JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Masalah perusahaan asuransi milik negara terus bergulir, pengamat menilai sudah saatnya pihak yang berwenang tidak lepas tangan. Dalam hal ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) disarankan untuk memperbaiki sistem internal yang disebut-sebut sebagai biang keladi kerugian.
Bukan hanya di PT Asuransi Jiwasraya, melainkan juga PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata RI (ASABRI) dan Bumiputera. OJK dianggap memiliki pengawasan dan pengendalian yang lemah terhadap praktik asuransi, khususnya di Jiwasraya, yang bercampur dengan investasi.
Ekonom Universitas Indonesia dan Direktur Eksekutif Next Policy Fithra Faisal Hastiadi memaparkan bahwa permasalahan ada dalam bentuk salah satu bagian perusahaan, yakni bancassurance. Masyarakat yang literasi keuangannya kurang, menurut dia, akan sulit membedakan antara perbankan yang seharusnya untuk investasi dan asuransi tersebut.
Sementara itu, analis asuransi Irvan Rahardjo menilai OJK tidak banyak berperan dan cenderung angkat tangan dalam pengawasan. ’’Kemarin presiden menyerukan reformasi asuransi. Saya katakan yang harus direformasi adalah OJK-nya karena penuh dengan aturan, tapi kurang pengawasan,’’ paparnya.
Tudingan Irvan itu dijawab Deputi Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo. Menurut dia, OJK selalu melakukan pengawasan. ’’Paling tidak, kami berusaha memperbaiki aspek pelaporan. Reformasi sudah terjadi di perbankan, tapi belum di asuransi. Terjadi gap antarsektor dan ini yang harus direformasi. Bukan kurang pengawasan,’’ terangnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman
JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Masalah perusahaan asuransi milik negara terus bergulir, pengamat menilai sudah saatnya pihak yang berwenang tidak lepas tangan. Dalam hal ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) disarankan untuk memperbaiki sistem internal yang disebut-sebut sebagai biang keladi kerugian.
Bukan hanya di PT Asuransi Jiwasraya, melainkan juga PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata RI (ASABRI) dan Bumiputera. OJK dianggap memiliki pengawasan dan pengendalian yang lemah terhadap praktik asuransi, khususnya di Jiwasraya, yang bercampur dengan investasi.
- Advertisement -
Ekonom Universitas Indonesia dan Direktur Eksekutif Next Policy Fithra Faisal Hastiadi memaparkan bahwa permasalahan ada dalam bentuk salah satu bagian perusahaan, yakni bancassurance. Masyarakat yang literasi keuangannya kurang, menurut dia, akan sulit membedakan antara perbankan yang seharusnya untuk investasi dan asuransi tersebut.
Sementara itu, analis asuransi Irvan Rahardjo menilai OJK tidak banyak berperan dan cenderung angkat tangan dalam pengawasan. ’’Kemarin presiden menyerukan reformasi asuransi. Saya katakan yang harus direformasi adalah OJK-nya karena penuh dengan aturan, tapi kurang pengawasan,’’ paparnya.
- Advertisement -
Tudingan Irvan itu dijawab Deputi Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo. Menurut dia, OJK selalu melakukan pengawasan. ’’Paling tidak, kami berusaha memperbaiki aspek pelaporan. Reformasi sudah terjadi di perbankan, tapi belum di asuransi. Terjadi gap antarsektor dan ini yang harus direformasi. Bukan kurang pengawasan,’’ terangnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman