Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Riau Jadi Prioritas Rehabilitasi Mangrove

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi prioritas rehabilitasi mangrove nasional, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 120 tahun 2020 tentang Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM). BRGM mempunyai tugas memfasilitasi percepatan pelaksanaan restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Ketua Komite Investasi Provinsi Riau Budi Hidayat mengatakan, dalam pelaksanaannya, BRGM mendapat berbagai macam sumber pendanaan, salah satunya adalah Mangrove for Coastal Resilience (M4CR) khusus di empat provinsi target yaitu Provinsi Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Timur dan Provinsi Kalimantan Utara.

“Pada pelaksanaan kegiatan rehabilitasi, BRGM menggunakan pendekatan 3M yaitu mempertahankan, meningkatkan dan memulihkan. Pendekatan tersebut dilakukan melalui program Desa Mandiri Peduli Mangrove (DMPM),” katanya.

Lebih lanjut dikatakannya, program DMPM merupakan salah satu bagian dari fungsi menghimpun dan menampung partisipasi dan dukungan masyarakat dalam pelaksanaan rehabilitasi mangrove. Oleh karena itu, Program DMPM menggunakan pendekatan pembangunan desa partisipatif berbasis Kesatuan Lanskap Mangrove dalam upaya mendorong pengelolaan mangrove.

Baca Juga:  Dukung BNNP Wujudkan Gedung Tahanan Berkualitas

“Program DMPM dapat diintegrasikan dalam empat bidang utama yaitu penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat secara simultan,” sebutnya.

Untuk memastikan program rehabilitasi mangrove dapat terus berlangsung secara berkelanjutan, aspek penguatan kelembagaan dan pemberdayaan masyarakat untuk penghidupan masyarakat sekitar mangrove di tingkat desa menjadi faktor penting dalam pelaksanaan rehabilitasi mangrove.

“BRGM telah melaksanakan asesmen potensi desa dan pasar lokal produk masyarakat ekosistem mangrove pada Provinsi Riau, diketahui beberapa faktor peyebab terkendalanya pengembangan kelembagaan ekonomi adalah kurangnya pemahaman terkait manajemen kelompok, perencanaan usaha dan pengelolaan keuangan,” ujarnya.

Disebutkannya, ekosistem mangrove di Provinsi Riau mengalami tekanan yang luar biasa. Pembalakan secara ilegal kayu bakau baik untuk industri arang, bahan pondasi rumah, tambak udang dan keperluan manusia lainnya menyebabkan degradasiekosistem mangrove yang berdampak luas.

“Hilangnya ekosistem mangrove pada beberapa kabupaten yang terletak di pesisir timur Pulau Sumatra menyebabkan abrasi yang cukup hebat yakni di Bengkalis dan Meranti. Abrasi yang terjadi sudah menggerus ekosistem gambut yang ada. Berdasarkan data yang ada, sekitar 482 Km panjang pantai di Provinsi Riau terdampak abrasi,” paparnya.

Baca Juga:  LAMR Anugerahi KSAL Gelar Adat

Akibat abrasi, formasi mangrove yang harusnya menjadi barier terhadap gelombang besar Selat Melaka sekarang telah hilang, tanah gambut yang rapuh tentu dengan mudah akan terkikis, tersapu gelombang. Karena itu, rehabilitasi mangrove dilakukan secara menyeluruh baik dari aspek sosial terutama fungsi kawasan, kepemilikan lahan dan kesiapan masyarakat, aspek ekologis di mana rencana rehabilitasi disesuaikan dengan kebutuhan rehabilitasi dan pelajaran dari rehabilitasi terdahulu, aspek ekonomi dan dukungan kebijakan yang relevan.

