Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Kini Tidak Lagi Berbicara dengan Bule

Sejak mulai berproduksi pada tahun 1950-an, keberadaan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) atau yang dulunya bernama PT Caltex, telah memberikan dampak yang sangat luar biasa bagi daerah lokasi pengeboran minyak. Kini perusahaan asal Amerika itu bakal digantikan oleh perusahaan milik negara, yakni PT Pertamina. Akankah masyarakat sekitar masih merasakan manis si emas hitam?

Laporan AFIAT ANANDA, Duri

API masih menyala pada ujung gas suar salah satu kilang minyak yang berada di area penambangan PT CPI, Duri Camp. Letaknya berdekatan dari gerbang utama area pengeboran. Dari Jalan Lintas Duri, gas suar itu dapat dilihat berdampingan dengan sebuah pompa minyak yang juga masih aktif bekerja. Tidak jauh dari sana terdapat dua tugu yang dibangun berdampingan. Satu tugu penanda keberhasilan pengambilan minyak 1.000.000.000 (satu miliar) barel. Satu lagi 2.000.000.000 (dua miliar) barel. Memang aktivitas di sekitar lokasi terlihat cukup sepi saat Riau Pos melakukan pantauan lapangan pada akhir pekan lalu.

Warga sekitar mengatakan, jam ramai di sekitar gerbang (gate) masuk areal pengeboran minyak berkisar antara pukul 16.00 WIB sampai dengan pukul 18.15 WIB. Biasanya, pekerja yang pulang akan tampak berbondong-bondong dari dalam area. Kemudian ada yang singgah untuk berbelanja, atau sekadar menunggu bus tumpangan. Setelah ditunggu di depan gerbang, benar saja. Satu per satu pekerja keluar. Dengan mengenakan pakaian dinas berwarna biru, mereka keluar dari dalam area. Ada yang dengan sepeda motor. Ada yang berjalan kaki. Ada juga yang sudah menaiki bus sejak dari dalam.

Di sekitar gerbang, terdapat beberapa warung kelontong. Beberapa pekerja juga tampak mampir ke sana. Rizky (29), salah seorang warga sekitar yang ketika itu berada di dekat warung menyebut bahwa aktivitas pekerja saat ini di luar area kerja cukup sepi dari biasanya.

"Ini sudah sangat kurang. Biasanya jumlah pekerja yang keluar sore ni ratusan. Ada yang mampir dulu ke warung, ada yang makan. Sehingga ekonomi berputarlah. Tapi sekarang, hhmmm sejak satu tahun ini kuranglah," ujar Rizky saat berbincang dengan Riau Pos.

Penasaran dengan kondisi Duri saat ini, Riau Pos kemudian mendatangi tokoh masyarakat Duri, Novie Syafrizal. Kata dia, penurunan aktivitas ekonomi di Kota Duri memang terjadi secara menyeluruh sejak beberapa tahun belakangan. Bahkan dirinya menyebut titik kulminasi ekonomi Duri telah lewat sejak tahun 2000-an. Perlahan, pada 2010 hingga saat ini, perputaran ekonomi Duri terus merosot tajam. Itu dilihat dari aktivitas perdagangan masyarakat.

"Menurut saya tentu pasti ada mencapai titik kulminasi atau titik puncak. Kalau dirasakan betul, 10 tahun belakangan ini masa penurunannya," sebut Novie mengawali perbincangan dengan Riau Pos, akhir pekan lalu.

Baca Juga:  Dikaitkan dengan Video Asusila, Anya Geraldine Buka Suara

Selain aktivitas perdagangan masyarakat, penurunan ekonomi di Duri dikatakan dia juga disebabkan oleh pengurangan tenaga kerja yang cukup signifikan menjelang kontrak PT CPI habis. Termasuk juga bantuan berupa corporate social responsibility  (CSR) yang dikucurkan pihak perusahaan. Wajar, menurut Novie, kehadiran PT CPI di tengah masyarakat sudah seperti ibu dan anak. Ia kemudian bercerita tentang awal mula PT CPI beroperasi di Duri. Dulu, pusat kota Duri berada di daerah Sungai Mandau sana. Setelah PT CPI masuk dan berdiri, perlahan-perlahan pusat kota dan perekonomian berpindah. Seiring berjalannya waktu, perkembangan Duri dari tahun ke tahun semakin pesat.

"Duri ini 1959 ibu kotanya berada di Sungai Mandau. Saat Caltex beroperasi ke sini, ibukota kecamatan pindah ke sini. Sehingga Duri ini berkembang dengan sendirinya. Bahkan pada tahun 2000 saya pernah bilang ke Bupati Bengkalis, Duri ini dibangun oleh swasta, bukan pemerintah," imbuh Novie.

Novie sendiri masih merasakan bagaimana hiruk pikuk perkembangan Duri. Dari yang dulunya sebuah kampung kecil, menjelma menjadi pusat peradaban. Pencari kerja dari penjuru negeri berbondong-bondong datang, membuat Duri semakin padat penduduk. Jalan-jalan kecil, sambung-menyambung dibangun oleh Caltex. Pelan-pelan, beberapa pusat perbelanjaan berkembang pesat. Bahkan sampai menyentuh sudut daerah. Hingga Duri tidak hanya didiami masyarakat dari suku Melayu Mandau dan Suku Sakai. Karena keterbukaan sifat warga lokal, sampai saat ini sangat jarang terjadi benturan antaretnis di sana.

"Bahkan sewaktu saya masih SMA, itu bule dari Amerika itu banyak di sini. Kan mereka kerja ya. Jadi kami masyarakat Suku Melayu Mandau ini sangat terbuka dengan siapa saja. Hal itu juga baik untuk perkembangan sebuah wilayah," pungkasnya.

Disinggung perhatian perusahaan terhadap masyarakat tempatan, khususnya masyarakat Suku Sakai, pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Karang Taruna Duri ini berujar bahwa Chevron sangat perhatian dengan masyarakat adat. Berbagai bantuan diberikan. Mulai bantuan langsung, bantuan beasiswa pendidikan hingga kerja di perusahaan. Bahkan tidak sedikit putra asli Mandau dan Sakai menjadi pemilik perusahaan dan menjadi rekan bisnis PT CPI. Hubungan yang harmonis tersebut, dikatakan dia memang telah terjalin sejak awal Chevron berproduksi di Mandau dan sekitarnya.

Namun dari segala kebaikan itu, Novie juga menyebut beberapa konflik yang sempat terjadi antara PT CPI dengan putra daerah. Terutama beberapa tahun belakangan. Persoalannya berkaitan dengan pola rekrutmen pekerja oleh PT CPI. Hanya sedikit putra daerah yang diakomodir menjadi pegawai langsung. Sehingga persoalan tersebut memunculkan polemik. Hingga akhirnya para tokoh sepakat membentuk Komite Reformasi Perjuangan Hak Putra Melayu Riau.

Baca Juga:  Oknum Satpol PP Gowa Penampar Wanita Hamil Jadi Tersangka

"Segala kebaikan yang terlihat dari PT CPI tentu ada kekurangan. Kekurangan kami rasakan dari persentase masyarakat tempatan yang ada di Duri untuk direkrut itu, menjadi dilema buat kami. Artinya juga, mungkin ini kurang adanya perhatian pemerintah daerah. Sehingga CPI bersama partner bisnisnya kurang mengakomodir masyarakat tempatan dan tidak menjadikan sebagai objek utama perekrutan pegawai," ungkapnya.

Soal peralihan pengelolaan ke PT Pertamina, Novie menyampaikan harapan yang cukup besar. Sebagai perusahaan milik negara, Pertamina diharapkan dapat lebih banyak lagi berbuat untuk daerah. Tidak hanya untuk Duri maupun Kabupaten Bengkalis. Kehadiran Pertamina di Tanah Melayu harus membawa manfaat bagi seluruh masyarakat Riau. Sebab, PT CPI yang notabene perusahaan asing, bisa memberikan kontribusi yang sangat baik dari berbagai sektor.

"Kalau sekarang kita tidak lagi berhadapan dengan orang asing. Kita bicara sesama anak negeri. Tentu harus lebih baik lagi dari PT CPI," harapnya.

Sementara itu, berkurangnya aktivitas pekerjaan di PT CPI jelang peralihan pengelolaan Blok Rokan tidak hanya disampaikan masyarakat sekitar. Para pekerja yang mencari nafkah di blok minyak terbesar di Pulau Sumatera itu juga sudah banyak yang dirumahkan. Hal itu diakui salah seorang pekerja di subkontraktor PT CPI, Aminudin. Saat ditemui Riau Pos, Aminudin bercerita bahwa sejak dua tahun belakangan kontrak kerja untuk perusahaan mitra memang sudah mulai berkurang. Bahkan mencapai ribuan. Menurut Amin, pengurangan tersebut disebabkan masa kontrak kerja yang sudah habis.

"Jadi kan kalau pekerja subkontraktor ini ada masa kontrak. Jadi kalau masa kontrak habis, pekerjaan di PT CPI masih ada, diperpanjang kontraknya. Atau dipanggil lagi. Biasanya, dipanggil lagi. Sejak dua tahun belakangan memang sudah banyak yang tidak diperpanjang. Mungkin karena pekerjaan di dalam (area tambang, red) juga sudah tidak ada," ujarnya.

Saat ditanya apakah ada pemberhentian kerja secara sepihak, Aminuddin menjawab sepengetahuan dia hal itu tidak ada. Bahkan, menurut dia proses perekrutan pekerja maupun pemberhentian pekerja sangat jarang terjadi masalah. Karena PT CPI sendiri sangat ketat dengan aturan tenaga kerja. Sehingga perusahaan subkontraktor tidak pernah mau membuat masalah atau mencoba main-main dengan tenaga kerja. Artinya kerja di lapangan itu sesuai kontrak sekian tahun. Dalam detik-detik terakhir begitu banyak memang yang tidak berlanjut. PT lain juga banyak berkurang.

"Itu mungkin bukan semacam ada intimidasi atau tekanan, mungkin karena Pertamina mau masuk atau mungkin pekerjaan sudah mau habis," tuntasnya.***

Sejak mulai berproduksi pada tahun 1950-an, keberadaan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) atau yang dulunya bernama PT Caltex, telah memberikan dampak yang sangat luar biasa bagi daerah lokasi pengeboran minyak. Kini perusahaan asal Amerika itu bakal digantikan oleh perusahaan milik negara, yakni PT Pertamina. Akankah masyarakat sekitar masih merasakan manis si emas hitam?

Laporan AFIAT ANANDA, Duri

- Advertisement -

API masih menyala pada ujung gas suar salah satu kilang minyak yang berada di area penambangan PT CPI, Duri Camp. Letaknya berdekatan dari gerbang utama area pengeboran. Dari Jalan Lintas Duri, gas suar itu dapat dilihat berdampingan dengan sebuah pompa minyak yang juga masih aktif bekerja. Tidak jauh dari sana terdapat dua tugu yang dibangun berdampingan. Satu tugu penanda keberhasilan pengambilan minyak 1.000.000.000 (satu miliar) barel. Satu lagi 2.000.000.000 (dua miliar) barel. Memang aktivitas di sekitar lokasi terlihat cukup sepi saat Riau Pos melakukan pantauan lapangan pada akhir pekan lalu.

Warga sekitar mengatakan, jam ramai di sekitar gerbang (gate) masuk areal pengeboran minyak berkisar antara pukul 16.00 WIB sampai dengan pukul 18.15 WIB. Biasanya, pekerja yang pulang akan tampak berbondong-bondong dari dalam area. Kemudian ada yang singgah untuk berbelanja, atau sekadar menunggu bus tumpangan. Setelah ditunggu di depan gerbang, benar saja. Satu per satu pekerja keluar. Dengan mengenakan pakaian dinas berwarna biru, mereka keluar dari dalam area. Ada yang dengan sepeda motor. Ada yang berjalan kaki. Ada juga yang sudah menaiki bus sejak dari dalam.

- Advertisement -

Di sekitar gerbang, terdapat beberapa warung kelontong. Beberapa pekerja juga tampak mampir ke sana. Rizky (29), salah seorang warga sekitar yang ketika itu berada di dekat warung menyebut bahwa aktivitas pekerja saat ini di luar area kerja cukup sepi dari biasanya.

"Ini sudah sangat kurang. Biasanya jumlah pekerja yang keluar sore ni ratusan. Ada yang mampir dulu ke warung, ada yang makan. Sehingga ekonomi berputarlah. Tapi sekarang, hhmmm sejak satu tahun ini kuranglah," ujar Rizky saat berbincang dengan Riau Pos.

Penasaran dengan kondisi Duri saat ini, Riau Pos kemudian mendatangi tokoh masyarakat Duri, Novie Syafrizal. Kata dia, penurunan aktivitas ekonomi di Kota Duri memang terjadi secara menyeluruh sejak beberapa tahun belakangan. Bahkan dirinya menyebut titik kulminasi ekonomi Duri telah lewat sejak tahun 2000-an. Perlahan, pada 2010 hingga saat ini, perputaran ekonomi Duri terus merosot tajam. Itu dilihat dari aktivitas perdagangan masyarakat.

"Menurut saya tentu pasti ada mencapai titik kulminasi atau titik puncak. Kalau dirasakan betul, 10 tahun belakangan ini masa penurunannya," sebut Novie mengawali perbincangan dengan Riau Pos, akhir pekan lalu.

Baca Juga:  Oknum Satpol PP Gowa Penampar Wanita Hamil Jadi Tersangka

Selain aktivitas perdagangan masyarakat, penurunan ekonomi di Duri dikatakan dia juga disebabkan oleh pengurangan tenaga kerja yang cukup signifikan menjelang kontrak PT CPI habis. Termasuk juga bantuan berupa corporate social responsibility  (CSR) yang dikucurkan pihak perusahaan. Wajar, menurut Novie, kehadiran PT CPI di tengah masyarakat sudah seperti ibu dan anak. Ia kemudian bercerita tentang awal mula PT CPI beroperasi di Duri. Dulu, pusat kota Duri berada di daerah Sungai Mandau sana. Setelah PT CPI masuk dan berdiri, perlahan-perlahan pusat kota dan perekonomian berpindah. Seiring berjalannya waktu, perkembangan Duri dari tahun ke tahun semakin pesat.

"Duri ini 1959 ibu kotanya berada di Sungai Mandau. Saat Caltex beroperasi ke sini, ibukota kecamatan pindah ke sini. Sehingga Duri ini berkembang dengan sendirinya. Bahkan pada tahun 2000 saya pernah bilang ke Bupati Bengkalis, Duri ini dibangun oleh swasta, bukan pemerintah," imbuh Novie.

Novie sendiri masih merasakan bagaimana hiruk pikuk perkembangan Duri. Dari yang dulunya sebuah kampung kecil, menjelma menjadi pusat peradaban. Pencari kerja dari penjuru negeri berbondong-bondong datang, membuat Duri semakin padat penduduk. Jalan-jalan kecil, sambung-menyambung dibangun oleh Caltex. Pelan-pelan, beberapa pusat perbelanjaan berkembang pesat. Bahkan sampai menyentuh sudut daerah. Hingga Duri tidak hanya didiami masyarakat dari suku Melayu Mandau dan Suku Sakai. Karena keterbukaan sifat warga lokal, sampai saat ini sangat jarang terjadi benturan antaretnis di sana.

"Bahkan sewaktu saya masih SMA, itu bule dari Amerika itu banyak di sini. Kan mereka kerja ya. Jadi kami masyarakat Suku Melayu Mandau ini sangat terbuka dengan siapa saja. Hal itu juga baik untuk perkembangan sebuah wilayah," pungkasnya.

Disinggung perhatian perusahaan terhadap masyarakat tempatan, khususnya masyarakat Suku Sakai, pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Karang Taruna Duri ini berujar bahwa Chevron sangat perhatian dengan masyarakat adat. Berbagai bantuan diberikan. Mulai bantuan langsung, bantuan beasiswa pendidikan hingga kerja di perusahaan. Bahkan tidak sedikit putra asli Mandau dan Sakai menjadi pemilik perusahaan dan menjadi rekan bisnis PT CPI. Hubungan yang harmonis tersebut, dikatakan dia memang telah terjalin sejak awal Chevron berproduksi di Mandau dan sekitarnya.

Namun dari segala kebaikan itu, Novie juga menyebut beberapa konflik yang sempat terjadi antara PT CPI dengan putra daerah. Terutama beberapa tahun belakangan. Persoalannya berkaitan dengan pola rekrutmen pekerja oleh PT CPI. Hanya sedikit putra daerah yang diakomodir menjadi pegawai langsung. Sehingga persoalan tersebut memunculkan polemik. Hingga akhirnya para tokoh sepakat membentuk Komite Reformasi Perjuangan Hak Putra Melayu Riau.

Baca Juga:  Sopir Vanessa Angel Diduga Ngantuk

"Segala kebaikan yang terlihat dari PT CPI tentu ada kekurangan. Kekurangan kami rasakan dari persentase masyarakat tempatan yang ada di Duri untuk direkrut itu, menjadi dilema buat kami. Artinya juga, mungkin ini kurang adanya perhatian pemerintah daerah. Sehingga CPI bersama partner bisnisnya kurang mengakomodir masyarakat tempatan dan tidak menjadikan sebagai objek utama perekrutan pegawai," ungkapnya.

Soal peralihan pengelolaan ke PT Pertamina, Novie menyampaikan harapan yang cukup besar. Sebagai perusahaan milik negara, Pertamina diharapkan dapat lebih banyak lagi berbuat untuk daerah. Tidak hanya untuk Duri maupun Kabupaten Bengkalis. Kehadiran Pertamina di Tanah Melayu harus membawa manfaat bagi seluruh masyarakat Riau. Sebab, PT CPI yang notabene perusahaan asing, bisa memberikan kontribusi yang sangat baik dari berbagai sektor.

"Kalau sekarang kita tidak lagi berhadapan dengan orang asing. Kita bicara sesama anak negeri. Tentu harus lebih baik lagi dari PT CPI," harapnya.

Sementara itu, berkurangnya aktivitas pekerjaan di PT CPI jelang peralihan pengelolaan Blok Rokan tidak hanya disampaikan masyarakat sekitar. Para pekerja yang mencari nafkah di blok minyak terbesar di Pulau Sumatera itu juga sudah banyak yang dirumahkan. Hal itu diakui salah seorang pekerja di subkontraktor PT CPI, Aminudin. Saat ditemui Riau Pos, Aminudin bercerita bahwa sejak dua tahun belakangan kontrak kerja untuk perusahaan mitra memang sudah mulai berkurang. Bahkan mencapai ribuan. Menurut Amin, pengurangan tersebut disebabkan masa kontrak kerja yang sudah habis.

"Jadi kan kalau pekerja subkontraktor ini ada masa kontrak. Jadi kalau masa kontrak habis, pekerjaan di PT CPI masih ada, diperpanjang kontraknya. Atau dipanggil lagi. Biasanya, dipanggil lagi. Sejak dua tahun belakangan memang sudah banyak yang tidak diperpanjang. Mungkin karena pekerjaan di dalam (area tambang, red) juga sudah tidak ada," ujarnya.

Saat ditanya apakah ada pemberhentian kerja secara sepihak, Aminuddin menjawab sepengetahuan dia hal itu tidak ada. Bahkan, menurut dia proses perekrutan pekerja maupun pemberhentian pekerja sangat jarang terjadi masalah. Karena PT CPI sendiri sangat ketat dengan aturan tenaga kerja. Sehingga perusahaan subkontraktor tidak pernah mau membuat masalah atau mencoba main-main dengan tenaga kerja. Artinya kerja di lapangan itu sesuai kontrak sekian tahun. Dalam detik-detik terakhir begitu banyak memang yang tidak berlanjut. PT lain juga banyak berkurang.

"Itu mungkin bukan semacam ada intimidasi atau tekanan, mungkin karena Pertamina mau masuk atau mungkin pekerjaan sudah mau habis," tuntasnya.***

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari