JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Masih hangat sebagai bahan pembicaraan terkait tentang kebijakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) 0 persen. Pro kontra pendapat sudah pasti terjadi dalam lingkup pelaku pasar otomotif.
Ya, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan menerapkan PPnBM secara bertahap hingga nantinya diangka 0 persen. Tak sedikit yang menganggap hal ini akan menjadi penyebab penerimaan negara turun. Akan tetapi sejumlah kalangan berpendapat akan sebaliknya dalam jangka panjang.
Prediksi turunnya potensi penerimaan negara akibat diskon PPnBM itu diakui Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko) Ekonomi Susiwijono dalam konferensi pers virtual di Jakarta, beberapa waktu lalu (16/2).
"Adanya pengurangan PPnBM ini potensial penurunan revenuenya barang kali ada di satu koma sekian sampai sampai Rp2,3 triliun," ujarnya.
Akan tetapi dirinya menambahkan, pemerintah berpikir jangka panjang di mana keuntungan atau dampak positif yang dihasilkan oleh kebijakan tersebut jauh lebih banyak.
Ya, bila melihat rencana ini pastinya akan menggairahkan pasar, terlebih dengan kondisi seperti sekarang. Industri otomotif yang akan bisa menambah pemanfaatan kapasitas terpasang serta menyelamatkan tenaga kerja.
Belum lagi industri pendukung yang terlibat, baik pemasok komponen dan sektor hilir yaitu diler hingga after market.
Sedangkan Yustinus Prastowo, Staf Khusus Menteri Keuangan menyatakan tidak ada potensi berkurangnya penerimaan negara. Hal ini diungkapkan lewat acara program B-Talk di salah satu stasiun TV swasta (16/2).
"Diskon PPnBM yang tarifnya ditanggung oleh pemerintah (DTP) itu masuk ke dalam belanja pajak pemerintah.
"Itu masuk dalam belanja pajak pemerintah yang masuk di dalam alokasi stimulus Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pada alokasi ini dalamnya terdapat insentif pajak, (PPnBM) sama dengan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 DTP dan lain-lain. Jadi sifatnya hanya alokasi belanja," ujarnya.
Menurut Yustinus nantinya akan ada pemasukan yang dihasilkan jika diskon PPnBM itu dilakukan dan penyerapan produk atau mobil bisa terjadi seperti yang ditargetkan. Pemasukan yang akan bertambah itu dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kemudian PPh Pasal 21 badan.
"Nantinya di daerah akan mendapatkan keuntungan dari semakin banyaknya Bea Balik Nama (BBN) kendaraan, dan lain-lain," jelas Yustinus.
Ya, selama ini dari total harga sebuah mobil yang dipatok oleh agen pemegang merek (APM) dan diler sekitar 40 – 45 persen masuk ke kas negara. Selama ini dari PPN yang besarnya 10 persen lalu PPnBM 10 persen – 125 persen masuk ke kas negara.
Ini menjadi pemikiran logis kalau diterapkannya aturan PPnBM hingga 0 persen pemerintah masih meraih "untung". Mobil yang berhak mendapatkan fasilitas diskon PPnBM adalah mobil yang bermesin 1.500 cc ke bawah – baik sedan maupun mobil berpenggerak 4×2 – yang merupakan segmen terbesar.
Apalagi mobil bermesin 1.500 cc ke bawah adalah segmen yang terbanyak dibeli oleh masyarakat, yaitu sekitar 41 – 42 persen.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi