Minggu, 10 November 2024

Sudah 3,5 Juta Nomor Rekening Pekerja Disetor

- Advertisement -

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pengumpulan nomor rekening (norek) pekerja calon penerima bantuan subsidi upah (BSU) bertambah pesat. Hingga kemarin (11/8), tercatat sudah 3,5 juta norek yang terkumpul di BPJamsostek. Jumlah ini meningkat tajam dari sehari sebelumnya sebanyak 700 ribu norek.

Diakui Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah, pengumpulan norek dan validasi jadi tantangan utama dari program bantuan ini. Sebab nantinya, penyaluran bantuan bakal diserahkan langsung pada pekerja.  "Langsung nggak pakai mampir," ujarnya ditemui usai diskusi bersama pelaku industri pariwisata, di Jakarta, Selasa (11/8).

- Advertisement -

Melihat penambahan yang cukup signifikan dalam satu hari ini, Ida optimis, proses pengumpulan norek ini bisa cepat. Pada bulan ini, ditargetkan bisa di atas 5 juta norek. Sehingga, bantuan sebesar Rp600 ribu per bulan ini bisa segera dikucurkan.

"Semua secara paralel bergerak. Mudah-mudahan Agustus bisa mulai (dicairkan, red)," ungkapnya.

Meski begitu, dia tetap meminta agar HRD perusahaan dapat proaktif untuk menyetor norek pekerjanya yang memenuhi syarat untuk menerima BSU ini. Di antaranya, merupakan peserta aktif BPJamsostek dan upah di bawah Rp5 juta per bulan. Untuk syarat peserta aktif, Ida menyebut, tidak akan terbatas pada yang aktif mengiur saja. Bagi yang menunggak pun bakal diperhitungkan untuk menjadi penerima subsidi.  "Sepanjang dia masih jadi peserta BPJS Ketenagakerjaan (BPJamsostek, red) ya," jelas Ida.

- Advertisement -

Sementara untuk penetapan batas upah di bawah Rp 5 Juta ini, lanjut dia, tujuannya ialah memperluas coverage penerima bantuan. Selain itu, banyak juga pekerja yang meski bergaji Rp5 juta namun berkurang drastis pada masa pandemi ini. Entah karena efisiensi kantor ataupun pengurangan jam kerja yang akhirnya berpengaruh pada besaran upah yang diterima.

"Kami memprioritaskan yang di bawah Rp 5 juta. Karena, kalau yang di atas itu dan mengalami pengurangan kan masih bisa survive ya sepertinya," papar politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut.

Baca Juga:  Enam Sebab Lagu-lagu Berbahasa Jawa Mendadak Tren

Kebijakan ini pun tak lepas dari polemik. Ida mengaku, ada pertanyaan yang mampir soal kenapa harus pekerja yang masih aktif? Bukan mereka yang di-PHK ataupun lainnya. Menurutnya, justru kebijakan bantuan ini menyempurnakan treatment yang diberikan oleh pemerintah sebelumnya dalam rangka menghadapi pandemi Covid-19 ini.

"Semua sudah. Tinggal pekerja yang memang pendapatannya banyak yang turun drastis," ungkap Ida.

Pada bagian lain, mantan anggota DPR RI ini menyampaikan jika usulan BSU ini segera rampung. Kemarin, usulan sudah disampaikan pada menteri keuangan dan akan dilengkapi dengan peraturan menteri ketenagakerjaan (permenaker) soal BSU tersebut. Meski begitu, permenaker ini belum bisa dikeluarkan. Karena masih akan dilakukan harmonisasi terlebih dahulu dengan peraturan pemerintah lainnya di Kementerian Hukum dan HAM.

Terpisah, Presiden Joko Widodo menjelaskan, semua bantuan sosial akan diupayakan agar bisa segera dikeluarkan. Termasuk di dalamnya bantuan subsidi upah kepada sekitar 15,7 juta pekerja non-ASN dan BUMN yang gaji bulanannya di bawah Rp5 juta. ’’In sya Allah dalam seminggu dua minggu ini ini sudah akan keluar,’’ terangnya di Makodam III Siliwangi, kemarin.

Begitu pula bansos produktif untuk 13 juta UMKM senilai Rp2,4 juta dan bantuan-bantuan lainnya. Diharapkan, bantuan tersebut mampu menjaga daya beli masyarakat di bawah.

"Konsumsi domestik kita juga akan naik. Sehingga diharapkan mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional," lanjut mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Karena itu, Presiden meminta agar para kepala daerah segera merealisasikan belanja APBD-nya. Karena secara umum, dia melihat anggaran-anggaran itu masih banyak yang disimpan di bank.  "Masih Rp170 triliun di bank," tuturnya.

Artinya perlu kecepatan untuk menggunakan APBD, khususnya di kuartal ketiga yang akan berakhir pada September mendatang. Gubernur Jabar Ridwan Kamil menjelaskan, keperluan subsidi di wilayahnya memang tergolong besar. ’’Sebelum Covid-19, subsidi itu hanya 25 persen kepada populasi. Sekarang 72% rakyat Jawa Barat itu tangannya di bawah,’’ ujarnya. Dari 14 juta KK di Jabar, 10,7 juta di antaranya memerlukan bansos. untuknya, ada fasilitas pinjaman daerah sehingga ada cadangan untuk menggerakkan ekonomi setidaknya sampai Desember.

Baca Juga:  Kronologi Kecelakaan Bus Maut yang Tewaskan 7 Orang

Sementara itu Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyampaikan dampak pandemi Covid-19 telah menyasar sendi-sendi kehidupan. "Terutama di sektor kesehatan dan ekonomi," katanya saat memberikan pengarahan pada Rapat Koordinasi Penyederhanaan Birokrasi yang digelar secara virtual, kemarin (11/8).

Untuk itu Ma’ruf menyampaikan pemerintah mengalokasikan anggaran yang cukup besar untuk memulihkan sektor kesehatan dan ekonomi itu. Jumlahnya mencapai Rp695 triliun. Dia mengakui dalam praktiknya penyaluran atau penggunaan anggaran pemulihan tersebut masih mengalami hambatan.

"Salah satu sumbatan itu adalah birokrasi yang lambat," tegasnya. Khususnya birokrasi yang lambat dalam merespons keadaan dan menyikapi kondisi genting atau urgency yang terjadi saat ini. Ma’ruf menuturkan beberapa masalah birokrasi itu seperti lambatnya proses perencanaan dan penganggaran. Kemudian data yang tidak akurat. Serta jam kerja di tengah pandemi yang tidak tidak selaras antara kementerian, lembaga, atau pemerintah daerah terkait.

Selain itu Ma’ruf mengungkapkan adanya kelambatan dalam pengadaan barang dan jasa. Lalu terjadi tumpeng tindih atau overlapping program antara kementerian, lembaga, serta pemerintah daerah. Ma’ruf mengingatkan pandemi Covid-19 harus menjadi momentum untuk memaksa birokrasi melakukan akselerasi. Birokrasi harus mengubah cara kerja dan melakukan penyesuaian dengan keterbatasan yang terjadi. Ma’ruf selaku Ketua Komite Reformasi Birokrasi Nasional juga meminta ada peningkatan kualitas SDM aparatur.

"Lakukan kolaborasi kerja," tuturnya. Kolaborasi kerja itu mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanana, pengawasan, sampai pengendalian program. Kemudian birokrasi juga harus melakukan sejumlah inovasi dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. Sehingga pelayanan dapat cepat, mudah, murah, sekaligus akuntabel. Serta tetap mengikuti protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19.(mia/byu/wan/jpg)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pengumpulan nomor rekening (norek) pekerja calon penerima bantuan subsidi upah (BSU) bertambah pesat. Hingga kemarin (11/8), tercatat sudah 3,5 juta norek yang terkumpul di BPJamsostek. Jumlah ini meningkat tajam dari sehari sebelumnya sebanyak 700 ribu norek.

Diakui Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah, pengumpulan norek dan validasi jadi tantangan utama dari program bantuan ini. Sebab nantinya, penyaluran bantuan bakal diserahkan langsung pada pekerja.  "Langsung nggak pakai mampir," ujarnya ditemui usai diskusi bersama pelaku industri pariwisata, di Jakarta, Selasa (11/8).

- Advertisement -

Melihat penambahan yang cukup signifikan dalam satu hari ini, Ida optimis, proses pengumpulan norek ini bisa cepat. Pada bulan ini, ditargetkan bisa di atas 5 juta norek. Sehingga, bantuan sebesar Rp600 ribu per bulan ini bisa segera dikucurkan.

"Semua secara paralel bergerak. Mudah-mudahan Agustus bisa mulai (dicairkan, red)," ungkapnya.

- Advertisement -

Meski begitu, dia tetap meminta agar HRD perusahaan dapat proaktif untuk menyetor norek pekerjanya yang memenuhi syarat untuk menerima BSU ini. Di antaranya, merupakan peserta aktif BPJamsostek dan upah di bawah Rp5 juta per bulan. Untuk syarat peserta aktif, Ida menyebut, tidak akan terbatas pada yang aktif mengiur saja. Bagi yang menunggak pun bakal diperhitungkan untuk menjadi penerima subsidi.  "Sepanjang dia masih jadi peserta BPJS Ketenagakerjaan (BPJamsostek, red) ya," jelas Ida.

Sementara untuk penetapan batas upah di bawah Rp 5 Juta ini, lanjut dia, tujuannya ialah memperluas coverage penerima bantuan. Selain itu, banyak juga pekerja yang meski bergaji Rp5 juta namun berkurang drastis pada masa pandemi ini. Entah karena efisiensi kantor ataupun pengurangan jam kerja yang akhirnya berpengaruh pada besaran upah yang diterima.

"Kami memprioritaskan yang di bawah Rp 5 juta. Karena, kalau yang di atas itu dan mengalami pengurangan kan masih bisa survive ya sepertinya," papar politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut.

Baca Juga:  Ternyata Ini Penyebab Nia Ramadhani Sering Nangis saat Diperiksa Polisi

Kebijakan ini pun tak lepas dari polemik. Ida mengaku, ada pertanyaan yang mampir soal kenapa harus pekerja yang masih aktif? Bukan mereka yang di-PHK ataupun lainnya. Menurutnya, justru kebijakan bantuan ini menyempurnakan treatment yang diberikan oleh pemerintah sebelumnya dalam rangka menghadapi pandemi Covid-19 ini.

"Semua sudah. Tinggal pekerja yang memang pendapatannya banyak yang turun drastis," ungkap Ida.

Pada bagian lain, mantan anggota DPR RI ini menyampaikan jika usulan BSU ini segera rampung. Kemarin, usulan sudah disampaikan pada menteri keuangan dan akan dilengkapi dengan peraturan menteri ketenagakerjaan (permenaker) soal BSU tersebut. Meski begitu, permenaker ini belum bisa dikeluarkan. Karena masih akan dilakukan harmonisasi terlebih dahulu dengan peraturan pemerintah lainnya di Kementerian Hukum dan HAM.

Terpisah, Presiden Joko Widodo menjelaskan, semua bantuan sosial akan diupayakan agar bisa segera dikeluarkan. Termasuk di dalamnya bantuan subsidi upah kepada sekitar 15,7 juta pekerja non-ASN dan BUMN yang gaji bulanannya di bawah Rp5 juta. ’’In sya Allah dalam seminggu dua minggu ini ini sudah akan keluar,’’ terangnya di Makodam III Siliwangi, kemarin.

Begitu pula bansos produktif untuk 13 juta UMKM senilai Rp2,4 juta dan bantuan-bantuan lainnya. Diharapkan, bantuan tersebut mampu menjaga daya beli masyarakat di bawah.

"Konsumsi domestik kita juga akan naik. Sehingga diharapkan mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional," lanjut mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Karena itu, Presiden meminta agar para kepala daerah segera merealisasikan belanja APBD-nya. Karena secara umum, dia melihat anggaran-anggaran itu masih banyak yang disimpan di bank.  "Masih Rp170 triliun di bank," tuturnya.

Artinya perlu kecepatan untuk menggunakan APBD, khususnya di kuartal ketiga yang akan berakhir pada September mendatang. Gubernur Jabar Ridwan Kamil menjelaskan, keperluan subsidi di wilayahnya memang tergolong besar. ’’Sebelum Covid-19, subsidi itu hanya 25 persen kepada populasi. Sekarang 72% rakyat Jawa Barat itu tangannya di bawah,’’ ujarnya. Dari 14 juta KK di Jabar, 10,7 juta di antaranya memerlukan bansos. untuknya, ada fasilitas pinjaman daerah sehingga ada cadangan untuk menggerakkan ekonomi setidaknya sampai Desember.

Baca Juga:  Pemerintah Belum Menetapkan Status Darurat Banjir

Sementara itu Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyampaikan dampak pandemi Covid-19 telah menyasar sendi-sendi kehidupan. "Terutama di sektor kesehatan dan ekonomi," katanya saat memberikan pengarahan pada Rapat Koordinasi Penyederhanaan Birokrasi yang digelar secara virtual, kemarin (11/8).

Untuk itu Ma’ruf menyampaikan pemerintah mengalokasikan anggaran yang cukup besar untuk memulihkan sektor kesehatan dan ekonomi itu. Jumlahnya mencapai Rp695 triliun. Dia mengakui dalam praktiknya penyaluran atau penggunaan anggaran pemulihan tersebut masih mengalami hambatan.

"Salah satu sumbatan itu adalah birokrasi yang lambat," tegasnya. Khususnya birokrasi yang lambat dalam merespons keadaan dan menyikapi kondisi genting atau urgency yang terjadi saat ini. Ma’ruf menuturkan beberapa masalah birokrasi itu seperti lambatnya proses perencanaan dan penganggaran. Kemudian data yang tidak akurat. Serta jam kerja di tengah pandemi yang tidak tidak selaras antara kementerian, lembaga, atau pemerintah daerah terkait.

Selain itu Ma’ruf mengungkapkan adanya kelambatan dalam pengadaan barang dan jasa. Lalu terjadi tumpeng tindih atau overlapping program antara kementerian, lembaga, serta pemerintah daerah. Ma’ruf mengingatkan pandemi Covid-19 harus menjadi momentum untuk memaksa birokrasi melakukan akselerasi. Birokrasi harus mengubah cara kerja dan melakukan penyesuaian dengan keterbatasan yang terjadi. Ma’ruf selaku Ketua Komite Reformasi Birokrasi Nasional juga meminta ada peningkatan kualitas SDM aparatur.

"Lakukan kolaborasi kerja," tuturnya. Kolaborasi kerja itu mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanana, pengawasan, sampai pengendalian program. Kemudian birokrasi juga harus melakukan sejumlah inovasi dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. Sehingga pelayanan dapat cepat, mudah, murah, sekaligus akuntabel. Serta tetap mengikuti protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19.(mia/byu/wan/jpg)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari