Senin, 10 Maret 2025
spot_img

Pertamina Akui Ada Blending Pertamax

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Per­nyataan Kejaksaan Agung (Kejagung) mengenai pertalite yang dioplos menjadi pertamax langsung memantik kehebohan. Jagat media sosial diwarnai hujatan kepada Pertamina. Sejumlah SPBU juga mengeluhkan berkurangnya pembeli pertamax.

Merespons kehebohan tersebut, Pertamina kemarin memberikan klarifikasi. Vice President (VP) Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso membantah pertamax merupakan BBM oplosan. Fadjar menjelaskan, ada perbedaan signifikan antara praktik oplosan dan blending BBM. Oplosan adalah istilah pencampuran yang tidak sesuai dengan aturan, sedangkan blending merupakan praktik umum (common practice) dalam proses produksi bahan bakar.

’’Blending yang dimaksud adalah proses pencampuran bahan bakar dengan unsur kimia lain untuk mencapai kadar oktan atau RON (research octane number, red) tertentu dan parameter kualitas lainnya,’’ ujarnya di Jakarta, kemarin (26/2).

Fadjar mencontohkan, pertalite merupakan campuran komponen bahan bakar ron 92 atau yang lebih tinggi dengan bahan bakar RON yang lebih rendah. Hasil akhirnya adalah bahan bakar RON 90.

Dia menjamin mutu BBM Pertamina telah sesuai spesifikasi. Masyarakat diimbau tidak perlu khawatir. ’’Kualitas pertamax sudah sesuai dengan spesifikasinya, yaitu dengan standar oktan 92,’’ tegasnya.

Pelaksana Tugas Harian (PTH) Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo Putra membenarkan adanya blending yang dilakukan. Artinya, ada zat aditif yang ditambahkan guna meningkatkan performa BBM.

Baca Juga:  Lagi, Dua Petinggi Pertamina Patra Niaga Jadi Tersangka

Dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi XII DPR kemarin (26/2), Ega menjelaskan alur tersebut. Dia menuturkan, BBM yang diterima Pertamina Patra Niaga berasal dari dua sumber utama. Yakni, kilang dalam negeri dan impor dari luar negeri. BBM itu langsung datang dalam bentuk RON 90 (pertalite) dan RON 92 (pertamax), tanpa perubahan nilai oktan di dalam negeri. ’’Yang membedakan adalah, meskipun sudah dalam RON 90 maupun RON 92, itu sifatnya masih base fuel, artinya belum ada aditif,’’ katanya.

Ega melanjutkan, pertamax adalah produk yang telah mengalami penambahan zat aditif dan pewarna sebelum selanjutnya didistribusikan ke SPBU. Hal itu merupakan proses blending dan lumrah dalam industri minyak.

Ketika menambahkan proses blending ini, tujuannya adalah meningkatkan value produk tersebut. Jadi, base fuel RON 92 ditambahkan aditif agar ada benefit-nya.

Penambahan aditif pada pertamax dilakukan dengan perhitungan standar internasional, yaitu 0,33 milliliter per liter BBM. Adapun aditif yang digunakan dalam pertamax berasal dari Afton Chemical, perusahaan asal Amerika Serikat (AS), yang dipilih melalui proses lelang.

Pertamina juga melakukan sejumlah tahapan uji. Mulai sebelum pemuatan (before loading), setelah pemuatan (after loading), hingga sebelum pembongkaran (before discharge). Ega memastikan, uji lab rutin juga wajib dilakukan di terminal penyimpanan dan SPBU. Hal itu bertujuan agar BBM yang dijual ke pasar tetap sesuai standar.

Baca Juga:  Dimaafkan Korban, Tersangka Pencurian Bebas

Hal itu diamini oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Dia menyebut proses blending merupakan hal yang lumrah. ’’Boleh (blending) sebenarnya, selama kualitasnya, speknya (spesifikasinya) sama,’’ ujarnya di Kementerian ESDM, kemarin (26/2).

Selain Pertamina Patra Niaga, Shell dan BP-AKR juga melakukan blending BBM. President Director and Managing Director Mobility Shell Indonesia Ingrid Siburian menegaskan, pihaknya juga melakukan blending untuk menjaga kualitas dan standar BBM.

Ingrid menerangkan, BBM RON 92 yang diimpor dari Singapura juga merupakan base fuel yang kemudian ditambahkan aditif sebelum didistribusikan.

’’Jadi, misalnya kita katakan RON 92, itu memang RON 92 base fuel. Nah, itu kemudian kami tambahkan aditif di terminal kami,’’ ujar Ingrid saat RDP dengan Komisi XII DPR kemarin (26/2).

Pernyataan senada disampaikan Direktur Utama PT Aneka Petroindo Raya (BP-AKR) Vanda Laura. Dia menyebut proses blending yang dilakukan kurang lebih sama dengan lainnya. Pihaknya juga memastikan melakukan pengujian ketat terhadap BBM yang dipasarkan.

Selain pengecekan saat pemuatan dan pembongkaran, BP-AKR juga secara berkala melakukan pengujian bersama Lemigas untuk memastikan kualitas bahan bakar. ’’Sepanjang tahun 2024, kami telah melakukan 50 kali pengujian aktual untuk memastikan BBM tetap sesuai standar yang ditetapkan,’’ tuturnya.(idr/dee/c19/oni/jpg)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Per­nyataan Kejaksaan Agung (Kejagung) mengenai pertalite yang dioplos menjadi pertamax langsung memantik kehebohan. Jagat media sosial diwarnai hujatan kepada Pertamina. Sejumlah SPBU juga mengeluhkan berkurangnya pembeli pertamax.

Merespons kehebohan tersebut, Pertamina kemarin memberikan klarifikasi. Vice President (VP) Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso membantah pertamax merupakan BBM oplosan. Fadjar menjelaskan, ada perbedaan signifikan antara praktik oplosan dan blending BBM. Oplosan adalah istilah pencampuran yang tidak sesuai dengan aturan, sedangkan blending merupakan praktik umum (common practice) dalam proses produksi bahan bakar.

- Advertisement -

’’Blending yang dimaksud adalah proses pencampuran bahan bakar dengan unsur kimia lain untuk mencapai kadar oktan atau RON (research octane number, red) tertentu dan parameter kualitas lainnya,’’ ujarnya di Jakarta, kemarin (26/2).

Fadjar mencontohkan, pertalite merupakan campuran komponen bahan bakar ron 92 atau yang lebih tinggi dengan bahan bakar RON yang lebih rendah. Hasil akhirnya adalah bahan bakar RON 90.

- Advertisement -

Dia menjamin mutu BBM Pertamina telah sesuai spesifikasi. Masyarakat diimbau tidak perlu khawatir. ’’Kualitas pertamax sudah sesuai dengan spesifikasinya, yaitu dengan standar oktan 92,’’ tegasnya.

Pelaksana Tugas Harian (PTH) Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo Putra membenarkan adanya blending yang dilakukan. Artinya, ada zat aditif yang ditambahkan guna meningkatkan performa BBM.

Baca Juga:  BBM Sumbar Disalurkan dengan Skema RAE

Dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi XII DPR kemarin (26/2), Ega menjelaskan alur tersebut. Dia menuturkan, BBM yang diterima Pertamina Patra Niaga berasal dari dua sumber utama. Yakni, kilang dalam negeri dan impor dari luar negeri. BBM itu langsung datang dalam bentuk RON 90 (pertalite) dan RON 92 (pertamax), tanpa perubahan nilai oktan di dalam negeri. ’’Yang membedakan adalah, meskipun sudah dalam RON 90 maupun RON 92, itu sifatnya masih base fuel, artinya belum ada aditif,’’ katanya.

Ega melanjutkan, pertamax adalah produk yang telah mengalami penambahan zat aditif dan pewarna sebelum selanjutnya didistribusikan ke SPBU. Hal itu merupakan proses blending dan lumrah dalam industri minyak.

Ketika menambahkan proses blending ini, tujuannya adalah meningkatkan value produk tersebut. Jadi, base fuel RON 92 ditambahkan aditif agar ada benefit-nya.

Penambahan aditif pada pertamax dilakukan dengan perhitungan standar internasional, yaitu 0,33 milliliter per liter BBM. Adapun aditif yang digunakan dalam pertamax berasal dari Afton Chemical, perusahaan asal Amerika Serikat (AS), yang dipilih melalui proses lelang.

Pertamina juga melakukan sejumlah tahapan uji. Mulai sebelum pemuatan (before loading), setelah pemuatan (after loading), hingga sebelum pembongkaran (before discharge). Ega memastikan, uji lab rutin juga wajib dilakukan di terminal penyimpanan dan SPBU. Hal itu bertujuan agar BBM yang dijual ke pasar tetap sesuai standar.

Baca Juga:  Puluhan Ribu Warga Dumai Sudah Booster

Hal itu diamini oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Dia menyebut proses blending merupakan hal yang lumrah. ’’Boleh (blending) sebenarnya, selama kualitasnya, speknya (spesifikasinya) sama,’’ ujarnya di Kementerian ESDM, kemarin (26/2).

Selain Pertamina Patra Niaga, Shell dan BP-AKR juga melakukan blending BBM. President Director and Managing Director Mobility Shell Indonesia Ingrid Siburian menegaskan, pihaknya juga melakukan blending untuk menjaga kualitas dan standar BBM.

Ingrid menerangkan, BBM RON 92 yang diimpor dari Singapura juga merupakan base fuel yang kemudian ditambahkan aditif sebelum didistribusikan.

’’Jadi, misalnya kita katakan RON 92, itu memang RON 92 base fuel. Nah, itu kemudian kami tambahkan aditif di terminal kami,’’ ujar Ingrid saat RDP dengan Komisi XII DPR kemarin (26/2).

Pernyataan senada disampaikan Direktur Utama PT Aneka Petroindo Raya (BP-AKR) Vanda Laura. Dia menyebut proses blending yang dilakukan kurang lebih sama dengan lainnya. Pihaknya juga memastikan melakukan pengujian ketat terhadap BBM yang dipasarkan.

Selain pengecekan saat pemuatan dan pembongkaran, BP-AKR juga secara berkala melakukan pengujian bersama Lemigas untuk memastikan kualitas bahan bakar. ’’Sepanjang tahun 2024, kami telah melakukan 50 kali pengujian aktual untuk memastikan BBM tetap sesuai standar yang ditetapkan,’’ tuturnya.(idr/dee/c19/oni/jpg)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari