Beberapa waktu terakhir, dunia seni Riau diramaikan dengan kemunculan Asosiasi Seniman Riau (Aseri). Siapakah Aseri ini sesungguhnya?
(RIAUPOS.CO) – Aseri adalah lembaga berbadan hukum yang berbentuk perkumpulan seniman yang bergerak di wilayah Provinsi Riau. Perkumpulan ini berdiri tanggal 27 Juli lalu. Marhalim Zaini, Fedli Aziz dan Willy Hfi adalah penggagas lahirnya perkumpulan ini. Sedangkan mereka yang berperan sebagai pendiri, selain Marhalim, Fedli dan Willy, juga ada Iwan Irawan, Rino Dezapati, Furqon Elwe dan Aristofani Fahmi.
Dampak Covid-19 menjadi penyebab utama lahirnya Aseri, kata Marhalim. Banyak seniman kehilangan panggung, tidak bisa produktif, seni pertunjukan benar-benar mati, sehingga sangat berdampak pada perekonomian mereka. Sementara, tidak ada basa-basi apalagi upaya nyata dari pemerintah untuk memberikan solusi kepada seniman sebagai pelaku ekonomi kreatif.
Dari kondisi ini, maka terwujudnya ekosistem seni yang sehat di Provinsi Riau melalui peningkatan kesejahteraan seniman, menjadi visi misi Aseri. Pemikiran-pemikiran cerdas dan ke depan mengalir begitu saja dari seniman-seniman berbagai usia dan latar belakang seni yang tergabung dalam Aseri. Tidak hanya seniman dengan latar belakang teater, tapi juga musik, rupa, sastra dan tari. Semuanya tergabung dalam Aseri. Awalnya memang hanya beberapa orang saja, lalu semakin bertambah dengan adanya grup Whatsapp yang dibuat khusus, dan semakin bertambah banyak setelah Aseri membuka pendaftaran anggota.
Lagi-lagi ditegaskan Marhalim, bahwa, Aseri berdiri sebagai perkumpulan yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan seniman Riau yang menjadi faktor utama pengembangan kesenian di Riau, demi mewujudkan ekosistem seni yang lebih sehat. Inisiatif ini dimulai karena adanya kesadaran solidaritas terhadap kondisi seniman Riau pada masa pandemi Covid-19 yang belum menjadi perhatian pemerintah.
Seniman Riau adalah salah satu unsur masyarakat di Provinsi Riau yang terdampak pandemi secara langsung. Segala kegiatan formal, adat, budaya, seni, maupun pariwisata yang melibatkan seniman, terhenti. Bukan hanya tentang ekonomi, seniman Riau juga memerkarakan tidak hadirnya pemerintah dalam menghadirkan ruang ekspresi kreatif dan nilai sebagai penunjang terpenting eksistensi seni budaya Riau.
Dari kesadaran solidaritas tersebut, kemudian lahir kesadaran ekosistem seni yang belum secara semestinya dan menjadi akar persoalan kesejahteraan seniman Riau. Ekosistem seni Riau yang dimaksud adalah komitmen keterlibatan aspek-aspek utama terkait pertumbuhan dan perkembangan proses kekaryaan seni: pembinaan dan pendidikan seni yang tepat dan efektif yang melahirkan generasi penerus, skema pembiayaan produktfitas seni yang efisien dan bersifat gotong royong, pembangunan dan pengelolaan infrastruktur seni di seluruh daerah di Provinsi Riau yang sesuai dengan tata kelola dan standar penyelenggaraan kegiatan seni, serta terciptanya ruang ekspresi atau pasar yang menempatkan seniman Riau sebagai pemain utama.
‘’Akhirnya, solidaritas yang melahirkan Asosiasi Seniman Riau ini mengajak seluruh stakeholder di Riau, baik itu Pemerintah Provinsi, legislator, perusahaan-perusahaan, serta unsur masyarakat lainnya untuk ikut berkomitmen terhadap pentingnya nilai seni dalam kehidupan masyarakat. Bahwa seni menegaskan kesamaan ummat manusia sekaligus meneguhkan kekhasan kaum atau bahkan pribadi yang menciptakan karya itu. Kekuatan seni ikut menjadi inti peradaban dan kebudayaan di Riau, sehingga ketika sebuah kebudayaan dan peradaban melapuk, hanya artefak seni dan intelektualnya yang akan menahan gerusan waktu dan tak jarang ikut membentuk identitas zaman yang datang sesudahnya. Jadi, Aseri fokus ke seniman,’’ kata Marhalim.
Ada lima program unggulan Aseri. Lima program tersebut, yakni, lumbung pangan seniman (Lumpang), gerakan seribu sanggar (Gass), pendidikan seni dan konservatori, produksi seni dan art space (pasar seni). Meski baru berusia dua bulan, berbagai kegiatan atau program ini sudah berjalan. Aseri sudah menyalurkan bantuan sembako kepada seniman yang dinilai layak menerima dalam beberapa tahapan. Bantuan sembako ini didapatkan Aseri dari pihak lain yang ingin membantu seniman terdampak Covid-19 dan Aseri sebagai jembatannya.
Jika dijabarkan lebih luas dan untuk menjawab pertanyaan banyak pihak mengapa Aseri harus lahir, maka jawaban itu muncul dari masalah; di masa pandemi kemana seniman mengadu?, lembaga seni yang ada belum mampu memberikan solusi, tidak ada program pembiayaan regular bagi seniman, informasi tentang hibah/fasilitasi seni tidak merata, yang terlibat dalam program seni hanya segelintir seniman, kebijakan pemda terhadap seni tidak ada yang mengawal, seniman tidak tahu jalur CSR, seniman tidak tahu mencari sponsor, penikmat seni belum dikelola sebagai pasar seni, tidak ada reward secara berskala bagi seniman dan masih banyak lainnya yang artinya adalah, ekosistem seni tidak sehat.
Dengan demikian, seniman membutuhkan advokasi kebijakan, perlindungan, dan pembinaan, program regular, pembiayaan berkarya, jaringan dan kerja sama, pusat data dan informasi, peningkatan SDM dan sebuah pasar seni. Dengan kata lain, seniman perlu peningkatan kesejahteraan. Maka, diperlukan solusi, bahwa seni tidak bisa dilakukan oleh orang per orang tapi harus dilakukan bersama melalui sebuah perkumpulan atau asosiasi legal yang bermuara kepada kesejahteraan atau nasib seniman.***
Laporan KUNNI MASROHANTI, Pekanbaru