“Diharapkan dengan proyek mangrove untuk ketahanan masyarakat di kawasan pesisir mampu meningkatkanpengelolaan mangrove yang lebih baik dan meningkatkan ketahanan masyarakat pesisir,” harapnya.(gem)

Laporan SOLEH SAPUTRA, Pekanbaru

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi prioritas rehabilitasi mangrove nasional, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 120 tahun 2020 tentang Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM). BRGM mempunyai tugas memfasilitasi percepatan pelaksanaan restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Ketua Komite Investasi Provinsi Riau Budi Hidayat mengatakan, dalam pelaksanaannya, BRGM mendapat berbagai macam sumber pendanaan, salah satunya adalah Mangrove for Coastal Resilience (M4CR) khusus di empat provinsi target yaitu Provinsi Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Timur dan Provinsi Kalimantan Utara.

- Advertisement -

“Pada pelaksanaan kegiatan rehabilitasi, BRGM menggunakan pendekatan 3M yaitu mempertahankan, meningkatkan dan memulihkan. Pendekatan tersebut dilakukan melalui program Desa Mandiri Peduli Mangrove (DMPM),” katanya.

Lebih lanjut dikatakannya, program DMPM merupakan salah satu bagian dari fungsi menghimpun dan menampung partisipasi dan dukungan masyarakat dalam pelaksanaan rehabilitasi mangrove. Oleh karena itu, Program DMPM menggunakan pendekatan pembangunan desa partisipatif berbasis Kesatuan Lanskap Mangrove dalam upaya mendorong pengelolaan mangrove.

- Advertisement -
Baca Juga:  Bayarkan Insentif Penggali Kubur, DPRD Apresiasi Pemko

“Program DMPM dapat diintegrasikan dalam empat bidang utama yaitu penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat secara simultan,” sebutnya.

Untuk memastikan program rehabilitasi mangrove dapat terus berlangsung secara berkelanjutan, aspek penguatan kelembagaan dan pemberdayaan masyarakat untuk penghidupan masyarakat sekitar mangrove di tingkat desa menjadi faktor penting dalam pelaksanaan rehabilitasi mangrove.

“BRGM telah melaksanakan asesmen potensi desa dan pasar lokal produk masyarakat ekosistem mangrove pada Provinsi Riau, diketahui beberapa faktor peyebab terkendalanya pengembangan kelembagaan ekonomi adalah kurangnya pemahaman terkait manajemen kelompok, perencanaan usaha dan pengelolaan keuangan,” ujarnya.

Disebutkannya, ekosistem mangrove di Provinsi Riau mengalami tekanan yang luar biasa. Pembalakan secara ilegal kayu bakau baik untuk industri arang, bahan pondasi rumah, tambak udang dan keperluan manusia lainnya menyebabkan degradasiekosistem mangrove yang berdampak luas.

“Hilangnya ekosistem mangrove pada beberapa kabupaten yang terletak di pesisir timur Pulau Sumatra menyebabkan abrasi yang cukup hebat yakni di Bengkalis dan Meranti. Abrasi yang terjadi sudah menggerus ekosistem gambut yang ada. Berdasarkan data yang ada, sekitar 482 Km panjang pantai di Provinsi Riau terdampak abrasi,” paparnya.

Baca Juga:  Buka Tutup Dilakukan 1 Jam Sekali

Akibat abrasi, formasi mangrove yang harusnya menjadi barier terhadap gelombang besar Selat Melaka sekarang telah hilang, tanah gambut yang rapuh tentu dengan mudah akan terkikis, tersapu gelombang. Karena itu, rehabilitasi mangrove dilakukan secara menyeluruh baik dari aspek sosial terutama fungsi kawasan, kepemilikan lahan dan kesiapan masyarakat, aspek ekologis di mana rencana rehabilitasi disesuaikan dengan kebutuhan rehabilitasi dan pelajaran dari rehabilitasi terdahulu, aspek ekonomi dan dukungan kebijakan yang relevan.

“Diharapkan dengan proyek mangrove untuk ketahanan masyarakat di kawasan pesisir mampu meningkatkanpengelolaan mangrove yang lebih baik dan meningkatkan ketahanan masyarakat pesisir,” harapnya.(gem)

Laporan SOLEH SAPUTRA, Pekanbaru

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari