratorium lanjutannya.

Baca Juga:  Brad Pitt Produseri Film Kisah Hidup Chris Cornell 

“Mutasi E484K ini oleh sebagian pakar disebut ‘mutasi Eek’ adalah sesuatu yang mengkawatirkan dan merupakan sebuah peringatan atau warning. Ini terjadi karena mutasi ini nampaknya berdampak pada respon sistem imun dan mungkin juga mempengaruhi efikasi vaksin,” jelasnya kepada wartawan dalam keterangan tertulis, Selasa (6/4).

- Advertisement -

Menurut Tjandra, E484K juga disebut sebagai mutasi pelarian/penghindaran (escape mutation) karena dapat membuat virus lolos dari pertahanan tubuh manusia. Data menunjukkan bahwa varian B.1.1.7 jika ditambah mutasi E484K akan membuat tubuh perlu meningkatkan jumlah antibodi serum untuk dapat mencegah infeksinya.

“Kita sudah sama ketahui bahwa varian B.1.1.7 memang sudah terbukti jauh lebih mudah menular, sehingga kalau bergabung dengan mutasi E484K maka tentu akan menimbulkan masalah cukup besar bagi penularan Covid-19 di masyarakat,” jelasnya.

“Selain itu, mutasi E484K ini juga nampaknya akan memperpendek masa kerja antibodi netralisasi di dalam tubuh. Dengan kata lain, orang akan jadi lebih mudah terinfeksi ulang sesudah dia sembuh dari sakit Covid-19,” tambahnya.

Baca Juga:  Rp2,8 Miliar untuk Jembatan dan Jalan

Menurut Tjandra karena mutasi ini ada pengaruhnya terhadap antibodi maka mungkin akan ada dampaknya pada efikasi vaksin. “Kita masih akan tunggu hasil penelitian selanjutnya tentang bagaimana dampak terhadap efikasi vaksin,” katanya.

Menurutnya perlu diketahui bahwa kalau memang nanti mutasi E484K dan atau mutasi varian baru lainnya memang akan membuat vaksin menjadi tidak efektif maka pada pakar dan produsen vaksin akan dapat memodifikasi vaksin yang ada sehingga akan tetap efektif dalam pengendalian Covid-19.

Agar tetap aman, maka dianjurkan melakukan empat pencegahan yakni meningkatkan protokol kesehatan, melakukan penelusuran kontak intensif pada keadaan khusus, mengawasi kedatangan dari luar negeri, dan meningkatkan jumlah pemeriksaan whole genome sequencing.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: E Sulaiman

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari