Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Harumkan Riau Berkat Komunitas Tuli Lancang Kuning 

Santi Setyaningsih menjadi satu dari beberapa pemudi asal Riau yang berhasil meraih prestasi tingkat nasional. Pencapaiannya adalah juara tiga Pemuda Pelopor Nasional 2020 di bidang pendidikan. Riau patut berbangga, sebab pendiri Komunitas Tuli Lancang Kuning Riau ini adalah satu-satunya peserta penyandang disabilitas yang berkompetisi dari seluruh penjuru negeri.

Laporan: PANJI AHMAD SYUHADA (Pekanbaru)

KECERIAAN terpancar jelas dari raut wajah Santi Setyaningsih. Pemudi asal Rumbai, Kota Pekanbaru yang berhasil mengharumkan nama Provinsi Riau di kancah nasional ini adalah pendiri Komunitas Tuli Lancang Kuning (Kutilang) Riau. 

Dedikasi terhadap para disabilitas tunarungu atau biasa disebutnya teman tuli di lingkungannya ini mengantarkan pada juara III Pemuda Pelopor Nasional 2020 di bidang pendidikan. Ajang ini diselenggarakan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) RI.

Pada momen Sumpah Pemuda tahun ini, Kemenpora memberikan apresiasi terhadap para kaum muda lewat dedikasinya untuk negeri. Santi menjadi satu-satunya peserta disabilitas dari seluruh penjuru negeri yang telah berkontribusi.

"Motivasi saya selama ini karena pengalaman, dan ingin sama-sama bersinergi mewujudkan lingkungan yang inklusif," kata Santi, kepada Riau Pos, Senin (26/10).

Dia bercerita, Komunitas Tuli Lancang Kuning yang didirikannya merupakan implikasi dari bentuk kesulitan para teman tuli yang ada di Riau untuk mengakses informasi, termasuk akses layanan publik. Hal itulah yang menggerakkannya untuk berbuat dan berbagi.

"Jadi kalau teman tuli mau mengakses layanan informasi artinya dia perlu juru bahasa isyarat (JBI). Bukan juru baca isyarat ya, perlu jadi catatan. Nah di Riau belum ada JBI sama sekali, maka Kutilang Riau inilah yang bisa melahirkan JBI pertama di Provinsi Riau," ungkapnya.

Dalam praktiknya di lapangan, Santi membuat metode pembelajaran bahasa isyarat secara teori yang kaya akan visualisasi. Hal inilah yang bisa menarik minat bagi anak tuli, karena menurutnya anak tuli inilah yang paling rentan dalam memahami literasi.

Baca Juga:  Sakit atau Sehat, Peserta BPJS Kesehatan Wajib Bayar Iuran

"Itu kenapa saya membangun wadah Komunitas Tuli Lancang Kuning Riau, supaya masyarakat teredukasi dengan baik tentang apa keperluan teman disabilitas itu sendiri," ujarnya.

Penulis buku Aku Bangga Menjadi Tunarungu 2015 ini pun mengisahkan perjalanan panjang yang dilaluinya hingga meraih prestasi tersebut. Dalam ajang ini, ada empat bidang yang dinilai. Yaitu bidang pangan, bidang sumber daya alam dan lingkungan, bidang sosial budaya dan agama serta bidang pendidikan.

Saat proses fact finding, dari 34 peserta se-Riau, Santi terpilih menjadi perwakilan Riau di bidang pendidikan, kemudian ada juga Khadafi dari Dumai di bidang SDA dan lingkungan yang sama-sama lolos untuk melaju ke tahap kedua nasional. Untuk persiapan wawancara ke tingkat nasional ini, menurut Santi hal yang paling greget adalah di saat momen pengumuman. Kemudian untuk melanjutkan ke presentasi nasional mereka cuma diberi waktu 2 hari untuk persiapan.

"Mepet banget waktunya. Harus pakai baju adat, pemaparan presentasinya dalam bentuk video kepeloporan dan meminta testimoni dari peserta yang dapat manfaat dari kepeloporannya," ujarnya.

Satu hari sebelum presentasi nasional, Santi ditemani Kepala Bidang Pengembangan Pemuda Dispora Provinsi Riau Dian untuk keliling bersilaturahmi. Yang pertama yaitu ke Gubernur Riau Syamsuar dan Kadispora Riau Boby Rachmat.

"Alhamdulillah didukung penuh. Dan dari Kadispora Kota Pekanbaru serta Wakil Wali Kota Ayat Cahyadi pun mendukung. Jadi aku semangat deh buat persiapannya," ungkap Santi.

Tak sampai di situ, ketegangan yang dirasakan Santi juga memuncak saat presentasi virtual melalu zoom meeting. Saat itu, jurinya adalah Kak Seto dan Deputi Pengembangan Pemuda Kemenpora, Niam Sholeh dan Prof Imam Taufiq.

"Setelah presentasi terakhir di tingkat nasional ini, aku lega. Aku serahkan saja sama yang kuasa untuk hasilnya," katanya.

Baca Juga:  BMKSB Dukung Program Bupati Kuansing Mursini

Lantas seminggu kemudian pengumuman tersebut keluar. Peraih SCTV Award 2018 ini menjadi satu-satunya dari Riau yang lolos untuk ke Jakarta. Namun saat sampai di sana, Santi merasa ada yang kurang lengkap, lantaran harapannya bertemu peserta yang sama-sama disabilitas pupus. Dia pun menjadi satu-satunya disabilitas yang bisa sampai ke kancah nasional.

"Saya bertemu pemuda-pemuda hebat, harapannya saya bisa bertemu dengan pemuda disabilitas. Ternyata hanya saya seorang peserta disabilitas (tuli) satu-satunya dari Riau," ujarnya.

Dia pun bercerita, apa yang didapatnya saat ini merupakan bentuk dukungan dari keluarga. Terutama sang suami Faqi Asnan, orang tua, mertua serta masyarakat di lingkungannya. Bagi Santi, dalam hidup yang terpenting bukan menang ataupun kalah. Justru berbuat dan berjuang menjadi kunci untuk meraih segala sesuatu yang diimpikan.

"Bagaimana kita menjalankan hidup itu yang penting bukan apakah kita menang atau kalah. Tuhan tidak mewajibkan manusia untuk menang sehingga yang kalah pun bukan berdosa. Yang penting adalah apakah seseorang berjuang atau tidak," ungkap Santi.

Dari pencapaian disabilitas asal Riau yang menoreh prestasi nasional ini, terselip pesan kepada pemuda-pemuda Riau, agar menggunakan waktu untuk berkembang, bersinergi dan menjadi agen perubahan.

"Karena semua perubahan yang dilakukan justru ada di tangan generasi muda," tuturnya.

Ajang pemuda pelopor nasional adalah wujud dari semangat pemuda dalam mengembangkan potensi diri, guna merintis jalan, melakukan terobosan, menjawab tantangan dan memberikan jalan keluar atas berbagai masalah yang dilandasi sikap dan jiwa kesukarelawanan. Dan perilaku menjadi suatu karya nyata yang berkualitas dan dilaksanakan secara konsisten, menginspirasi bagi lingkungan sosial-masyarakat serta diakui oleh berbagai pihak.***
 

Santi Setyaningsih menjadi satu dari beberapa pemudi asal Riau yang berhasil meraih prestasi tingkat nasional. Pencapaiannya adalah juara tiga Pemuda Pelopor Nasional 2020 di bidang pendidikan. Riau patut berbangga, sebab pendiri Komunitas Tuli Lancang Kuning Riau ini adalah satu-satunya peserta penyandang disabilitas yang berkompetisi dari seluruh penjuru negeri.

Laporan: PANJI AHMAD SYUHADA (Pekanbaru)

- Advertisement -

KECERIAAN terpancar jelas dari raut wajah Santi Setyaningsih. Pemudi asal Rumbai, Kota Pekanbaru yang berhasil mengharumkan nama Provinsi Riau di kancah nasional ini adalah pendiri Komunitas Tuli Lancang Kuning (Kutilang) Riau. 

Dedikasi terhadap para disabilitas tunarungu atau biasa disebutnya teman tuli di lingkungannya ini mengantarkan pada juara III Pemuda Pelopor Nasional 2020 di bidang pendidikan. Ajang ini diselenggarakan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) RI.

- Advertisement -

Pada momen Sumpah Pemuda tahun ini, Kemenpora memberikan apresiasi terhadap para kaum muda lewat dedikasinya untuk negeri. Santi menjadi satu-satunya peserta disabilitas dari seluruh penjuru negeri yang telah berkontribusi.

"Motivasi saya selama ini karena pengalaman, dan ingin sama-sama bersinergi mewujudkan lingkungan yang inklusif," kata Santi, kepada Riau Pos, Senin (26/10).

Dia bercerita, Komunitas Tuli Lancang Kuning yang didirikannya merupakan implikasi dari bentuk kesulitan para teman tuli yang ada di Riau untuk mengakses informasi, termasuk akses layanan publik. Hal itulah yang menggerakkannya untuk berbuat dan berbagi.

"Jadi kalau teman tuli mau mengakses layanan informasi artinya dia perlu juru bahasa isyarat (JBI). Bukan juru baca isyarat ya, perlu jadi catatan. Nah di Riau belum ada JBI sama sekali, maka Kutilang Riau inilah yang bisa melahirkan JBI pertama di Provinsi Riau," ungkapnya.

Dalam praktiknya di lapangan, Santi membuat metode pembelajaran bahasa isyarat secara teori yang kaya akan visualisasi. Hal inilah yang bisa menarik minat bagi anak tuli, karena menurutnya anak tuli inilah yang paling rentan dalam memahami literasi.

Baca Juga:  6 Manfaat Efektif Minum Rebusan Daun Salam untuk Kesehatan

"Itu kenapa saya membangun wadah Komunitas Tuli Lancang Kuning Riau, supaya masyarakat teredukasi dengan baik tentang apa keperluan teman disabilitas itu sendiri," ujarnya.

Penulis buku Aku Bangga Menjadi Tunarungu 2015 ini pun mengisahkan perjalanan panjang yang dilaluinya hingga meraih prestasi tersebut. Dalam ajang ini, ada empat bidang yang dinilai. Yaitu bidang pangan, bidang sumber daya alam dan lingkungan, bidang sosial budaya dan agama serta bidang pendidikan.

Saat proses fact finding, dari 34 peserta se-Riau, Santi terpilih menjadi perwakilan Riau di bidang pendidikan, kemudian ada juga Khadafi dari Dumai di bidang SDA dan lingkungan yang sama-sama lolos untuk melaju ke tahap kedua nasional. Untuk persiapan wawancara ke tingkat nasional ini, menurut Santi hal yang paling greget adalah di saat momen pengumuman. Kemudian untuk melanjutkan ke presentasi nasional mereka cuma diberi waktu 2 hari untuk persiapan.

"Mepet banget waktunya. Harus pakai baju adat, pemaparan presentasinya dalam bentuk video kepeloporan dan meminta testimoni dari peserta yang dapat manfaat dari kepeloporannya," ujarnya.

Satu hari sebelum presentasi nasional, Santi ditemani Kepala Bidang Pengembangan Pemuda Dispora Provinsi Riau Dian untuk keliling bersilaturahmi. Yang pertama yaitu ke Gubernur Riau Syamsuar dan Kadispora Riau Boby Rachmat.

"Alhamdulillah didukung penuh. Dan dari Kadispora Kota Pekanbaru serta Wakil Wali Kota Ayat Cahyadi pun mendukung. Jadi aku semangat deh buat persiapannya," ungkap Santi.

Tak sampai di situ, ketegangan yang dirasakan Santi juga memuncak saat presentasi virtual melalu zoom meeting. Saat itu, jurinya adalah Kak Seto dan Deputi Pengembangan Pemuda Kemenpora, Niam Sholeh dan Prof Imam Taufiq.

"Setelah presentasi terakhir di tingkat nasional ini, aku lega. Aku serahkan saja sama yang kuasa untuk hasilnya," katanya.

Baca Juga:  Baru 9 Sekolah Dapat Rekomendasi PTM

Lantas seminggu kemudian pengumuman tersebut keluar. Peraih SCTV Award 2018 ini menjadi satu-satunya dari Riau yang lolos untuk ke Jakarta. Namun saat sampai di sana, Santi merasa ada yang kurang lengkap, lantaran harapannya bertemu peserta yang sama-sama disabilitas pupus. Dia pun menjadi satu-satunya disabilitas yang bisa sampai ke kancah nasional.

"Saya bertemu pemuda-pemuda hebat, harapannya saya bisa bertemu dengan pemuda disabilitas. Ternyata hanya saya seorang peserta disabilitas (tuli) satu-satunya dari Riau," ujarnya.

Dia pun bercerita, apa yang didapatnya saat ini merupakan bentuk dukungan dari keluarga. Terutama sang suami Faqi Asnan, orang tua, mertua serta masyarakat di lingkungannya. Bagi Santi, dalam hidup yang terpenting bukan menang ataupun kalah. Justru berbuat dan berjuang menjadi kunci untuk meraih segala sesuatu yang diimpikan.

"Bagaimana kita menjalankan hidup itu yang penting bukan apakah kita menang atau kalah. Tuhan tidak mewajibkan manusia untuk menang sehingga yang kalah pun bukan berdosa. Yang penting adalah apakah seseorang berjuang atau tidak," ungkap Santi.

Dari pencapaian disabilitas asal Riau yang menoreh prestasi nasional ini, terselip pesan kepada pemuda-pemuda Riau, agar menggunakan waktu untuk berkembang, bersinergi dan menjadi agen perubahan.

"Karena semua perubahan yang dilakukan justru ada di tangan generasi muda," tuturnya.

Ajang pemuda pelopor nasional adalah wujud dari semangat pemuda dalam mengembangkan potensi diri, guna merintis jalan, melakukan terobosan, menjawab tantangan dan memberikan jalan keluar atas berbagai masalah yang dilandasi sikap dan jiwa kesukarelawanan. Dan perilaku menjadi suatu karya nyata yang berkualitas dan dilaksanakan secara konsisten, menginspirasi bagi lingkungan sosial-masyarakat serta diakui oleh berbagai pihak.***
 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari