Kamis, 19 September 2024

Menolak Vaksinasi Bisa Didenda hingga Dikurung

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Penolakan vaksinasi Covid-19 terang-terangan diutarakan politikus PDIP Ribka Tjiptaning, Selasa (12/1) ketika rapat kerja Kementerian Kesehatan, BPOM, dan PT Bio Farma dengan Komisi IX DPR RI. Di sisi lain, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Edward Hiariej menjelaskan, siapapun yang menolak vaksin Covid-19 mendapatkan hukuman penjara atau denda.

"Kalau persoalan vaksin, saya tidak mau divaksin,” kata Ribka dengan nada tinggi. Bahkan ketika seluruh anak cucunya yang ber-KTP DKI Jakarta diharuskan vaksinasi, dia enggan. Menurutnya mending membayar denda. ”Meski bayar denda Rp5 juta per orang, saya bayar. Jual mobil kek," imbuhnya.

Alasannya, belum lulus uji klinis ketiga. Hal itu menurut Ribka dikatakan oleh perwakilan PT Bio Farma. Menurut pengalamannya, dia pernah mengetahui vaksin anti polio yang disuntikan malah menyebabkan lumpuh layu. Kejadiannya di Sukabumi. Ada juga di Majalaya, penyuntikan vaksin untuk penyakit kaki gajah menyebabkan 12 orang meninggal. "Karena di India ditolak, di Afrika ditolak juga. Masuk ke Indonesia 1,3 triliun (dosis)," tuturnya. Pengalamannya itu didapat ketika dia menjabat sebagai ketua komisi IX pda 2005-2009. Dia memperingatkan agar tidak ada yang boleh main-main dengan vaksinasi ini. "Kalau dipaksa pelanggaran HAM lho," ujarnya.

Baca Juga:  Jumlah Masyarakat Terpapar Covid-19 Terus Meningkat

Selanjutnya dia mempertanyakan jenis mana yang akan diberikan secara gratis untuk masyarakat. Dalam laporan Kemenkes di DPR kemarin, ada lima vaksin yang akan digunakan. Yakni Sinovac, Novavax, COVAX/GAVI, AstraZenica, dan Pfizer. "Pasti yang murah untuk orang miskin," kata Ribka.

- Advertisement -

Bahkan Ribka menuturkan pandemi ini berujung pada bisnis. Yakni jualan obat dan vaksin. "Karena bukan masanya APD, habis ini obat yang akan ramai," tuturnya. Dia mengingatkan bahwa negara tak boleh berbisnis dengan rakyatnya.  Di sisi lain, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Edward Hiariej menyebut masyarakat yang menolak vaksinasi Covid-19 dapat dihukum 1 tahun penjara. Ketentuan itu merujuk UU Nomor 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Pasal 93 UU itu menyatakan setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan/atau menghalangi penyelenggaraan kekarantinaan sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat bisa dipidana penjara paling lama satu tahun dan/atau denda maksimal Rp100 juta.

Baca Juga:  Sukiman: Pantau Kondisi Sembako dan Pangan di Pasaran

Hal tersebut disampaikan Hiariej saat menjadi narasumber webinar yang diselenggarakan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) beberapa waktu lalu. "Ketika ada pertanyaan apakah ada sanksi atau tidak (untuk masyarakat yang menolak vaksin), secara tegas saya mengatakan ada sanksi itu. Mengapa sanksi harus ada? Karena ini (vaksinasi) merupakan suatu kewajiban," kata Hiariej dalam webinar yang disiarkan di channel Youtube PB IDI tersebut.

- Advertisement -

Akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) itu menegaskan bahwa vaksinasi adalah suatu kewajiban. UU Kekarantinaan Kesehatan, tepatnya pasal 9, menyebut setiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan ikut serta dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan. (lyn/far/wan/mia/deb/ted)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Penolakan vaksinasi Covid-19 terang-terangan diutarakan politikus PDIP Ribka Tjiptaning, Selasa (12/1) ketika rapat kerja Kementerian Kesehatan, BPOM, dan PT Bio Farma dengan Komisi IX DPR RI. Di sisi lain, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Edward Hiariej menjelaskan, siapapun yang menolak vaksin Covid-19 mendapatkan hukuman penjara atau denda.

"Kalau persoalan vaksin, saya tidak mau divaksin,” kata Ribka dengan nada tinggi. Bahkan ketika seluruh anak cucunya yang ber-KTP DKI Jakarta diharuskan vaksinasi, dia enggan. Menurutnya mending membayar denda. ”Meski bayar denda Rp5 juta per orang, saya bayar. Jual mobil kek," imbuhnya.

Alasannya, belum lulus uji klinis ketiga. Hal itu menurut Ribka dikatakan oleh perwakilan PT Bio Farma. Menurut pengalamannya, dia pernah mengetahui vaksin anti polio yang disuntikan malah menyebabkan lumpuh layu. Kejadiannya di Sukabumi. Ada juga di Majalaya, penyuntikan vaksin untuk penyakit kaki gajah menyebabkan 12 orang meninggal. "Karena di India ditolak, di Afrika ditolak juga. Masuk ke Indonesia 1,3 triliun (dosis)," tuturnya. Pengalamannya itu didapat ketika dia menjabat sebagai ketua komisi IX pda 2005-2009. Dia memperingatkan agar tidak ada yang boleh main-main dengan vaksinasi ini. "Kalau dipaksa pelanggaran HAM lho," ujarnya.

Baca Juga:  Manfaat Minum Kopi untuk Bantu Daya Ingat hingga Belajar

Selanjutnya dia mempertanyakan jenis mana yang akan diberikan secara gratis untuk masyarakat. Dalam laporan Kemenkes di DPR kemarin, ada lima vaksin yang akan digunakan. Yakni Sinovac, Novavax, COVAX/GAVI, AstraZenica, dan Pfizer. "Pasti yang murah untuk orang miskin," kata Ribka.

Bahkan Ribka menuturkan pandemi ini berujung pada bisnis. Yakni jualan obat dan vaksin. "Karena bukan masanya APD, habis ini obat yang akan ramai," tuturnya. Dia mengingatkan bahwa negara tak boleh berbisnis dengan rakyatnya.  Di sisi lain, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Edward Hiariej menyebut masyarakat yang menolak vaksinasi Covid-19 dapat dihukum 1 tahun penjara. Ketentuan itu merujuk UU Nomor 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Pasal 93 UU itu menyatakan setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan/atau menghalangi penyelenggaraan kekarantinaan sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat bisa dipidana penjara paling lama satu tahun dan/atau denda maksimal Rp100 juta.

Baca Juga:  Sukiman: Pantau Kondisi Sembako dan Pangan di Pasaran

Hal tersebut disampaikan Hiariej saat menjadi narasumber webinar yang diselenggarakan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) beberapa waktu lalu. "Ketika ada pertanyaan apakah ada sanksi atau tidak (untuk masyarakat yang menolak vaksin), secara tegas saya mengatakan ada sanksi itu. Mengapa sanksi harus ada? Karena ini (vaksinasi) merupakan suatu kewajiban," kata Hiariej dalam webinar yang disiarkan di channel Youtube PB IDI tersebut.

Akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) itu menegaskan bahwa vaksinasi adalah suatu kewajiban. UU Kekarantinaan Kesehatan, tepatnya pasal 9, menyebut setiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan ikut serta dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan. (lyn/far/wan/mia/deb/ted)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari