Memperingati satu dekade kelahirannya, Sanggar Ncik Gemilau mementaskan pagelaran tari dengan dengan menyerap filsofi budaya Melayu dalam kehidupan sehari-hari.
RIAUPOS.CO – MENAMPILKAN tema “Tunjuk Ajar Melayu” karya almarhum Tenas Effendy, budayawan asal Riau yang sangat menjunjung tinggi dan amat peduli dengan kemajuan dan perkembangan kebudayaan Melayu, sanggar tari Ncik Gemilau mementaskan karya dalam peringatan satu dekade sanggar tersebut.
Sanggar Ncik Gemilau yang diprakarsai oleh Silvia Gea, mengimplementasikan seluruh tunjuk ajar Melayu Riau tersebut dalam tarian yang memukau. Tak hanya menjadi pimpinan sanggar, Silvia Gea SPd juga turut ambil bagian dalam menciptakan koreografi yang apik sebagai koreografer dalam persembahan perdananya ini.
Puluhan penari dari sanggar Ncik Gemilau berhasil menghipnotis para penonton seperti kembali ke dunia lampu melalui alunan lagu dan gerakan tari mereka. Pertunjukan yang baru pertama kali mereka selenggarakan ini bersempena hari jadi sanggar Ncik Gemilau selama satu dekade, ditampilkan dalam konser tari di Gedung Idrus Tintin, Jumat (6/9/2024) lalu.
Dalam penampilan perdananya para penari sudah mengajak para penonton untuk kembali ke masa-masa tempo dulu yang khas kebiasaan masyarakat Melayu yang menjunjung tinggi nilai tradisi. Melalui tarian berjudul Nak Petang, para penari yang dinominasikan para penari pria ini mengisahkan tentang tradisi masyarakat Melayu yang setiap petang tiba seluruh masyarakat harus sudah pulang ke rumahnya. Karena ada banyak mitos yang dikhawatirkan akan menganggu keselamatan masyarakat, khususnya para anak kecil.
Dalam tarian kedua para penari juga tampil memukau membawakan tarian berjudul Tunjuk Ajar. Tarian ini menceritakan tentang tunjuk ajar yang diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya. Apalagi di zaman yang sudah tercemar dengan modernisasi, banyak membuat anak-anak muda melupakan apa yang sudah ditunjukkan dan diajarkan oleh kedua orang tuanya, sehingga banyak anak muda yang terjerumus pada hal-hal negatif yang tidak hanya meninggalkan nilai tradisi dalam kehidupan sehari-hari, juga agama. Tradisi dan agama (Islam) dalam kehidupan masyarakan Melayu adalah satu kesatuan yang menjadi aturan hidup.
Dalam tarian ketiga, puluhan penari wanita secara apik menyuguhkan tarian berjudul Zapin Gemilau yang berhasil mengolaborasikan antara tarian Melayu dan koreografi modern yang memukau para penonton untuk ikut bergoyang.
Dan tarian keempat, Sanggar Ncik Gemilau juga menampilkan tari Joget Ketupat yang mengisahkan tentang suasana lebaran yang mampu menghipnotis para penonton untuk kembali ke masa indah saat berkumpul bersama sanak saudara di kampung sambil menikmati malam suasana jelang lebaran.
Pada tarian penutup berjudul Pekan Mahligai, tidak hanya sekadar menjadi puncak acara karena menampilkan tarian yang memukau, tetapi juga dibalut dengan pertunjukan kisah percintaan antara bujang dan dara. Di mana salah seorang bujang memiliki perasaan terhadap salah seorang dara yang tengah asyik menghabiskan waktu bersama teman-temannya dengan berlatih tarian Melayu, namun sang bujang tanpa lelah menyakinkan dan mengungkapkan perasaannya kepada wanita pujaannya yang berakhir bahagia.
Menurut Silvia Gea, pertunjukan yang digelar dalam perjalanannya berkarir di duni seni tari ini bukan hanya sekadar ingin menunjukkan kepada penonton tarian Melayu yang ia ciptakan, tetapi juga menjadi wadah bagi generasi muda untuk menyalurkan minat dan bakat mereka ke hal yang positif. Apalagi saat ini banyak generasi muda yang terjerumus kepada hal -hal negatif yang bukan hanya merusak kehidupan mereka namun orang di sekitarnya.
“Saya mau keberadaan sanggar Ncik Gemilau ini menjadi wadah bagi para generasi muda untuk mengekpresikan bakatnya ke hal yang tepat dengan mencintai tradisi Melayu yang sudah ada sebelum mereka dilahirkan,” ujar Silvia kepada Riau Pos, seusai pertunjukkan.
Dalam persembahan perdananya ini, total ada sekitar 43 orang penari yang bukan merupakan penari profesional melainkan penari yang tergabung dalam sanggar Ncik Gemilau binaannya. Mereka terdiri dari kalangan mahasiswa dan juga pelajar yang ingin menyalurkan bakatnya di seni menari.
Silvia juga mengisahkan tentang tema “Tunjuk Ajar” yang ia tampilkan pada satu dekade perjalanan karirnya di dunia seni tari Riau. Menurutnya, generasi muda harus mengetahui secara keseluruhan Tunjuk Ajar Melayu seperti yang disampaikan almarhum Tenas Effendy. Tunjuk ajar artinya bagaimana kita mengapresiasi sebagai generasi muda yang tinggal di bumi Melayu yang memiliki tradisi yang cukup kental. Sebagimana yang diungkapkan oleh pepatah Melayu lama, katanya, “di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung”. Katanya, generasi muda harus mengikuti adat-istiadat Melayu yang bukan hanya sekadar diketahui namun juga dilestarikan dan diamalkan.
“Saya berharap banyak generasi muda yang ikut melestarikan kebudayaan daerah, khususnya Melayu Riau. Karena jika bukan generasi muda yang ikut melestarikan dan menjalankannya, siapa lagi. Jangan sampai adat-istiadat dan tradisi Melayu Riau hilang di tangan kita generasi muda yang tidak peduli terhadap kebudayaan kita sendiri,” tegasnya
Kegiatan ini juga memberikan penghargaan kepada H Muslim SKar MSN sebagai pemerhati tari dan Yayasan Pelatihan Tari Laksemana pimpinan maestro tari Riau Iwan Irawan Permadi, yang diwakili oleh Muhammad Andika.
Rangkaian kegiatan ini juga menghadirkan acara seperti doorprize, after movie, dan talk show, serta foto bersama para penari dan penonton.***
Laporan PRAPTI DWI LESTARI, Pekanbaru