JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Sidang perkara penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, kemarin (30/4). Novel dihadirkan dalam persidangan tersebut sebagai saksi korban. Dia memberikan keterangan seputar kronologi penyiraman hingga dugaan keterlibatan jenderal.
Dalam persidangan yang digelar secara live streaming itu, Novel sejatinya menceritakan kronologi penyiraman seperti yang pernah dia sampaikan di berbagai kesempatan. Mulai dari peristiwa penyerangan air keras hingga aktivitas pengintaian yang dilakukan sejumlah orang di sekitar rumahnya sebelum insiden penyiraman terjadi pada 11 April 2017 lalu.
Di hadapan majelis hakim, mantan perwira polisi itu juga menceritakan dugaan keterlibatan jenderal dalam penyerangannya. Dia mengungkapkan informasi tersebut disampaikan Komjen M Iriawan yang kala itu menjabat Kapolda Metro Jaya. "Beliau (M Iriawan, red) menyebut beberapa kali nama orang yang kemudian beliau sebut ini jenderal ini,"ungkapnya.
Informasi terkait keterlibatan jenderal itu seyogyanya pernah disampaikan Novel berulangkali. Kata Novel, M Iriawan menyebut nama jenderal itu kala menjenguknya di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta Utara beberapa saat setelah peristiwa penyiraman terjadi. Jenderal itu yang diyakini banyak pihak sebagai aktor intelektual penyerangan Novel.
Usai sidang, Novel kembali menentang opini terkait motif pelaku penyerangan yang menjadi terdakwa dalam perkara itu. Yakni Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette. Keduanya merupakan anggota Polri aktif. Di dalam dakwaan, kedua pelaku itu didakwa memiliki motif dendam terhadap Novel. Motif itu lah yang dianggap aneh oleh Novel.
"Tidak mungkin ada anggota Polri yang kemudian tidak suka apabila pemberantasan korupsi dilakukan,” tuturnya. Apalagi, kata Novel, dirinya tidak pernah bertemu dengan kedua terdakwa. “Saya tidak pernah bertemu dengan yang bersangkutan, saya tidak pernah ada interaksi langsung maupun tidak langsung, baik dengan keluarganya dan lain-lain," imbuh suami Rina Emilda itu.
Novel menyadari, ruang lingkup pemeriksaan kemarin adalah dakwaan jaksa penuntut umum (JPU). Karena itu, dia mempertimbangkan membuka fakta yang lebih luas yang dapat dianggap melenceng dari persidangan. "Saya serahkan kepada majelis hakim soal 2 hal, pertama hasil copy dari rekomendasi Komnas HAM yang telah dilakukan. Juga kronologis detail yang saya buat dalam 8 lembar," paparnya.(tyo/jpg)