JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Kutai Timur Ismunandar dan Ketua DPRD Encek Unguria R Firgasih yang merupakan pasangan suami istri membongkar praktik relasi dinasti politik di daerah. KPK menetapkan tujuh tersangka terkait kasus dugaan suap proyek infrastruktur di Kabupaten Kutai Timur.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri di Jakarta, Senin (6/7/2020).
“Ini membuktikan bahwa pengaruh kuat nepotisme terhadap korupsi. Kutai Timur contoh nyata nepotisme telah menyebabkan korupsi yang merugikan keuangan negara sangat terang-benderang dan betapa lancarnya korupsi di Kutai Timur,” kata Firli.
Jenderal polisi bintang tiga itu menuturkan, politik dinasti berawal dari proyek yang disusun Pemerintah Kabupaten Kutai Timur yang tentunya tak lepas dari kekuasaan Ismunandar. Dia menduga, proyek tersebut disetujui Ketua DPRD yang merupakan istri dari Ismunandar.
“Proyek dikerjakan Dinas PUPR dan Dinas Diknas. Bupati Kutim menjamin tidak ada relokasi anggaran di Diknas dan PUPR karena Covid-19 dan fee proyek ditampung oleh Kepala BPKAD dan kepala Bapenda untuk kepentingan Bupati Kutai Timur,” terang Firli.
Firli menyebut, dalam memberantas korupsi perlu peran andil dan dukungan semua pihak eksekutif, legislatif, yudikatif dan seluruh anak bangsa dalam perbaikan sistem secara menyeluruh.
“Sebagaimana yang pernah sering saya sampaikan di berbagai kesempatan, bahwa korupsi terjadi karena banyak faktor dan tidak ada sebab tunggal orang melakukan korupsi,” ujar Firli.
Oleh karena itu, Firli memandang jika kekuasaan eksekutif dan legislatif dikuasai oleh hubungan keluarga, maka dapat diduga korupsi tidak bisa terelakkan. Bahkan, praktik nepotisme itu juga didorong oleh sistem yang sangat memungkinkan karena sistem yang memang tersedia.
“Korupsi tidak terlepas dari sistem sebagai penyebabnya. Untuk itu banyak hal bidang yang perlu dibenahi,” sesal Firli.
Firli menegaskan, sejumlah bidang yang perlu dibenahi meliputi sistem ekonomi, sistem tata niaga, sistem pelayananan publik, sistem pengadaan barang dan jasa, sistem perijinan, sistem rekruitmen, sistem impor-ekspor. Termasuk juga sistem politik dan sistem pilkada langsung yang perlu menjadi pemikiran semua pihak.
“Dalam hal pencegahannya, KPK sudah melakukan kajian terkait politik berintegritas termasuk pelaksanaan pilkada langsung,” tegas Firli.
KPK menetapkan Bupati Kutai Timur Ismunandar beserta istrinya, Ketua DPRD Encek Unguria sebagai tersangka. KPK menduga, Ismunandar dan Encek Unguria menerima suap bersama tiga tersangka lain yakni Ketua Badan Pendapatan Daerah (Bapeda) Musyaffa, Ketua Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKAD) Suriansyah dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Aswandini.
Suap itu diduga diduga diberikan oleh dua tersangka, yakni Aditya Maharani dan Deky Aryanto selaku rekanan proyek. Pemberian suap bertujuan untuk mendapat proyek di Kutai Timur pada tahun anggaran 2019-2020.
Dalam memgungkap kejahatan tersebut, KPK menyita uang tunai Rp170 juta, sejumlah buku tabungan dengan total saldo sebanyak Rp4,8 miliar dan sertifikat deposito senilai Rp1,2 miliar.
Para tersangka penerima disangkakan melanggar Pasal 12 Ayat (1) Huruf A atau B atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke- KUHP Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Sedangkan pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) Huruf A atau B atau PASAL 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Hary B Koriun