Jumat, 22 November 2024
spot_img

Napoleon: Bukan buat Saya Sendiri

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat melaksanakan sidang dakwa perkara red notice sesuai rencana. Senin sidang yang dipimpin langsung oleh Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Damis.

Irjen Napoleon Bonaparte merupakan terdakwa yang pertama kali dibawa ke ruang sidang kemarin. Mantan kepala Divisi Hubungan Internasional Polri itu didakwa menerima suap tidak kurang Rp6 miliar dari terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra.

"Menerima uang sejumlah SGD 200 ribu dan sejumlah USD 270 ribu," kata Agung Zulkipli.

Jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung (Kejagung) itu menyatakan bahwa uang tersebut diberikan oleh Djoko Tjandra kepada Napoleon melalui teman dekatnya Tommy Sumardi. Duit miliaran rupiah itu juga diberikan bertahap. Mulai 28 April 2020 sampai 5 Mei 2020. Pertama, uang yang diserahkan sebanyak SGD 200 ribu. Kedua, pada 29 April 2020, Djoko Tjandra lewat Tommy Sumardi menyerahkan USD 100 ribu kepada Napoleon. Kemudian USD 150 ribu pada 4 Mei 2020 dan terakhir USD 20 ribu pada 5 Mei 2020. Sehingga total uang yang diberikan Djoko Tjandra kepada Napoleon melalui Tommy Sumardi sebanyak SGD 200 ribu dan USD 270 ribu.

Dalam surat dakwaan yang dibacakan kemarin, jaksa menyebutkan bahwa uang sebanyak itu diberikan dengan maksud tertentu. "Supaya pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara tersebut (Napoleon) berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya," beber Zulkipli. Yakni menghapus nama Djoko Tjandra dari data pencarian orang atau DPO.

Baca Juga:  Warga Menolak Dievakuasi Karena Takut Harta Benda Hilang

Dalam dakwaan tersebut juga terungkap bahwa sempat terjadi perubahan jumlah uang yang diminta. Dari Rp3 miliar menjadi Rp7 miliar. ’Nego harga’ itu kali pertama muncul dalam pertemuan pada 17 April 2020. Napoleon menyebut, untuk menghapus red notice Djoko Tjandra dengan imbalan sejumlah uang Rp3 miliar. 

Namun, angka itu berubah pada 27 April 2020. Saat itu, Napoleon menolak menerima uang USD 50 ribu dari Djoko Tjandra. 

"Ini apaan nih segini, ga mau saya. Naik Ji jadi tujuh (miliar) Ji soalnya kan buat depan juga bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan beliau dan berkata petinggi kita ini," beber jaksa menirukan ucapan Napoleon kala itu.

Setelah itulah uang SGD 200 ribu dan USD 270 ribu diserahkan secara bertahap. Sementara uang USD 50 ribu yang ditolak Napoleon masuk ke kantong Brigjen Pol Prasetijo Utomo. Pada pertemuan 27 April 2020, jenderal bintang satu Polri itu turut serta mengantar Tommy. Semula, uang yang hendak diberikan kepada Napoleon sebanyak USD 100 ribu.

Jumlahnya menyusut menjadi USD 50 ribu lantaran Prasetijo meminta jatah. Jaksa pun kembali menirukan pernyataan mantan kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim itu. 

"Banyak banget ini Ji buat beliau (Napoleon)? Buat gue mana?" tutur jaksa. 

Yang terjadi kemudian Prasetijo membagi dua USD 100 ribu tersebut. Dalam dakwaan untuk Prasetijo, jaksa menyatakan bahwa terdakwa menerima uang USD 150 ribu dari Djoko Tjandra. Serupa dengan Napoleon, uang tersebut diberikan lewat Tommy. Dalam perkara tersebut, dia berperan mengantar dan mengenalkan Tommy kepada Napoleon. Duit untuk Prasetijo diberikan dua kali. Masing-masing USD 100 ribu dan USD 50 ribu. 

Baca Juga:  Tiga Siswa Cendana Mandau Raih Prestasi Sains Nasional

Sehingga total uang yang diterima oleh Prasetijo sebanyak USD 150 ribu atau sekurang-kurangnya Rp2,1 miliar. Akibat perbuatan Napoleon dan Prasetijo, Djoko Tjandra bebas keluar masuk Indonesia. Sehingga bisa mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) lewat PN Jakarta Selatan pada Juni lalu.

Sementara itu, Djoko Tjandra dan Tommy didakwa memberikan suap kepada Napoleon serta Prasetijo. Total uang suap untuk kedua pejabat Polri tersebut lebih dari Rp8 miliar. Dalam sidang dakwaan kemarin memang disampaikan oleh jaksa bahwa Djoko Tjandra sudah menyiapkan Rp10 miliar untuk siapa pun yang membantu menghapus namanya dari DPO.

Tidak hanya mendakwa Djoko Tjandra sebagai penyuap Napoleon dan Prasetijo, kemarin jaksa turut mendakwa yang bersangkutan sebagai orang yang memberikan uang USD 500 ribu kepada oknum jaksa Pinangki Sirna Malasari. Tujuannya tidak lain supaya Pinangki mengurus permohonan fatwa Mahkamah Agung (MA). Berkaitan dengan dakwaan tersebut, Napoleon mengajukan nota keberatan. Sehingga dalam sidang berikutnya dia bakal membacakan eksepsi di hadapan majelis hakim. Sementara itu, rekan Napoleon di kepolisian, Prasetijo tidak mengajukan nota keberatan. "Kami akan bertempur di dalam pemeriksaan saksi nanti," kata penasihat hukum Prasetijo, Denny Kailimang.(syn/jpg)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat melaksanakan sidang dakwa perkara red notice sesuai rencana. Senin sidang yang dipimpin langsung oleh Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Damis.

Irjen Napoleon Bonaparte merupakan terdakwa yang pertama kali dibawa ke ruang sidang kemarin. Mantan kepala Divisi Hubungan Internasional Polri itu didakwa menerima suap tidak kurang Rp6 miliar dari terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra.

- Advertisement -

"Menerima uang sejumlah SGD 200 ribu dan sejumlah USD 270 ribu," kata Agung Zulkipli.

Jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung (Kejagung) itu menyatakan bahwa uang tersebut diberikan oleh Djoko Tjandra kepada Napoleon melalui teman dekatnya Tommy Sumardi. Duit miliaran rupiah itu juga diberikan bertahap. Mulai 28 April 2020 sampai 5 Mei 2020. Pertama, uang yang diserahkan sebanyak SGD 200 ribu. Kedua, pada 29 April 2020, Djoko Tjandra lewat Tommy Sumardi menyerahkan USD 100 ribu kepada Napoleon. Kemudian USD 150 ribu pada 4 Mei 2020 dan terakhir USD 20 ribu pada 5 Mei 2020. Sehingga total uang yang diberikan Djoko Tjandra kepada Napoleon melalui Tommy Sumardi sebanyak SGD 200 ribu dan USD 270 ribu.

- Advertisement -

Dalam surat dakwaan yang dibacakan kemarin, jaksa menyebutkan bahwa uang sebanyak itu diberikan dengan maksud tertentu. "Supaya pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara tersebut (Napoleon) berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya," beber Zulkipli. Yakni menghapus nama Djoko Tjandra dari data pencarian orang atau DPO.

Baca Juga:  Pemerintah Wajibkan Pelajar dari Luar Negeri Diobservasi

Dalam dakwaan tersebut juga terungkap bahwa sempat terjadi perubahan jumlah uang yang diminta. Dari Rp3 miliar menjadi Rp7 miliar. ’Nego harga’ itu kali pertama muncul dalam pertemuan pada 17 April 2020. Napoleon menyebut, untuk menghapus red notice Djoko Tjandra dengan imbalan sejumlah uang Rp3 miliar. 

Namun, angka itu berubah pada 27 April 2020. Saat itu, Napoleon menolak menerima uang USD 50 ribu dari Djoko Tjandra. 

"Ini apaan nih segini, ga mau saya. Naik Ji jadi tujuh (miliar) Ji soalnya kan buat depan juga bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan beliau dan berkata petinggi kita ini," beber jaksa menirukan ucapan Napoleon kala itu.

Setelah itulah uang SGD 200 ribu dan USD 270 ribu diserahkan secara bertahap. Sementara uang USD 50 ribu yang ditolak Napoleon masuk ke kantong Brigjen Pol Prasetijo Utomo. Pada pertemuan 27 April 2020, jenderal bintang satu Polri itu turut serta mengantar Tommy. Semula, uang yang hendak diberikan kepada Napoleon sebanyak USD 100 ribu.

Jumlahnya menyusut menjadi USD 50 ribu lantaran Prasetijo meminta jatah. Jaksa pun kembali menirukan pernyataan mantan kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim itu. 

"Banyak banget ini Ji buat beliau (Napoleon)? Buat gue mana?" tutur jaksa. 

Yang terjadi kemudian Prasetijo membagi dua USD 100 ribu tersebut. Dalam dakwaan untuk Prasetijo, jaksa menyatakan bahwa terdakwa menerima uang USD 150 ribu dari Djoko Tjandra. Serupa dengan Napoleon, uang tersebut diberikan lewat Tommy. Dalam perkara tersebut, dia berperan mengantar dan mengenalkan Tommy kepada Napoleon. Duit untuk Prasetijo diberikan dua kali. Masing-masing USD 100 ribu dan USD 50 ribu. 

Baca Juga:  TNI Perkenalkan Organisasi Baru, Koopssus, Kogabwilhan, dan Pusinfomar

Sehingga total uang yang diterima oleh Prasetijo sebanyak USD 150 ribu atau sekurang-kurangnya Rp2,1 miliar. Akibat perbuatan Napoleon dan Prasetijo, Djoko Tjandra bebas keluar masuk Indonesia. Sehingga bisa mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) lewat PN Jakarta Selatan pada Juni lalu.

Sementara itu, Djoko Tjandra dan Tommy didakwa memberikan suap kepada Napoleon serta Prasetijo. Total uang suap untuk kedua pejabat Polri tersebut lebih dari Rp8 miliar. Dalam sidang dakwaan kemarin memang disampaikan oleh jaksa bahwa Djoko Tjandra sudah menyiapkan Rp10 miliar untuk siapa pun yang membantu menghapus namanya dari DPO.

Tidak hanya mendakwa Djoko Tjandra sebagai penyuap Napoleon dan Prasetijo, kemarin jaksa turut mendakwa yang bersangkutan sebagai orang yang memberikan uang USD 500 ribu kepada oknum jaksa Pinangki Sirna Malasari. Tujuannya tidak lain supaya Pinangki mengurus permohonan fatwa Mahkamah Agung (MA). Berkaitan dengan dakwaan tersebut, Napoleon mengajukan nota keberatan. Sehingga dalam sidang berikutnya dia bakal membacakan eksepsi di hadapan majelis hakim. Sementara itu, rekan Napoleon di kepolisian, Prasetijo tidak mengajukan nota keberatan. "Kami akan bertempur di dalam pemeriksaan saksi nanti," kata penasihat hukum Prasetijo, Denny Kailimang.(syn/jpg)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari