JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Kasus dugaan surat palsu dan meloloskan buronan yang menjerat Brigjen Prasetijo Utomo masih berlangsung. Sayangnya, hingga saat ini belum terungkap soal dugaan gratifikasi dari Djoko Tjandra kepada Brigjen Prasetijo Utomo yang membuat surat jalan hingga mengantar ke Pontianak.
Padahal, dalam pesan WhatsApp yang beredar dan diakui merupakan pesan dari Pengacara Djoko Tjandra, Anita Angraini Kolopaking diketahui ada biaya untuk berbagai hal. Seperti, pengurusan Red Notice hingga pembuatan sejumlah dokumen.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menjelaskan, memang kasus tersebut telah sampai ke penyidikan, walau tanpa tersangka. Namun, motif dari Brigjen Prasetijo Utomo hingga mau untuk membantu Djoko Tjandra belum juga terungkap. ”Apa yang menggerakkan hingga mau memberikan berbagai fasilitas itu,” jelasnya.
Apakah benar ada gratifikasi yang diterima atau ada sesuatu yang lainnya. Tentunya bila kasus ini ditangani dengan transparan, semua itu tentunya terungkap. Lalu, siapa sajakah yang menerima gratifikasi dari Djoko Tjandra tersebut. ”Bagaimana proses pemberian itu juga harusnya diungkap,” jelasnya.
Apalagi, Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo berjanji untuk menuntaskan kasus tersebut. Bahkan, hingga ke aliran dana dalam kasus yang diduga mengalir. ”Kami menunggu janji itu,” paparnya.
Sementara itu, pengejaran terhadap Djoko Tjandra sendiri belum membuahkan hasil. Djoko diketahui lari ke Malaysia, namun belum ada tanda-tanda pengamanan dari penegak hukum maupun upaya pemulangan oleh pemerintah Indonesia. Berbagai lini diharapkan turun tangan demi melancarkan upaya pemulangan buronan ini.
Salah satunya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Diduga bahwa keluar-masuknya Djoko ke Indonesia juga diketahui banyak pihak. Pihak-pihak ini berpotensi menjadi saksi untuk mempermudah pelacakan Djoko. LPSK menjamin bila ada yang ingin menjadi saksi dan memberi keterangan terkait keberadaan Djoko ke penegak hukum, LPSK siap melindungi.
Wakil Ketua LPSK Susilaningtias menyebutkan bahwa sudah ada beberapa saksi yang diperiksa kepolisian. Tidak menutup kemungkinan para saksi ini merasakan keterancaman setelah memberi kesaksian. Susi menjelaskan LPSK akan berkoordinasi dengan kepolisian untuk menjamin keamanan saksi tersebut. “Bahkan bila ada yang mengajukan diri sebagai saksi pelaku atau justice collaborator, kami siap membantu,” jelas Susi, Sabtu (25/7).
Susi menambahkan bahwa saat ini sudah diperlukan upaya ekstradisi. Karena bebasnya Djoko keluar masuk wilayah Indonesia bisa berpengaruh pada hubungan bilateral dua negara, yakni Indonesia dengan Malaysia maupun Indonesia dengan Papua Nugini.
Di sisi lain, Indonesia Corruption Watch (ICW) berpendapat bahwa penyelesaian kasus Djoko Tjandra ini terkesan berbelit-belit dan belum tampak keseriusan penegak hukum untuk menuntaskannya. Karena itu, mereka mendesak DPR menggunakan hak angket dan menyelidiki lembaga-lembaga terkait.
“ICW mendesak DPR menggunakan hak angket dalam kasus Djoko Tjandra terhadap kepolisian, kejaksaan, Kementerian Hukum dan HAM, dan Kementerian Dalam Negeri,” ungkap Aktivis ICW Donal Fariz dalam keterangan tertulis, kemarin.
Sementara hingga saat ini, menurutnya, belum terlihat ada tanda-tanda DPR akan mengambil langkah untuk hak angket tersebut. Padahal, dia membandingkan dengan apa yang dilakukan DPR terhadap KPK beberapa waktu lalu. Di mana dengan sigap DPR mempergunakan hak angket untuk KPK sehingga terjadilah perubahan undang-undang yang kini sudah berlaku.
“Apabila tidak ada tindakan dari pihak-pihak berenang, maka ini menunjukkan tidak adanya keseriusan menyelesaikan kasus Djoko. Dan dugaan bahwa Djoko dilindungi rezim pemerintahan saat ini bisa semakin terlihat,” lanjutnya.(idr/deb/jpg)